Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat 99 penawaran umum yang saat ini antre pada pipeline pencatatan di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Kepala Pengawas Eksekutif Pasar Modal OJK Inarno Djajadi menerangkan, minat penghimpunan dana di pasar modal masih tinggi yaitu mencapai Rp 190,9 triliun dengan emiten baru tercatat sebanyak 48 emiten.
Baca Juga
"Di pipeline masih terdapat 99 rencana penawaran umum dengan nilai Rp 83,32 triliun dengan rencana penawaran umum oleh emiten baru sebanyak 61 perusahaan,” ungkap Inarno dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK Bulan Oktober, Kamis (3/11/2022).
Advertisement
Di tengah pengetatan likuiditas gobal, hingga 25 Oktober 2022 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mampu menguat 0,10 persen secara month to date (mtd) ke level 7.048,38, dengan non residen masih mencatatkan inflow Rp 7,74 triliun mtd. Secara year to date (ytd), IHSG menguat 7,09 persen dengan non residen membukukan net buy Rp 77,22 triliun.
Di pasar SBN non residen mencatatkan outflow sebesar Rp 16,04 triliun mtd. Sehingga mendorong rerata yield SBN naik 23,27 bps mtd di seluruh tenor.
"Secara ytd rerata yield SBN meningkat 103 bps dengan non residen mencatatkan net sell Rp 177,13 triliun,” ujar Inarno.
Kinerja reksa dana per 25 Oktober mengalami penurunan. Tercermin dari penurunan nilai aktiva bersih (NAB) 1,14 persen mtd di Rp 524,61 triliun dan tercatat net redemption Rp 7,67 triliun mtd. Secara ytd, NAB turun 9,31 persen dan masih tercatat net redemption Rp 61,66 triliun. Namun, minat masyarakat untuk melakukan pembelian reksa dana masih tinggi ditandai dengan subscription mencapai Rp 777,86 triliun.
42 Emiten Proses Rights Issue Rp 38,6 Triliun, Dominan dari Perbankan
Sebelumnya, Bursa Efek Indonesia (BEI) menyebutkan 42 perusahaan tercatat sedang proses melaksanakan penambahan modal dengan mekanisme rights issue hingga 31 Oktober 2022. Total pelaksanaan rights issue itu mencapai Rp 38,6 triliun.
“Untuk pipeline rights issue, berdasarkan catatan kami terdapat 42 perusahaan tercatat yang berada pada pipeline rights issue. Perkiraan total dana yang akan diperoleh melalui rights issue sebesar Rp 38,6 triliun,” ujar Direktur Penilaian Perusahaan Tercatat BEI I Gede Nyoman Yetna, kepada wartawan dikutip Selasa (1/11/2022).
Dari 42 perusahaan tercatat yang berada pada pipeline rights issue antara lain tersebar dari beragam sektor yaitu dua perusahaan dari sektor consumer non siklikal, satu perusahaan dari sektor industri, satu dari sektor kesehatan, empat perusahaan dari sektor energi, tiga perusahaan dari sektor properti dan real estate.
Kemudian 15 perusahaan dari sektor keuangan, lima perusahaan dari sektor konsumer siklikal, dua perusahaan dari sektor basic materials, satu perusahaan dari sektor teknologi, lima perusahaan dari sektor infrastruktur. Selanjutnya tiga perusahaan dari sektor transportasi dan logistik.
Ia menambahkan, jumlah perusahaan yang berencana melakukan rights issue terbanyak dari sektor keuangan terutama dari industri perbankan. “Sesuai POJK Nomor 12/POJK.03/2020, modal inti minimum bank umum sebesar Rp 3 triliun dan harus dipenuhi paling lambat 31 Desember 2022. Untuk bank milik pemerintah daerah wajib dipenuhi paling lambat 31 Desember 2024,” ujar dia.
Sedangkan kalau dilihat dari total dana yang akan diperoleh dari rights issue, terbesar pada sektor transportasi dan logistik.
Advertisement
45 Perusahaan Jalani Proses IPO
Selain itu, hingga 31 Oktober 2022, terdapat 45 perusahaan dalam pipeline pencatatan saham BEI. Perusahaan yang sedang proses IPO yang dalam pipeline pencatatan saham antara lain:
• 1 Perusahaan dari sektor Basic Materials
• 3 Perusahaan dari sektor Industrials;
• 5 Perusahaan dari sektor Transportation & Logistic;
• 4 Perusahaan dari sektor Consumer Non-Cyclicals;
• 9 Perusahaan dari sektor Consumer Cyclicals;
• 6 Perusahaan dari sektor Technology;
• 6 Perusahaan dari sektor Healthcare;
• 3 Perusahaan dari sektor Energy;
• 2 Perusahaan dari sektor Financials.
• 4 Perusahaan dari sektor Properties & Real Estate.
• 2 Perusahaan dari sektor Infrastructures.
Sedangkan untuk Efek Bersifat Utang dan Sukuk (EBUS), terdapat 14 emisi pada pipeline pencatatan EBUS , yang akan diterbitkan oleh 11 perusahaan dengan sektor antara lain:
• 2 Perusahaan dari sektor Infrastructures;
• 2 Perusahaan dari sektor Industrials;
• 3 Perusahaan dari sektor Basic Materials ;
• 1 Perusahaan dari sektor Transportation & Logistic;
• 3 Perusahaan dari sektor Financials.
Penghimpunan Dana di Pasar Modal
Sebelumnya, Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) berkomitmen menjaga stabilitas sistem keuangan dengan terus memperkuat koordinasi dalam mewaspadai perkembangan risiko global termasuk menysiapkan respons kebijakan.
Adapun stabilitas sistem keuangan (SSK) pada kuartal III 2022 tetap berada dalam kondisi yang resilien. Dari pasar modal, KSSK melihat pasar saham masih membukukan kinerja positif. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mampu menguat 7,09 persen year to date (ytd) ke posisi 7.048,38 per 25 Oktober 2022. Pasar modal Indonesia bahkan termasuk salah satu bursa saham dengan kinerja terbaik di kawasan.
“Hal ini ditunjang dengan net buy nonresiden di pasar saham Rp 77,22 triliun (ytd) di tengah volatilitas pasar keuangan global,”
Namun demikian, perlu dicermati tekanan terhadap pasar keuangan global juga sudah mulai berdampak pada pasar saham domestik. Hal ini terdermin dari penguatan terbatas pasar saham domestik yang hanya sebesar 0,10 persen (mtd) yang juga diikuti oleh penurunan nilai dan frekuensi transaksi.
Di sisi lain, penghimpunan dana di pasar modal juga terus meningkat. Penghimpunan dana di pasar modal hingga 25 Oktober 2022 mencapai Rp 190,9 triliun dengan tambahan 48 emiten baru.
Sementara itu, OJK juga terus mencermati sekaligus memitigasi potensi risiko yang dapat berdampak terhadap kinerja LJK dan SSK di tengah kinerja saat ini yang resilien.
Meningkatnya tren kenaikan suku bunga acuan bank sentral utama global yang disertai dengan quantative tightening, penguatan dolar AS, serta volatilitas harga komoditas ke depan berpotensi memengaruhi lembaga jasa keuangan baik dari sisi portofolio investasi yang dimiliki, likuiditas, risiko kredit maupun fungsi intermediasi.
“Dalam rangka menjaga SSK di tengah meningkatnya risiko eksternal, OJK akan proaktif memperkuat kebijakan prudensial di sektor jasa keuangan dalam menjaga stabilitas industri jasa keuangan,”
Advertisement