Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah berencana memberikan subsidi pembelian kendaraan listrik. Langkah itu sekaligus menjadi upaya pemerintah untuk mengakselerasi penggunaan kendaraan listrik.
Head of Research Jasa Utama Capital Sekuritas Cheryl Tanuwijaya menilai, kebijakan tersebut dapat menjadi sentimen positif, khususnya untuk jangka pendek. Sementara ke depan, pasar masih menanti implementasi kebijakan itu.
Baca Juga
"Jika ada keberlanjutan kebijakan pemerintah, ketersediaan fasilitas, dan lainnya, maka sentimen ini akan bertahan sehingga saham-nya bisa untuk investasi. Untuk saat ini bisa hold dulu untuk SLIS dengan support dan resistennya 238-276, MCAS 8.850-9.225, INDY 2.840-3.000,” tutur Cheryl kepada Liputan6.com, ditulis Rabu (7/11/2022).
Advertisement
Dihubungi secara terpisah, Pengamat pasar modal yang juga founder Traderindo.com Wahyu Laksono menilai kebijakan subsidi kendaraan listrik dapat menjadi sentimen industri kendaraan listrik untuk jangka panjang.
Sentimen itu juga berimbas positif pada industri yang terkait dengan ekosistem kendaraan listrik, seperti untuk baterai dan komoditas penghasil bahan bakunya. Namun, perlu dicatat, prosesnya tidak akan berjalan singkat.
"Saya cenderung tertarik untuk melihat company yang secara fundamental latar belakangnya kuat karena didukung komoditas. Jadi emiten seperti ANTM, INCO, TINS, INDY, BRPT,” ungkap Wahyu.
Wahyu mencatat sejumlah perusahaan yang berpotensi tersengat sentimen positif dari subsidi kendaraan listrik. Di antaranya, PT NFC Indonesia Tbk (NFCX), Grup dari PT M Cash Integrasi Tbk (MCAS).
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual saham. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Perusahaan yang Dapat Sentimen Positif
Kemudian PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Vale Indonesia Tbk (INCO), PT Timah Tbk (TINS) dan PT Gaya Abadi Sempurna Tbk (SLIS), dan PT Barito Pacific Tbk (BRPT). Kemudian PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) dengan produk motor listrik Gesits.
PT Indika Energy Tbk (INDY) dengan produk motor listrik Alva One. Ada pula Electrum, perusahana patungan (joint venture/JV) antara PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) dan PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA).
"Untuk perusahaan, terutama yang baru yang bergerak di sektor otomotif dan produksi serta penjualan menarik untuk dikoleksi dengan perhitungan jangka pendeknya dan melihat bagaimana kinerja keuangan serta kekuatan perusahaan, tentunya yang memiliki pendapatan bagus,” pungkas Wahyu.
Advertisement
Berburu Saham di Tengah Rencana Subsidi Kendaraan Listrik
Sebelumnya, Pemerintah Indonesia berencana mengakselerasi penggunaan kendaraan listrik. Salah satu upaya yang dilakukan yakni memberikan subsidi pembelian kendaraan listrik.
Untuk sementara, pemerintah memprioritaskan konversi motor. Pemerintah diketahui berencana memberikan subsidi motor listrik mulai tahun depan dengan target 1,2 juta unit hingga 2024.
Investment Analyst dari Infovesta Capital Advisory, Fajar Dwi Alfia menilai dampak subsidi itu terhadap emiten terkait kendaraan listrik positif secara jangka pendek, atau sentimen sementara. Hal itu lantaran pemerintah masih belum jelas dalam memberikan regulasi terkait ekosistem kendaraan listrik. Namun, bukan berarti industri kendaraan listrik dalam negeri tak punya masa depan.
"Jika regulasi dan peta jalan sudah komplit mengenai ekosistem dan infrastruktur kendaraan listrik maka akan sangat menarik untuk sektor ini di masa depan,” kata fajar kepada Liputan6.com, Selasa (6/12/2022).
Dia menambahkan, untuk strategi saat ini investor bisa melakukan trading dengan memanfaatkan momentum sentimen positif seputar kendaraan listrik tersebut. Investor bisa cermati saham PT Gaya Abadi Sempurna Tbk (SLIS) yang saat ini sedang rebound dan memasuki fase uptrend awal. Investor bisa memperhatikan level support resistance di 242-290.
“Selanjutnya ada saham PT Indika Energy Tbk (INDY), yang sedang dalam fase uptrend setelah rebound beberapa hari lalu. Investor bisa cermati level support-resistance di 2.810–3.110,” imbuh dia.
Penutupan IHSG pada 6 Desember 2022
Sebelumnya, laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tersungkur sepanjang perdagangan saham Selasa, (6/12/2022). Koreksi IHSG dinilai didorong dari sentimen global terutama kebijakan moneter dari bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed).
Mengutip data RTI, IHSG anjlok 1,36 persen ke posisi 6.892,57. Indeks LQ45 merosot 1,77 persen ke posisi 961,84. Seluruh indeks acuan kompak tertekan. Pada perdagangan Selasa pekan ini, IHSG berada di level tertinggi 6.987,36 dan terendah 6.892,56. Sebanyak 461 saham melemah sehingga menekan IHSG. 122 saham menguat dan 123 saham diam di tempat. Total frekuensi perdagangan 1.294.007 kali dengan volume perdagangan 32,2 miliar saham. Nilai transaksi harian Rp 15,4 triliun. Posisi dolar Amerika Serikat terhadap rupiah di kisaran 15.611.
Mayoritas indeks sektor saham tertekan, kecuali sektor saham energi naik 0,54 persen. Sektor saham basic merosot 2,61 persen, sektor saham industri merosot 1,41 persen, sektor saham nonsiklikal turun 0,58 persen, sektor saham siklikal terpangkas 1,54 persen, dan sektor saham kesehatan melemah 1,46 persen.
Selain itu, sektor saham keuangan susut 0,76 persen, sektor saham properti terpangkas 1,62 persen, sektor saham teknologi melemah 1,54 persen, sektor saham infrastruktur terpangkas 2,83 persen dan sektor saham transportasi merosot 0,87 persen.
Advertisement