Liputan6.com, Jakarta - Bursa Efek Indonesia (BEI) menargetkan rata-rata nilai transaksi harian (RNTH) mencapai Rp 14,75 triliun pada 2023. Rata-rata nilai transaksi ini lebih tinggi dibandingkan target RNTH tahun ini sebesar Rp 13,75 triliun.
"RNTH 2023 lebih tinggi dibandingkan 2022 sebesar Rp 13,75 triliun. Jadi kita melihat ada peningkatan Rp 1 triliun per hari pada value tradingnya. Artinya kita optimis di 2023 akan naik,” kata Direktur Utama BEI, Iman Rachman dalam konferensi pers usai RUPSLB BEI, Rabu (26/10/2022).
Baca Juga
Iman mencatat, secara year to date RNTH telah mencapai Rp 15,1 triliun. Mengingat angka itu banyak disumbang pada semester I 2022, BEI berusaha untuk konservatif dengan mematok target RNTH 2023 sebesar Rp 14,75 triliun.
Advertisement
"Jadi kita cukup optimis tapi tetap berusaha untuk konservatif,” imbuh Iman.
Sejalan dengan itu, berdasarkan RKAT 2023, pendapatan usaha BEI diproyeksikan tumbuh 9,47 persen dibandingkan revisi RKAT 2022 menjadi Rp 1,82 triliun. Adapun proyeksi total pendapatan usaha yang akan diperoleh BEI tahun ini naik sebesar Rp 111,7 miliar atau naik 7,16 persen menjadi Rp 1,67 triliun.
"Kenaikan pendapatan ini terutama disebabkan oleh kenaikan jasa transaksi seiring dengan kenaikan RNTH Rp 14,75 triliun pada 2023,” kata Iman.
Semenatara dari sisi biaya usaha pada 2023 diproyeksikan naik Rp 86,05 miliar atau 7,34 persen menjadi Rp 1,26 triliun. Laba bersih BEI pada 2023 diperkirakan sebesar Rp 428,22 miliar; Dari sisi total aset BEI pada 2023 diproyeksikan sebesar Rp 6,27 triliun atau naik 8,45 persen dari revisi RKAT 2022. Adapun Saldo akhir kas dan setara kas, termasuk investasi jangka pendek pada 2023 diproyeksikan mencapai Rp 3,09 triliun.
BEI Bidik Pencatatan 70 Efek pada 2023
Sebelumnya, Bursa Efek Indonesia (BEI) menargetkan pencatatan 70 efek baru pada tahun depan. Efek tersebut terdiri dari berbagai instrumen termasuk pencatatan efek saham, obligasi korporasi baru, dan pencatatan efek lainnya meliputi Exchange Traded Fund (ETF), Dana Investasi Real Estate (DIRE), dan Efek Beragun Aset (EBA).
Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna mengatakan, keyakinan itu merujuk pada kondisi fundamental Indonesia seiring dengan pemulihan ekonomi yang mulai berlangsung sepanjang 2022.
BEI juga akan tetap memperhatikan perkembangan penanganan COVID-19 di Indonesia serta kondisi perekonomian global. Nyoman menerangkan, target pencatatan efek bauru tahun depan lebih tinggi dari target tahun ini sebanyak 68 pencatatan efek. Hingga saat ini, Nyoman mengatakan pencatatan efek baru masih didominasi oleh saham.
"Per hari ini sudah 44 (saham baru) yang tercatat. Kemudian ada ETF 1, EBUS yang baru itu 8 dari target kita yang sebelumnya hanya 5. Jadi capaian kita dari 68 saat ini sudah sekitar 51 dari total instrumen. Jadi capaian kita saat ini relatif sudah hampir 75 persen,” kata Nyoman dalam konferensi pers usai RUPS BEI, Rabu, 26 Oktober 2022.
Sementara itu, Nyoman mengatakan masih ara 45 perusahaan yang antri pada pipeline pencatatan saham BEI. 11 perusahaan di antaranya telah mendapat pernyataan pra efektif dan empat perusahaan telah mendapatkan izin prinsip.
"15 perusahaan ini mudah-mudahan siap akan tercatat. Jadi tadi kalau 44 perusahaan (sudah IPO), ditambah 15 perusahaan (yang ada di pipeline), mudah-mudahan akan jauh kita capai dari target,” imbuh Nyoman.
Advertisement
44 Emiten Baru Raup Dana Rp 21,8 Triliun Melalui IPO
Sebelumnya, Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat hingga 20 September 2022, ada 44 perusahaan yang mencatatkan saham di BEI. Total dana yang dihimpun dari penawaran umum perdana atau initial public offering (IPO) tersebut mencapai Rp 21,8 triliun.
“Hingga 20 September 2022 telah ada 44 perusahaan yang mencatatkan saham di BEI dengan dana yang berhasil dihimpun mencapai Rp 21,8 triliun,” ujar Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna, kepada wartawan ditulis Rabu (21/9/2022).
Saat ini BEI juga proses 29 perusahaan dalam pipeline pencatatan saham di BEI hingga 19 September 2022. Nyoman menambahkan, dari 29 calon perusahaan tercatat dalam pipeline pencatatan saham, beberapa di antaranya menargetkan emisi lebih dari Rp 1 triliun. Untuk sektor sahamnya ada dari sektor energi, teknologi dan keuangan. Namun, Nyoman belum menyampaikan detil mengenai perusahaan tersebut hingga perusahaan itu mendapatkan izin publikasi dari OJK.
Seiring jumlah calon perusahaan tercatat dalam pipeline itu, ia berharap pencatatan saham pada 2022 dapat melebihi pencapaian 2021.
“Dengan mempertimbangkan jumlah perusahaan pada pipeline pencatatan saham, kami berharap jumlah pencatatan saham pada tahun ini dapat melampaui pencapaian pada tahun lalu,” kata dia.
Sektor Saham
Berdasarkan catatan BEI, berikut klasifikasi aset perusahaan yang saat ini berada dalam pipeline saham merujuk pada POJK Nomor 53/POJK.04/2017:
-4 perusahaan aset skala kecil (aset di bawah Rp 50 miliar)
-7 perusahaan aset skala menengah (aset antara Rp 50 miliar-Rp 250 miliar)
-18 perusahaan aset skala besar (aset di atas Rp 250 miliar)
Rincian sektornya antara lain:
-1 perusahaan dari sektor basic materials
-4 perusahaan dari sektor consumer siklikal
-3 perusahaan dari sektor consumer non siklikal
-2 perusahaan dari sektor energi
-2 perusahaan dari sektor keuangan
-4 perusahaan dari sektor perawatan kesehatan
-2 perusahaan dari sektor industri
-1 perusahaan dari sektor infrastruktur
-1 perusahaan dari sektor properti dan real estate
-5 perusahaan dari sektor teknologi
-4 perusahaan dari sektor transportasi dan logistik.
Advertisement
29 Perusahaan Jalani Proses IPO
Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat hingga 20 September 2022, ada 44 perusahaan yang mencatatkan saham di BEI. Total dana yang dihimpun dari penawaran umum perdana atau initial public offering (IPO) tersebut mencapai Rp 21,8 triliun.
“Hingga 20 September 2022 telah ada 44 perusahaan yang mencatatkan saham di BEI dengan dana yang berhasil dihimpun mencapai Rp 21,8 triliun,” ujar Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna, kepada wartawan ditulis Rabu (21/9/2022).
Saat ini BEI juga proses 29 perusahaan dalam pipeline pencatatan saham di BEI hingga 19 September 2022. Nyoman menambahkan, dari 29 calon perusahaan tercatat dalam pipeline pencatatan saham, beberapa di antaranya menargetkan emisi lebih dari Rp 1 triliun. Untuk sektor sahamnya ada dari sektor energi, teknologi dan keuangan. Namun, Nyoman belum menyampaikan detil mengenai perusahaan tersebut hingga perusahaan itu mendapatkan izin publikasi dari OJK.
Seiring jumlah calon perusahaan tercatat dalam pipeline itu, ia berharap pencatatan saham pada 2022 dapat melebihi pencapaian 2021.
“Dengan mempertimbangkan jumlah perusahaan pada pipeline pencatatan saham, kami berharap jumlah pencatatan saham pada tahun ini dapat melampaui pencapaian pada tahun lalu,” kata dia.