Liputan6.com, Jakarta - PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) cukup optimistis memandang 2023 kendati terdapat ancaman resesi dan inflasi tinggi. Keyakinan itu salah satunya merujuk pada momentum yang bertepatan dengan tahun pemilu.
"Gambaran di 2023, kita lihat bahwa market di 2023 akan jadi cukup exiting karena 2023 bersamaan dengan dimulainya tahun politik. Secara historical, biasanya terlihat market pada tahun politik lebih bergairah. Mungkin karena lebih banyak uang beredar dan perseroan mengantisipasi hal tersbeut,” kata Presiden Direktur PT Unilever Indonesia Tbk, Ira Noviarti dalam paparan kinerja perseroan, Kamis (27/10/2022).
Baca Juga
Di sisi lain, Ira mencermati inflasi tahun depan tidak akan sedalam tahun ini. Banyak pihak juga memperkirakan inflasi Indonesia relatif terjaga dibandingkan banyak negara lain. Sehingga efek dari inflasi terhadap konsumen bisa menjadi lebih kecil.
Advertisement
"Dengan dua outlook seperti ini, perseroan akan mendrive pertumbuhan lebih bagus dibandingkan tahun ini dan memastikan kalau marketnya kita perkirakan tumbuh 5–6 persen, maka bagaimana Unilever Indonesia bisa tumbuh minimal sama dengan market,” kata Ira.
Perseroan juga akan melanjutkan komitmennya untuk memperkuat fundamental dan meningkatkan daya saing. Sehubungan dengan itu, perseroan terus menjalankan lima prioritas strategis. Pertama, memperkuat dan unlock potensi penuh dari brand-brand besar dan produk utama melalui inovasi dan program marketing terdepan untuk mendorong pertumbuhan pasar.
Kedua, memperluas dan memperkaya portfolio ke premium dan value segment. Tiga, memperkuat kepemimpinan di channel utama (GT dan Modern Trade) dan channel masa depan (e-Commerce). Keempat, penerapan E-Everything di semua lini bisnis, dan terakhir atau kelima, tetap menjadi yang terdepan dalam pembangunan bisnis yang berkelanjutan.
Kinerja Kuartal III 2022
Sebelumnya, PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) mengumumkan kinerja keuangan perseroan untuk periode yang berakhir pada 30 September 2022. Pada periode tersebut, perseroan berhasil mengantongi penjualan bersih Rp 31,54 triliun, naik 5,03 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 30,03 triliun.
Bersamaan dengan itu, harga pokok penjualan naik menjadi Rp 15,69 triliun dari Rp 14,94 triliun pada September 2021. Sehingga laba bruto turun menjadi Rp 14,95 triliun dibanding posisi September 2021 sebesar Rp 15,09 triliun.
Mengutip laporan keuangan perseroan dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (27/10/2022), perseroan mencatatkan beban pemasaran dan penjualan sebesar Rp 6,41 triliun, beban umum dan administrasi Rp 2,52 triliun, dan penghasilan lain-lain Rp 3,46 miliar.
Dari rincian ini, perseroan memperoleh laba usaha sebesar Rp 6,02 triliun. Pada periode ini, perseroan juga menyatakan penghasilan keuangan per September 2022 sebesar Rp 7,34 miliar dan biaya keuangan Rp 59,09 miliar. Setelah dikurangi pajak penghasilan, perseroan berhasil mengukuhkan laba sebesar Rp 4,61 triliun, naik 5,31 persen dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 4,38 triliun.
Dari sisi aset Unilever Indonesiasampai dengan September 2022 tercatat sebesar Rp 20,24 triliun, naik dari posisi akhir tahun lalu senilai Rp 19,08 triliun. Terdiri dari aset lancar senilai Rp 89,35 triliun dan aset tidak lancar Rp 10,89 triliun.
Liabilitas sampai dengan September 2022 tercatat sebesar Rp 14,51 triliun, turun dibanding posisi akhir tahun lalu sebesar Rp 14,75 triliun. Terdiri dari liabilitas jangka pendek Rp 12,35 triliun dan liabilitas jangka panjang Rp 2,16 triliun. Sementara ekuitas hingga September 2022 naik menjadi Rp 5,73 triliun dari Rp 4,32 triliun pada Desember 2021.
Advertisement
Jurus Unilever Hadapi Inflasi
Sebelumnya, PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) mengantisipasi potensi kenaikan harga komoditas dan bahan baku di tengah inflasi global. Diakui, kondisi itu turut berimbas pada perseroan.
Meski begitu, Direktur Customer Operation PT Unilever Indonesia Tbk, Enny Hartati Sampurno mengatakan, perseroan masih mampu mencatatkan profitabilitas hingga paruh pertama pada 2022. Dia menilai, hal itu ditunjang oleh sejumlah strategi yang dijalankan perseroan.
"Jadi di semester I ini memang cost inflasi dari material itu sangat tinggi. Tapi profitabilitas Unilever Indonesia masih bisa kita maintenance. Hal itu ditunjang oleh beberapa hal. Pertama kita mengadakan press increase to cover the material price inflation. yang kedua cost saving," kata dia dalam paparan kinerja perseroan, Selasa (26/7/2022).
Selanjutnya
Pada semester I 2022, perseroan melakukan cost saving cukup signifikan hingga 7 persen dari total pengeluaran. Sehingga dampak inflasi masih dapat dimitigasi, hingga perseroan berhasil membukukan laba.
Meski begitu, perseroan masih harus bersiap diri untuk paruh kedua tahun ini yang tak kalah menantang. Perseroan akan mengamati situasi makro ekonomi, sembari masih mengimplementasikan cost saving yang terbukti berhasil untuk efisiensi kinerja perseroan.
"Kuncinya adalah wait and see, bagaimana impact high inflation ini ke consumer purchasing power. Tapi yang akan dilakukan oleh Unilever tetap sama, nomor satu adalah cost saving program,” kata dia.
Selain itu, perseroan juga akan memaksimalkan availability dari produk kemasan sachet yang menawarkan harga lebih murah. Sehingga Jika terjadi penurunan daya beli atau downgrading, konsumen masih akan tetap menggunakan produk Unilever.
Advertisement