Liputan6.com, Jakarta - Perilaku generasi muda saat ini menarik untuk dicermati. Banyak dari mereka yang mengamini gaya hidup You Only Live Once (YOLO), yang ada kecenderungan untuk mengeksplorasi banyak hal, berapapun ongkosnya.
Sehingga generasi muda memiliki kesadaran untuk mencetak lebih banyak uang guna akomodasi keinginan eksplorasi tersebut.
Baca Juga
Belum lagi lingkungan sosial yang semakin mendesak dan terasa serba buru-buru, tak jarang membuat orang berpikir instan, termasuk untuk spending. Tak hanya itu, generasi muda saat ini juga diharapkan dengan fenomena sandwich yang memaksa mereka untuk bisa menghimpun lebih banyak uang.
Advertisement
Certified Financial Planner, Annisa Steviani mengakui, kondisi-kondisi tersebut bisa berdampak pada kesehatan mental seseorang. Dia mencermati, ada kecenderungan orang menjadi konsumtif saat berusaha mengalihkan diri dari hal yang membuatnya tak nyaman. Misalnya, berbelanja atau makan enak saat sedih atau stres. Fenomena ini disebut Annisa sebagai distraksi emosi.
"Mungkin selama ini kita enggak berusaha menerima emosi yang kita rasakan, sehingga sering kita alihkan dengan berbelanja. Seolah kalau sudah belanja, akan bahagia kemudian. Atau kalau sedih makan enak, nanti sedihnya hilang,” kata Annisa dalam Seminar CMSE, Sabtu (15/10/2022).
Alih-alih self reward atau healing, Annisa melihat kegiatan konsumtif untuk mengalihkan rasa tidak nyaman hanya sebagai pemborosan. Artinya, ketika seseorang sudah bisa menerima emosinya, pengeluaran itu mestinya bisa ditekan. “Jadi pakai uang sesuai kebutuhan, bukan untuk mengisi kekosongan. Belajar kelola emosi,” kata dia.
Gangguan
Selain dari diri sendiri, gangguan finansial bisa berasal dari orang-orang di lingkungan terdekat. Misalnya tetangga atau kerabat yang suka pinjam uang. Termasuk relasi dengan orangtua yang menganggap anak adalah aset untuk menunjang kehidupan mereka di masa mendatang.
“Tidak semuanya, tapi banyak orangtua yang merasa bahwa saat anaknya kerja otomatis kaya, bisa menghidupi mereka dan kalian minta apa aja harus dikasih. Tapi orang tua sekarang banyak yang mintanya bukan hanya sekadar biaya hidup, tapi lebih ke gaya hidup,” ujar Annisa.
Kondisi ini juga tak jarang mempengaruhi rasionalitas seseorang dalam mengambil keputusan. Takut dinilai durhaka, anak bisa saja menghalalkan segala cara untuk memenuhi ekspektasi orang tua. Sementara dirinya sendiri terengah-engah dan mungkin juga butuh sokongan.
Advertisement
Lalu Apa yang Bisa Dilakukan?
Lalu, apa yang bisa dilakukan? Annisa menuturkan, sebaiknya generasi yang terhimpit situasi semacam itu menata dulu pemasukan dan pengeluaran (cashflow). Menghitung berapa perkiraan pengeluaran tiap bulan, termasuk berapa yang ingin diberikan kepada orangtua. Perlu dicatat, besaran yang diberikan kepada orangtua juga sebaiknya menyesuaikan kemampuan masing-masing.
“Setelah tahu berapa pengeluaran, besaran itu menjadi target pendapatan tiap bulan. Jadi meski freelance dan pekerjaan tidak menentu, harus punya target pendapatan tiap bulan. Sehingga bisa memenuhi semua pengeluaran. Sisanya untuk investasi,” ujar Annisa.
Kinerja IHSG pada 10-14 Oktober 2022
Sebelumnya, laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada 10-14 Oktober 2022 masih bergerak lesu. Koreksi IHSG selama sepekan ini didominasi sentimen global terutama dari data inflasi Amerika Serikat (AS) hingga kebijakan bank sentral AS atau the Federal Reserve.
Mengutip data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG anjlok 3,02 persen ke posisi 6.814,53 pada pekan ini. Sedangkan posisi pekan lalu, IHSG masih berkutat di kisaran 7.000 tepatnya di 7.026,78. Kapitalisasi pasar bursa susut 2,43 persen menjadi Rp 9.009,95 triliun. Kapitalisasi pasar bursa anjlok Rp 225 triliun dari pekan lalu di posisi Rp 9.234,68 triliun.
Selain itu, rata-rata frekuensi transaksi harian bursa terpangkas 4,82 persen menjadi 1.165.599 kali transaksi dari 1.224.595 kali transaksi pada pekan lalu. Rata-rata nilai transaksi harian bursa terpangkas 7,09 persen menjadi Rp 12 triliun dari Rp 12,92 triliun.
Pada Jumat, 14 Oktober 2022, investor asing membukukan aksi jual Rp 426,29 miliar. Selama sepekan, investor asing melakukan aksi jual senilai Rp 1,2 triliun. Sepanjang 2022, investor asing mencatatkan aksi beli Rp 71,72 triliun.
Analis PT MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana menuturkan, pergerakan IHSG sepekan ini masih didominasi oleh sentimen global. Pelaku pasar cenderung wait and see kebijakan bank sentral AS atau the Federal Reserve (the Fed). “Kemudian ada rilis data inflasi AS yang masih berada di level 8 persen,” ujar dia saat dihubungi Liputan6.com.
Ia mengatakan, pada pekan depan, ada rilis data neraca perdagangan yang bayangi IHSG. Pada pekan depan, IHSG diprediksi bergerak masih dalam fase bearish 6.800 dan resistance 7.000.
Advertisement