Sukses

TBS Energi Bidik Produksi Batu Bara 3,5 Juta Ton pada 2023

Dari bisnis tambang batu bara, sampai dengan September 2022 produksi batu bara TBS Energi Utama (TOBA) tercatat sebesar 2,1 juta ton.

Liputan6.com, Jakarta - PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA) menargetkan produksi 3–3,5 juta ton batu bara pada 2023 Bersamaan dengan itu, harga batu bara juga diperkirakan masih cukup stabil. Meski diakui akan ada penurunan, tetapi penurunannya tidak akan signifikan.

"Target produksi untuk 2023 kurang lebih masih sama targetnya seperti di 2022 ini, antara 3—3,5 juta ton dalam  setahun. Dari segi penjualan internasional masih mirip-mirip juga dengan 2022, di mana mayoritas adalah ke Cina, India, dan Hongkong,” ujar Head of Corporate strategy & Investor Relation PT TBS Energi Utama Tbk, Nafi Sentausa dalam paparan publik perseroan, Kamis (1/12/2022).

Hingga September 2022, TBS berhasil membukukan peningkatan EBITDA hingga 217 persen didukung dengan peningkatan ASP hingga 83 persen.

Dari bisnis tambang batu bara, sampai dengan September 2022 produksi batu bara perseroan tercatat sebesar 2,1 juta ton. Naik 11 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 1,9 juta ton.

Sementara volume penjualan 1,9 juta ton, turun 10 persen dibandingkan volume penjualan pada September 2021 sebesar 2,1 juta ton.

Sementara dari perdagangan batu bara,perseroan mencatatkan volume penjualan sebesar 2,5 juta ton, naik 56 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 1,6 juta ton.

Harga jual rata-rata (ASP) pada September 2022 yakni USD 87,9 per ton, naik 36 persen dibandingkan September 2021 sebesar USD 64,7 per ton.

"Untuk negara-negara yang jadi main trading partners kita, dari segi permintaan kami melihat angkanya masih relatif stabil. Jadi dari segi harga walaupun mungkin akan ada penurunan dibanding tahun ini, tapi view kita penurunannya tidak akan signifikan,” imbuh Nafi.

 

2 dari 5 halaman

Kinerja Kuartal III 2022

Sebelumnya, PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA) mengumumkan kinerja perseroan untuk periode sembilan bulan yang berakhir pada 30 September 2022. Pada periode tersebut, perseroan berhasil mengantongi laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar USD 54,76 juta atau setara Rp 859,31 miliar (kurs Rp 15.693 per USD).

Laba itu naik 60,24 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar USD 34,17 juta. Melansir keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Sabtu (26/11/2022), raihan laba itu sejalan dengan pendapatan yang tumbuh 63,57 persen menjadi USD 469,13 juta dari USD 286,8 juta pada September 2021 sebesar USD 286,8 juta.

Beban pokok pendapatan pada September 2022 tercatat sebesar USD 360,16 juta. Naik 63,57 persen dibandingkan September 2021 sebesar USD 243,75. Meski begitu, laba kotor perseroan masih tumbuh 153,18 persen menjadi USD 108,97 juta dari USD 43,04 juta pada September 2022. Beban umum dan administrasi perseroan tercatat sebesar USD 23,14 juta, beban penjualan dan pemasaran USD 1,21 juta, rugi selisih neto kurs Rp 98,717, dan pendapatan lain-lain USD 35,51.

 

 

3 dari 5 halaman

Aset Perseroan

Dari rincian itu, perseroan memperoleh laba operasi sebesar USD 120,03 juta, naik 72,33 persen dibandingkan September 2021 sebesar USD 69,65 juta. Pada periode ini, perseroan mencatatkan pendapatan keuangan sebesar USD 3,31 juta dan beban keuangan USD 19,95 juta.

Setelah dikurangi pajak, perseroan berhasil mengukuhkan laba periode berjalan sebesar USD 83,77 juta, naik 86,36 persen dibandingkan laba periode berjalan pada September 2021 sebesar USD 44,95 juta.

Dari sisi aset TBS Energi Utama sampai dengan September 2022 tercatat sebesar USD 894,04 juta, naik dari posisi akhir tahun lalu sebesar USD 858,1 juta. Terdiri dari aset lancar USD 236 juta dan aset tidak lancar USD 658,03 juta.

Liabilitas sampai dengan September 2022 tercatat sebesar USD 474,29 juta , turun dibandingkan posisi Desember 2021 sebesar USD 503,88 juta. Terdiri dari liabilitas jangka pendek USD 122,82 juta dan liabilitas jangka panjang USD 351,47 juta. Sementara ekuitas sampai dengan September 2022 naik menjadi USD 419,75 juta dari USD 354,23 juta pada Desember 2021.

4 dari 5 halaman

TBS Energi Utama Operasikan PLTU Sulbagut 1

Sebelumnya, PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA) melalui anak usaha PT Gorontalo Listrik Perdana (GLP) mengoperasikan komersial Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Sulbagut-1.

Direktur TBS Energi Utama, Alvin F. Sunanda mengungkapkan, pada 13 April 2022 anak usaha emiten yaitu PT Gorontalo Listrik Perdana (GLP) selaku perusahaan pembangkit listrik swasta (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Sulbagut-1 telah memperoleh penetapan tanggal operasi komersial dari PT PLN (Persero).

"Berdasarkan surat tertanggal 13 April 2022 dengan nomor surat 22138/KIT.04.01/C01050000/2022 perihal pernyataan tanggal operasi komersial (COD) untuk proyek IPP Sulbagut-1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Berdasarkan Surat PLN tersebut tanggal operasi komersial yang ditentukan adalah tanggal 31 Desember 2021),” tulisnya dalam keterbukaan informasi dari Bursa Efek Indonesia, Selasa (19/4/2022).

Perolehan pernyataan tanggal operasi komersial berdasarkan surat PLN ini tidak mempengaruhi kegiatan operasional yang saat ini berjalan dan secara jangka panjang akan memperkuat kondisi keuangan serta kelangsungan usaha emiten.

Sebelumnya, TOBA menjadi salah satu perusahaan tambang batu bara yang perlahan mengubah bisnisnya menjadi energi baru terbarukan (EBT). Untuk mendukung transformasi itu, perseroan memiliki sejumlah renewable project dengan kapasitas energi hingga 918 MW.

 

 

5 dari 5 halaman

Proyek Perseroan

Head of Corporate Strategy PT TBS Energi Utama Tbk, Nafi Achmad Sentausa mengungkapkan, ada lima proyek renewable energy atau energi baru terbarukan yang ditargetkan selesai pada 2025.

"Kami 2022 merupakan tahun yang penting untuk TBS di mana kita sudah mulai konstruksi untuk proyek mini hydro di Lampung Dan kita juga targetkan untuk bisa secure project lainnya baik 2024 atau awal 2025,” kata Nafi, dalam webinar dengan PT Samuel Sekuritas ditulis Kamis, 3 Maret 2022.

Proyek-proyek tersebut yakni Hydro di Lampung, yang sebelumnya disebutkan telah mulai konstruksi dengan kapasitas 214 MW senilai USD 15–18 juta.

Kemudian di NTT ada Wind dengan kapasitas 22 MW memerlukan USD 50—66 juta dan Biomass 20 MW di NTT senilai USD 34—38 juta. Solar PV 48 MW di Kepulauan Riau membutuhkan sekitar USD 34—38 juta, dan Waste to Energy 20 MW di Sulawesi Utara diperkirakan menelan USD 136—140 juta.

Dengan demikian, keseluruhan belanja modal yang disiapkan untuk proyek-proyek itu sekitar USD 285—322 juta.

"Dari segi investasi yang dibutuhkan sekitar USD 300 juta atau sekitar Rp 4,31 triliun (asumsi kurs Rp 14.381 per dolar AS) dan untuk project cost akan didanai baik melalui ekuitas maupun debt financing,” kata Nafi.