Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah melakukan kajian lebih lanjut mengenai implementasi perdagangan karbon (carbon trading) di bursa efek.
Kepala Pengawas Eksekutif Pasar Modal OJK Inarno Djajadi mengatakan, OJK akan mengacu pada sistem perdagangan karbon beberapa negara lain yang saat ini sudah berlaku.
Baca Juga
"Kita akan benchmarking dengan Emissions Trading System (ETS) Eropa dan ETS di Korea selatan,” kata Inarno dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK Bulan Oktober, Kamis (3/11/2022).
Advertisement
Sementara untuk pengawasan perdagangan bursa karbon di pasar modal akan dilakukan oleh OJK dengan koordinasi bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Inarno menjelaskan, telah terbit Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No 21/2022 tanggal 20 Oktober 2022 tentang tata laksana penerapan nilai ekonomi karbon.
Pada pasal 27, Inarno menjelaskan baleid itu menyatakan penyelenggara bursa karbon adalah bursa efek atau penyelenggara pasar yang telah mendapat izin usaha dari otoritas sektor jasa keuangan.
Untuk itu, OJK telah menyiapkan infrastruktur pengaturannya yang terkait dengan kelembagaan dan juga operasional penyelenggaraan bursa karbon.
“Di dalamnya akan ditetapkan instrumen unit karbon sebagai efek yang dapat diperdagangkan di bursa karbon. Kajian terhadap spesifikasi bisnis masih kita lakukan oleh OJK dan oleh SRO,” imbuh Inarno.
Pengembangan EBT Indonesia Keok dari Vietnam dan Thailand
Sebelumnya, Indonesia saat ini masih tertinggal dalam penyediaan energi terbarukan di kawasan ASEAN. Vietnam, Kamboja, dan Thailand yang lebih unggul dalam penyediaan energi bersih dengan kapasitas terpasang energi terbarukan masing-masing sebesar 55,8 persen, 54,8 persen, dan 30,3 persen, sementara Indonesia berada di angka 14,8 persen (ASEAN Power Updates, 2021).
“Secara logika, perusahaan akan meningkatkan investasinya di negara-negara dengan ketersediaan dan akses kepada energi hijau, dan akan meninggalkan negara-negara yang tidak dapat memenuhi kebutuhan akan energi bersih. Ini satu hal yang harus disadari oleh khususnya pengambil kebijakan,” kata Ketua KADIN Net Zero Hub, Muhammad Yusrizki melalui keterangan tertulisnya, Selasa (25/10/2022).
Berkaca dari hal tersebut, KADIN Net Zero Hub berkolabortasi dengan 50 perusahaan nasional menyatakan komitmen atas Dekarbonisasi Industri.
Yusrizki menyampaikan kolaborasi 50 perusahaan dengan KADIN yang disertai penandatanganan komitmen dekarbonisasi industri tersebut berlangsung 19 Oktober lalu di Jakarta.
KADIN NZH ucap Yusrizki berharap titik awal gerakan dekarbonisasi yang dilakukan pertama kali oleh 50 perusahaan Indonesia itu akan diikuti oleh perusahaan-perusahaan Indonesia lainnya.
Komitmen dekarbonisasi yang dilakukan 50 perusahaan pertama di Indonesia ini menurut Yusrizki menggambarkan sektor swasta nasional sudah menunjukkan geliat nyata mereka untuk membantu pemerintah dalam hal mengurangi emisi karbon.
KADIN NZH menargetkan setidaknya 100 peruaahaan nasional menyatakan komitmen atas dekarbonisasi industri pada gelaran B20 Summit bulan November nanti di Bali.
Yusrizki membeberkan, inisiatif kolaborasi antara KADIN NZH dengan sejumlah pengusaha tersebut berlatarbelakarang belum terlihatnya urgensi untuk menurunkan emisi karbon di sektor industri atau dekarbonisasi industri di kalangan pemangku kepentingan bisnis nasional.
Advertisement
Kendala Terbesar
Di sisi lain, kendala terbesar perusahaaan-perusahaan yang sudah mengerti dan ingin melakukan dekarbonisasi industri adalah minimnya informasi, pengetahuan terkait proses transisi itu sendiri, dan akses kepada energi bersih.
“Yang belum banyak disadari oleh stakeholder bisnis nasional adalah perubahan tatanan bisnis dan investasi global yang akan sangat berdampak kepada pelaku usaha dalam negeri,” kata Yusrizki.
“Proses dekarbonisasi memang bukan hal yang mudah untuk dilakukan oleh perusahaan dengan skala apapun, bahkan perusahaan berskala multinasional juga memiliki tantangannya tersendiri dalam proses transisi,” timpalnya.
Yusrizki yang juga menjabat sebagai Ketua Komite Tetap Energi Baru Terbarukan Kadin Indonesia ini mengungkapkan, dalam kegiatan tersebut turut KADIN NZH mengajak diskusi para pengusaha mengenai penghitungan emisi gas karbon perusahaan, hingga perencanaan kerangka kerja operasional rendah emisi.
“Mengenai standar SBTi (Science Based Target Initiatives) yang merupakan panduan global dalam dekarbonisasi industri. Pendampingan teknis ini diberikan secara komprehensif, tanpa biaya kepada perusahaan-perusahaan nasional yang serius ingin melakukan transisi menuju Net Zero Company. Saat ini sebanyak 50 perusahaan telah tergabung dalam KADIN NZH,” beber Yusrizki.
Dia menekankan perlunya bantuan langsung dari pemerintah sehingga aksi-aksi korporasi akan terus berkembang sehingga Indonesia dapat mencapai target penurunan emisi karbon.
“Salah satu hal yang paling menyulitkan perusahaan dalam dekarbonisasi industri adalah ketersediaan dan akses kepada energi ramah lingkungan,” tegas Yusrizki.
Syarat Investasi
Saat ini investor disebut Yusrizki mulai menetapkan persyaratan baru dalam pengambilan keputusan investasi, misalnya akses kepada energi bersih, kadar emisi dalam jaringan kelistrikan nasional, dan poin-poin terkait mitigasi bencana alam.
“Singkatnya, investor dan perusahaan multi nasional tidak mau berinvestasi di negara-negara dengan emisi karbon yang tinggi. Ini akan sangat mempengaruhi Foreign Direct Investment ke Indonesia, baik investasi baru maupun investasi yang saat ini masih berjalan,” ungkapnya.
Beberapa parameter konvensional dalam investasi, seperti ketersediaan buruh murah dan kemudahan perizinan, berangsur akan mulai digantikan dengan parameter baru seperti ketersediaan dan akses kepada energi bersih, tingkat emisi karbon dalam jaringan kelistrikan nasional (grid emission factor).
Sebagai contoh, saat ini, sebanyak 370 perusahaan multinasional bergabung dalam inisiatif global RE100 dengan komitmen menggunakan energi terbarukan secara bertahap, yaitu 60 persen di tahun 2023, 90 persen di tahun 2040, dan 100 persen di tahun 2060. Dari 370 perusahaan tersebut, banyak yang saat ini sedang melakukan kegiatan usaha di Indonesia.
Sesuai dengan komitmen RE100 yang sudah ditandatangani, perusahaan-perusahaan tersebut berlomba-lomba dalam mencapai target penggunaan energi terbarukan di seluruh lini usaha dan produksi di seluruh negara tempat mereka melakukan kegiatan usaha, termasuk Indonesia.
Advertisement
Komitmen Global
RE100 bukan saja satu-satunya komitmen global yang mengikat. Di sektor tekstil dan pakaian, Fashion Industry Charter for Climate Action adalah kesepakatan yang telah ditandatangani oleh hampir seluruh perusahaan prinsipal (principal company) pemegang merek-merek besar dunia seperti LVMH, H&M Group, Levi Strauss & Co., Gap Inc., Nike, Mango, Inditex Group, dan masih banyak lagi yang memiliki rantai pasok di Indonesia.
Dalam soft-launch KADIN Net Zero Hub Indonesia yang berlangsung di Jakarta 19 Oktober lalu, 14 perusahaan yang tergabung dalam KADIN NZH merealisasikan komitmen dekarbonisasi industri melalui Industry Pledge. Perusahaan tersebut terdiri dari Kadin NZH signatories: PT Tira Austenite Tbk, PT Red Planet Indonesia Tbk, PT Samora Usaha Makmur, PT Mitra Kiara Indonesia, April Group, PT Ever Shine Tex Tbk, PT Chemstar Indonesia Tbk, PT Pan Brothers Tbk, PT NQA Indonesia, PT Aneka Gas Industri Tbk, dan KADIN NZH supporters: Multi Bintang Indonesia, Danone Indonesia, Nestlé Indonesia, dan H&M Indonesia.
Dalam kesempatan tersebut, ditampilkan grafik estimasi penurunan emisi sebagai gambaran kontribusi dari tiap perusahaan yang menandatangani “janji untuk berubah” tersebut. Ini menjadi awal dari langkah nyata untuk merealisasikan komitmen menjadi Net Zero Company dan mendukung pencapaian Net Zero Emission Indonesia.