Sukses

Pefindo Angkat Irmawati Jadi Direktur Utama

Sebelum jadi Direktur Utama Pefindo, Irmawati menjabat sebagai Komisaris Utama PT Indonesian Capital Market Electronic Library (TICMI).

Liputan6.com, Jakarta - PT Pemeringkat Efek Indonesia atau PEFINDO mengumumkan pengangkatan Direktur Utama baru, Irmawati menggantikan Atep Salyadi Dariah Saputra atau Salyadi Saputra. Hal itu telah disepakati dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PEFINDO yang digelar Kamis, 17 November 2022.

"Irma menggantikan Salyadi Saputra yang telah mengundurkan diri pada  September 2022 karena diangkat sebagai Direktur di PT Pertamina (Persero)," ungkap manajemen PEFINDO dalam keterangan resmi, Jumat (18/11/2022) Salyadi Saputra didapuk menjadi Direksi Pertamina melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) perusahaan pada September lalu.

Adapun Irmawati sebelumnya menjabat sebagai Komisaris Utama PT Indonesian Capital Market Electronic Library (TICMI). Dia juga tercatat sebagai Kepala Divisi Inkubasi Bisnis PT Bursa Efek Indonesia (BEI).

Pencalonan Irmawati sebagai direktur utama PEFINDO sebelumnya telah disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Surat OJK No. S-165/PM.22/2022 tanggal 15 November 2022 perihal Keputusan atas Pencalonan Direktur Utama Perusahaan Pemeringkat Efek Atas Nama PT Pemeringkat Efek Indonesia, setelah menjalani penilaian kemampuan dan kepatutan oleh OJK.

Dengan pengangkatan direktur utama baru tersebut maka susunan Direksi PEFINDO menjadi sebagai berikut:

Direktur Utama: Irmawati

Direktur: Hendro Utomo

Direktur: Ignatius Girendroheru.

 

2 dari 4 halaman

Pefindo Dapat Mandat Obligasi Rp 39,32 Triliun

Sebelumnya, PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) mendapatkan mandat untuk memproses penerbitan surat utang Rp 39,32 triliun hingga kuartal III 2022. 

Mengutip data Pefindo, Selasa (25/10/2022), terkait mandat obligasi korporasi tersebut berasal dari 29 perusahaan dengan berbagai sektor.

Kemudian, untuk industri bubur kertas dan tissue mempunyai rencana emisi paling besar, yaitu Rp8,42 triliun yang terdiri dari 2 perusahaan. Lalu, industri konstruksi yang memiliki rencana emisi Rp6,40 triliun dari 2 perusahaan juga.

Selain itu, ada juga sektor lembaga keuangan khusus memiliki rencana emisi Rp 4,5 triliun dari 2 perusahaan, sektor perusahaan induk dengan rencana emisi Rp3,56 triliun berasal dari 3 perusahaan.

Adapun, sektor pertambangan dengan rencana emisi Rp3,12 triliun dari 3 perusahaan, Lalu, terdapat sektor telekomunikasi yang memiliki rencana emisi Rp 3 triliun dari 2 perusahaan.

Kepala Divisi Pemeringkatan Nonjasa Keuangan I Pefindo Niken Indriarsih menuturkan,sampai akhir kuartal III 2022 jumlah penerbitan surat utang korporasi nasional senilai Rp 131,94 triliun. 

"Kalau penerbitan surat utang sampai kuartal III sudah melampaui penerbitan surat utang 2021. Kalau untuk penerbitan sampai 30 September, Rp 131,94 triliun lebih besar dari tahun lalu,” kata Niken dalam  konferensi pers secara virtual, Selasa (25/10/2022).

Sementara itu, jumlah emisi obligasi korporasi per September 2022 dengan rating Pefindo senilai Rp 104,06 triliun. Sedangkan, untuk lembaga pemeringkat lainnya sebanyak Rp 27,88 triliun.

Sektor multifinance memiliki total emisi terbesar dalam penerbitan obligasi korporasi sepanjang 2022, yakni sebesar Rp22,75 triliun. 

Selanjutnya, ada sektor pulp & paper dengan jumlah total emisi Rp17,99 triliun dan sektor perbankan senilai Rp13,6 triliun.  Tak hanya itu, untuk sektor pertambangan jumlah total emisi sebesar Rp12,2 triliun serta sektor konstruksi dengan total emisi Rp11,95 triliun. Lalu, untuk sektor pendanaan mencapai Rp 11,51 triliun.

 

 

3 dari 4 halaman

Penerbitan Baru Surat Utang Bakal Sentuh Rp 140 Triliun hingga Akhir Tahun

Sebelumnya, hingga paruh pertama 2022, PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) mencatat penerbitan baru efek bersifat utang dan sukuk (EBUS) listed mencapai Rp 69,7 triliun dengan outstanding Rp 464,9 triliun.

Berdasarkan capaian itu, penerbitan baru EBUS sampai dengan akhir tahun diperkirakan bisa mencapai Rp 140 triliun.

"Jadi kalau di-anualize, dikali dua, bisa mencapai Rp 140 triliun. Tapi ini trennya harus kita cermati ke depannya. Apakah trennya masih seperti semester I atau mungkin sedikit berbeda,” kata Direktur Utama Pefindo, Salyadi Saputra dalam media forum, Jumat (8/7/2022).

Adapun emiten penerbit EBUS listed hingga semester I 2022 yakni sebanyak 43 perusahaan. Sementara emiten outstanding EBUS listed tercatat sebanyak 137 perusahaan. Dari sisi sektornya, nilai outstanding ebus listed korporasi pada semester I 2022 didominasi oleh non institusi keuangan sebesar 53,3 persen dari total outstanding.

Sementara sisanya 44,8 persen merupakan bagian dari institusi keuangan. Lebih rinci, sektor konstruksi tercatat memiliki porsi paling besar yakni 16,2 persen, disusul perbankan sebesar 7,4 persen. Lalu sektor telekomunikasi 3 persen, properti 2,3 persen. Makanan dan minuman 2,1 persen, serta lainnya 28,1 persen. Sementara untuk sektor lembaga pembiayaan dan bank masing-masing 31,2 persen dan 9,8 persen.

"Kalau dari bank, likuiditas mereka melimpah. Sehingga keperluan untuk menerbitkan obligasi belum mendesak. Lembaga pembiayaan juga masih menggunakan internal cash flow atau kredit perbankan untuk berikan pembiayaan kepada nasabah,” ujar Salyadi.

 

 

 

4 dari 4 halaman

Pefindo: Pelemahan Rupiah Masih Minim terhadap Korporasi

Sebelumnya, PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) menjelaskan saat ini pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat masih minim terhadap korporasi. 

Ekonom Pefindo Suhindarto menilai, Bank Indonesia (BI) sudah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mengintervensi pasar serta untuk menjaga agar nilai tukar Rupiah tidak sampai terdepresiasi cukup dalam.

"Sejauh ini kami melihat bahwa memang ada risiko cukup besar kertika nilai tukar terdepresiasi, memang kita melihat Bank Indonesia sendiri sudah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mengintervensi pasar dan juga untuk menjaga agar nilai tukar kita tidak sampai terdepresiasi cukup dalam lagi," kata Ekonom Pefindo Suhindarto dalam konferensi pers, ditulis Rabu (26/10/2022).

Menurut ia, sejauh ini risiko yang dihadapi dari sisi translasi nilai tukar diperkirakan masih lebih rendah.

"Sehingga saya pikir sejauh ini risiko yang dihadapi dari sisi tranlasi nilai tukar kami perkirakan masih lebih rendah, Rupiah kita sifatnya masih lebih involatil dibanding negara lainnya sehingga akami berpandangan stabilitas nilai tukar dijaga ini meniminalisir korporasi berhutang valas," kata dia.

Sementara itu, Kepala Divisi Pemeringkatan Nonjasa Keuangan I Pefindo Niken mengatakan, terdapat sejumlah emiten yang berusaha menurunkan hutang valas untuk meminimalkan risiko yang terjadi.

"Mungkin enggak semua emiten, ada beberapa emiten yang kami cover berusaha menurunkan hutang valas yang punya pendapatan rupiah, mereka berusaha menurunkan utang valas bisa meminimalkan risiko, ada beberapa yang masih tetap memiliki risiko utang valas," ujar Niken.