Liputan6.com, Jakarta - Amazon telah keluar dari klub triliunan dolar AS atau USD. Saham e-retailer tersebut anjlok 5,9 persen pada Selasa, 1 November 2022, dan jatuh dalam hari kelima berturut-turut. Bahkan saham Amazon ditutup pada level terendah sejak April 2020.
Aksi jual telah menghapus hampir semua lonjakan saham saat pandemi COVID-19. Investor terus menghukum perusahaan karena perkiraan kuartal IV minggu lalu yang mengecewakan. Amazon mengatakan, pendapatan selama kuartal liburan akan tumbuh 2 persen hingga 8 persen dibandingkan periode tahun lalu, jauh di bawah perkiraan analis.
Baca Juga
Divisi cloud, Amazon Web Services, juga melaporkan penjualan yang lebih lemah dari perkiraan. Ini adalah pertama kalinya kapitalisasi pasar Amazon berada di bawah USD 1 triliun. Kapitalisasi pasar saham Amazon sekitar USD 987,06 miliar atau sekitar Rp 15.443 triliun (asumsi kurs Rp 15.645 per dolar AS) sejak April 2020.
Advertisement
Saham tersebut telah jatuh 42 persen pada 2022 dan berada pada kecepatan untuk tahun terburuk sejak 2008, ketika turun 45 persen.
Satu-satunya tahun lain yang lebih buruk adalah selama kehancuran dot-com tahun 2000, ketika perusahaan alami kerugian 80 persen dari valuasinya.
Seperti raksasa teknologi lainnya, Amazon telah berjuang tahun ini karena ekonomi yang merosot, inflasi yang melonjak, dan kenaikan suku bunga.
Selain itu, Amazon telah dipaksa untuk mengurangi setelah berkembang secara dramatis selama pandemi, sekarang konsumen telah kembali ke toko.
Amazon telah menjadi pemain terburuk kedua di grup raksasa teknologi tahun ini, di belakang perusahaan induk Facebook, Meta, yang anjlok 72 persen.
Meta memberi tahu investor pekan lalu pendapatan pada kuartal IV kemungkinan akan turun untuk periode ketiga berturut-turut.
Saham Teknologi AS Lesu Imbas Kinerja Kuartal III hingga Prospek Akhir 2022
Sebelumnya, pekan ini, sejumlah perusahaan teknologi besar rilis laporan keuangan. Dari laporan kinerja keuangan, perusahaan teknologi seperti hadapi posisi yang tidak biasa.
Kapitalisasi pasar saham gabungan dari Alfabet, Amazon, Meta dan Microsoft terpangkas lebih dari USD 350 miliar atau sekitar Rp 5.443,42 triliun (asumsi kurs Rp 15.552 per dolar AS). Koreksi kapitalisasi pasar itu terjadi`setelah manajemen perseroan menyampaikan mengenai kuartal III 2022 dan prospek akhir 2022.
Salah satunya dari kasus Meta yang di antara pertumbuhan pendapatan melambat dan atau penurunan. Perseroan juga berupaya mengendalikan biaya. Raksasa teknologi telah menemukan diri dalam posisi yang tidak biasa setelah pertumbuhan yang tak terkendali dalam dekade terakhir.
Hasil kuartal III 2022 pada pekan ini datang dengan latar belakang inflasi yang melonjak, kenaikan suku bunga dan resesi yang membayangi. Sementara itu, Apple melawan tren setelah mengalahkan harapan pendapatan dan laba. Saham Apple mencatat kinerja terbaik dalam lebih dari dua tahun.
Selain itu, induk Facebook Meta mengalami penurunan laba, dan mencatat rata-rata pendapatan terendah per pengguna dalam dua tahun. Manajemen Meta mengatakan penjualan pada kuartal IV 2022 akan turun dalam jangka waktu lama.
“Ada banyak hal yang terjadi saat ini dalam bisnis dan dunia sehingga sulit untuk memiliki yang sederhana, kami akan melakukan satu hal ini, dan itu akan menyelesaikan semua masalah,” ujar CEO Meta, Mark Zuckerberg dikutip dari CNBC, Minggu (30/10/2022).
Saham Meta alami pekan terburuk sejak IPO perusahaan pada 2012. Saham Meta anjlok 24 persen selama lima hari terakhir. Saham Microsoft melemah 2,6 persen pada pekan ini setelah turun 7,7 persen pada Rabu, 26 Oktober 2022. Hal itu setelah perseroan memberikan panduan yang lemah pada akhir tahun dan meleset dari perkiraan untuk pendapatan cloud.
Advertisement
Saham Amazon Merosot
Koreksi juga terjadi di saham Amazon. Saham Amazon turun 13 persen. Aksi jual yang terjadi seiring perkiraan kuartal IV yang lesu bersama dengan perlambatan dramatis dalam unit komputasi awannya.
Sementara Amazon Web Services melihat ekspansi lambat menjadi 27,5 persen dari 33 persen pada periode sebelumnya. Grup cloud Google secara signifikan lebih kecil dengan pertumbuhan hampir 38 persen dari sekitar 36 persen. Google tetap berencana investasi di cloud meski mengendalikan pertumbuhan karyawan secara keseluruhan dalam beberapa kuartal ke depan.
“Kami sangat senang dengan peluang ini mengingat bisnis dan pemerintah masih dalam masa awal adopsi cloud oleh publik, kami terus berinvestasi sesuai dengan itu. Kami tetap fokus pada jalur jangka panjang menuju profitabilitas,” ujar CFO Alphabet, Ruth Porat.
Selanjutnya
Namun, hasil dari Alphabet kurang mengesankan. Bisnis periklanan inti perushaaan hanya tumbuh sedikit dan pendapatan iklan Youtube turun dari tahun sebelumnya. Kebalikannya berlaku untuk Amazon yang atasi ketertinggalan dengan Google dan Facebook dalam periklanan digital. Untuk bisnis iklan Amazon, pertumbuhan pendapatan naik menjadi 30 persen dari 21 persen, dan melampaui perkiraan analis.
“Pengiklan mencari iklan yang efektif, dan iklan kami berada pada titik dengan konsumen siap berbelanja. Kami memiliki banyak keuntungan yang kami rasa akan membantu konsumen dan juga mitra kami seperti penjual dan pengiklan,” tutur CFO Perusahaan Brian Olsavsky.
Analis Raymond James, Aaron Kessler menurunkan target harga saham pada saham Amazon menjadi USD 130 dari USD 164. Namun, dia pertahankan peringkat beli yang setara dengan saham dan mengatakan pertumbuhan iklan yang kuat memiliki potensi membantu Amazon dongkrak marginya..
Advertisement