Sukses

Ini Penyebab Kino Indonesia Rugi Rp 250,23 Miliar hingga Kuartal III 2022

PT Kino Indonesia Tbk (KINO) membukukan penurunan penjualan dan cetak rugi hingga kuartal III 2022.

Liputan6.com, Jakarta - Kinerja PT Kino Indonesia Tbk (KINO) merosot untuk periode sembilan bulan yang berakhir pada 30 September 2022. Pada periode tersebut, perseroan menderita rugi bersih yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp 250,23 miliar.

Berbanding terbalik dari posisi September 2021, di mana perseroan masih membukukan laba Rp 78,64 miliar. Direktur PT Kino Indonesia Tbk, Budi Muljono menjelaskan, kinerja perseroan hingga kuartal III 2022 banyak dipengaruhi kenaikan harga bahan baku.

Dari 100 bahan yang paling banyak digunakan perseroan selama Januari—September 2022, Budi mencatat kenaikannya mencapai 34 persen dibandingkan Januari tahun lalu. Di sisi lain, perusahaan tidak bisa membebankan seluruh biaya kenaikan bahan baku kepada konsumen, sehingga perseroan tetap menanggung sebagian besar beban tersebut.

"ini lebih karena bahan baku naik sangat signifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Kami melakukan kenaikan harga dan efisiensi, baik dari sisi manufacturing, proses, dan lainnya. Tapi ada limit di mana harga material itu bisa di pass on kepada konsumen, tidak mungkin semuanya di-pass on kepada konsumen,” ujar Budi dalam paparan publik perseroan, Rabu (23/11/2022).

Hingga September 2022, penjualan KINO turun 3,3 persen menjadi Rp 2,83 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 2,93 triliun. Sementara, beban pokok penjualan naik menjadi Rp 1,76 triliun dibandingkan September 2021 sebesar Rp 1,56 triliun.

Alhasil, laba kotor KINO per September 2022 turun 22,11 persen menjadi Rp 1,07 triliun dari Rp 1,38 triliun pada September 2021. Berdasarkan kinerja tersebut, gross profit margin turun menjadi 37,8 persen dari 47 persen pada periode yang sama tahun lalu.

 

2 dari 5 halaman

EBITDA Perseroan

EBITDA margin juga tergerus menjadi 0,5 persen pada September 2022 dari 11,9 persen pada September tahun lalu.

Selain kenaikan bahan baku, Budi juga mengungkapkan adanya perubahan permintaan konsumen. Sebelum pandemi, produk personal care mendominasi penjualan KINO di kisaran 50 persen, Sementara pada 2021, segmen ini turun menjadi 39 persen, dan terus mengecil hingga 33 persen per September 2022.

Sementara produk beverage semula hanya andil sekitar 40 persen, Namun pada 2021, segmen ini berkontribusi 47 persen, dan semakin tinggi mencapai 56 persen pada September 2022. Sementara untuk produk food dan farmasi masih relatif sama masing-masing di kisaran 10–12 persen dan 1–2 persen.

"Jadi sektor yang menyumbang gross margin profit tinggi masih kena hit akibat pandemi. Sedangkan sektor yang gross margin-nya lebih rendah, malah sudah all time high," tutur dia.

3 dari 5 halaman

Target Pendapatan pada 2023

Sebelumnya, PT Kino Indonesia Tbk (KINO) menargetkan pertumbuhan double digit dari sisi pendapatan untuk tahun depan. Target itu merujuk pada tren pemilihan ekonomi usai longgarnya mobilisasi masyarakat usai pandemi Covid-19. 

Direktur PT Kino Indonesia Tbk, Budi Muljono mengatakan, perseroan membidik pendapatan setidaknya dapat melampaui kisaran Rp 4 triliun yang tercatat selama pandemi.

"Kami ingin melewati apa yang menjadi tren kami selama tiga tahun terakhir selama pandemi di kisaran Rp 4 triliun. Kami harap tahun depan bisa double digit secara presentase,” kata dia dalam paparan publik perseroan, Rabu (23/11/2022).

Bersamaan dengan itu, perseroan optimis dapat kembali mencatatkan laba, didorong upaya-upaya efisiensi yang digalakkan perseroan. Sebagai informasi, sampai dengan September 2022 mencatatkan rugi Rp 245,78 miliar. Kondisi itu berbanding terbalik dari September 2021, di mana perseroan masih mencatatkan laba 82,80 miliar.

"Kami optimis tahun depan akan bisa laba bersih lagi karena dari berbagai inisiatif seperti pengurangan SKU, efisiensi backend dan lainnya, semoga tahun depan 2023 kami akan kembali meraih laba bersih,” imbuh Budi.

Di sisi lain, perseroan menyadari adanya bayangan resesi pada 2023. Meski begitu, Budi mengatakan kondisi tahun depan tak akan jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya selama pandemi Covid-19 berlangsung.

Bedanya, resesi kali ini diimbangi dengan mobilitas masyarakat yang mulai normal, sehingga perseroan menilai dampaknya akan sangat minim terhadap kinerja KINO.

“Beberapa bulan terakhir sektor pariwisata sudah dibuka. Jadi tahun depan kita optimis. Sedangkan resesi global akan pengaruhi negara seperti Eropa, dan tidak banyak berpengaruh ke lokal. Jadi kami optimis pada 2023 (lebih baik) dibandingkan 2022,” tandasnya.

 

4 dari 5 halaman

Genjot Ekspor

Sebelumnya, PT Kino Indonesia Tbk (KINO) genjot ekspansi di pasar luar negeri. Direktur PT Kino Indonesia Tbk, Budi Muljono mengatakan, bahkan perseroan membidik kontribusi penjualan di luar negeri mencapai 50 persen.

Namun, rencana itu belum akan terealisasi dalam waktu dekat, mengingat situasi saat ini yang juga masih cukup dinamis.

"Mungkin one day, tidak dalam waktu dekat, mungkin 10 tahun lagi penjualan KINO dari luar negeri bisa berkontribusi mendekati 50 persen. Tapi kalau tahun depan, kita lihat potensinya. Kalau memang krisis, negara mana yang masih potensial di mana kita bisa menanam bibitnya dulu tanpa harus spending lebih di negara-negara tersebut,” kata Budi dalam paparan publik perseroan, Rabu (23/11/2022).

Perseroan melihat pasar luar negeri cukup potensial. Sebagai gambaran, Budi membandingkan 270 juta penduduk Indonesia dengan populasi penduduk dunia yang mencapai 7 miliar. Sehingga wajar jika pasar luar negeri disebut lebih potensial.

 

 

5 dari 5 halaman

Produk Andalan

Adapun salah satu produk andalan KINO yang diterima bank oleh pasar luar negeri yakni vitamin rambut Ellips. Produk ini umum digunakan konsumen yang akrab dengan hair styling, di mana hanya sebagian kecil penduduk Indonesia yang termasuk di dalamnya.

"Kita sudah punya beberapa produk dan brand yang diterima di luar negeri, misalnya Ellips. Karena ini produk yang populer, banyak dijual dan diminati di Jepang, China, bahkan di Eropa. Jadi kami melihat LN merupakan pasar yang potensial. Jadi 7 miliar (penduduk dunia) ini menarik untuk digarap,” imbuh Budi.

Perseroan akan memantau negara-negara mana saja yang masih potensial. Jika tidak memungkinkan untuk membangun cabang atau pabrik, perseroan akan bekerja sama dengan distributor setempat yang sanggup berkomitmen untuk besarkan KINO.

Saat ini, KINO telah memiliki beberapa cabang dan distributor di banyak negara. Budi mengatakan, penjualan KINO di Asia Timur cukup kuat terutama di RRC dan Jepang. “Kami juga punya distributor di Korea, Taiwan, Hong Kong dan lainnya. Bahan di Eropa, seperti Rusia, Ukraina, Turki, Spanyol, hingga Amerika Serikat, kami juga memiliki distributornya,” ujar Budi.