Sukses

Emiten Bank Ramai Gelar Rights Issue, Ini Prospek Sahamnya

Analis Jasa Utama Capital Sekuritas, Cheryl Tanuwijaya mengatakan, prospek saham emiten bank menarik karena langkah tersebut akan memperkuat permodalan bank.

Liputan6.com, Jakarta - Analis menilai prospek saham emiten perbankan yang melakukan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau  rights issue akhir tahun ini masih menarik.

Analis Jasa Utama Capital Sekuritas, Cheryl Tanuwijaya mengatakan, prospek saham emiten bank menarik karena langkah tersebut akan memperkuat permodalan bank.

"Prospek saham emiten bank menarik karena langkah ini (right issue) akan memperkuat permodalan bank,” kata Cheryl saat dihubungi Liputan6.com, ditulis Kamis (8/12/2022).

Untuk strategi yang bisa dilakukan, Cheryl merekomendasikan saham bank dengan valuasi yang murah dengan profitabilitas meningkat dan memiliki strategi yang inovatif untuk masa depan. 

"Strateginya pilih bank yang valuasinya murah, profitabilitas meningkat dan punya strategi yang inovatif untuk di masa depan,” kata dia. 

Sedangkan, untuk saham pilihannya, Cheryl memilih antara lain, PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN), PT Bank Ina Perdana Tbk (BINA), dan PT Bank Victoria International Tbk (BVIC).

Sementara itu, Head of Investment Information Mirae Asset Sekuritas Roger MM mengatakan, beberapa bank memang memiliki agenda right issue dalam rangka memenuhi target, seperti ketentuan OJK untuk bank digital, kemudian meningkatkan CAR dalam rangka ekspansi kredit.

"Beberapa emiten menarik dalam rangka aksi ini di antaranya PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) dan PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS),” kata Roger.

Menurut ia, kedua bank tersebut memang secara fundamental terbilang menarik, di mana BBTN kinerja laba bersih tumbuh 50 persen hingga kuartal III dan BRIS tumbuh 42 persen.

“Strategi rights issue tentunya sangat terkait dengan harga exercise (pelaksanaan) dan rasio. Biasanya harga akan mendekati exercise price menjelang cum right sehingga investor perlu mencermati,” kata dia. 

Kemudian, strategi yang tepat bagi investor salah satunya adalah menunggu hingga exercise price diumumkan dan membeli (bagi yang belum memiliki sahamnya) pada saat mendekati harga pelaksanaan.

 

 

 

2 dari 4 halaman

Penutupan IHSG pada 7 Desember 2022

Sebelumnya, laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) betah di zona merah pada perdagangan saham Rabu (7/12/2022). Mayoritas sektor saham tertekan yang dipimpin sektor saham transporasi dan teknologi.

Mengutip data RTI, IHSG anjlok 1,07 persen ke posisi 6.818,75.  Indeks LQ45 turun 1,69 persen ke posisi 945,57. Sebagian besar indeks acuan kompak tertekan. Pada Rabu pekan ini, IHSG berada di level tertinggi 6.892,66 dan terendah 6.799,30.

Sebanyak 398 saham melemah sehingga menekan IHSG. 147 saham menguat dan 164 saham diam di tempat. Total frekuensi perdagangan 1.173.229 kali dengan volume perdagangan 26,4 miliar saham. Nilai transaksi harian saham Rp 15,8 triliun. Posisi dolar Amerika Serikat terhadap rupiah di kisaran 15.617.

Mayoritas indeks sektor saham tertekan. Sementara itu,  sektor saham energi menguat 0,55 persen, sektor saham kesehatan bertambah 2,79 persen dan memimpin penguatan, serta sektor saham properti naik 0,27 persen.

Sedangkan sektor saham basic melemah 0,96 persen, sektor saham industri susut 0,10 persen, sektor saham nonsiklikal tergelincir 0,47 persen, sektor saham siklikal terpangkas 0,45 persen.

Selain itu, sektor saham keuangan terperosok 1,43 persen, sektor saham teknologi melemah 1,59 persen, sektor saham infrastruktur susut 1,08 persen dan sektor saham infrastruktur merosot 1,73 persen.

Saham PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) masih lanjutkan koreksi dan auto rejection bawah (ARB). Saham GOTO merosot 6,96 persen ke posisi Rp 107 per saham. Saham GOTO dibuka turun 8 poin ke posisi Rp 107 per saham. Total frekuensi perdagangan 9.559 kali denagn volume perdagangan 45.861.048 saham. Nilai transaksi Rp 378,8 miliar.

3 dari 4 halaman

Penutupan Bursa Saham Asia pada 7 Desember 2022

Sebelumnya, bursa saham Hong Kong turun tajam pada perdagangan Rabu, 7 Desember 2022, dan memimpin koreksi di bursa saham Asia Pasifik. Koreksi bursa saham Asia Pasifik terjadi di tengah pengumuman China longgarkan kebijakan COVID-19.

Di sisi lain, saham maskapai menguat, sedangkan saham kasino dan teknologi melemah setelah pengumuman China tersebut. Sentimen negatif terjadi seiring rilis data perdagangan China pada November 2022 lebih rendah dari yang diharapkan.

Indeks Hang Seng anjlok 3,22 persen ke posisi 18.814,82. Indeks Hang Seng teknologi terpangkas 3,77 persen. Di bursa saham China, indeks Shenzhen naik 0,17 persen ke posisi 11.418,76. Indeks Shanghai melemah 0,4 persen ke posisi 3.199,62.

Indeks Jepang Nikkei 225 merosot 0,72 persen ke posisi 27.686,40. Indeks Topix terpangkas 0,1 persen ke posisi 1.948,31. Indeks Korea Selatan Kospi terpangkas 0,43 persen ke posisi 2.382,81. Di Australia, indeks ASX 200 jatuh 0,85 persen ke posisi 7.229,40 setelah pengumuman pertumbuhan ekonomi Australia naik 0,6 persen pada kuartal III 2022.

Di sisi lain, bank sentral India umumkan kenaikan suku bunga 35 basis poin menjadi 6,25 persen.

4 dari 4 halaman

Kata Analis

Analis PT MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana menilai, pergerakan IHSG selain dipengaruhi oleh pergerakan bursa Amerika Serikat dan Asia yang bergerak koreksi, IHSG juga masih diperberat oleh pergerakan sektor saham teknologi yang masih koreksi.

"Dapat kita cermati juga GOTO masih menjadi pemberat pergerakan IHSG hari ini,” ujar dia saat dihubungi Liputan6.com.

Ia mengatakan, sentimen bom tidak terlalu berdampak terhadap IHSG. “Untuk bom kami rasa dampaknya tidak begitu signifikan,” tutur dia.

Herditya menuturkan, IHSG memasuki fase downtrend. Apalagi IHSG tembus support di 6.955 sehingga akhiri masa konsolidasi. “Ya dengan kondisi makro yang kurang baik bagi sektor teknologi dan lepas lock up period bagi GOTO dapat saja dikatakan wajar,” tutur dia.

Herditya mengatakan, rilis data makro ekonomi dalam negeri masih cenderung positif. Ini ditunjukkan dari data cadangan devisa November 2022. Posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir November 2022 sebesar USD 134,0 miliar. Cadangan devisa ini meningkat dibandingkan dengan posisi pada akhir Oktober 2022 sebesar USD 130,2 miliar.

“Dari luar negeri masih ada pelonggaran pembatasan COVID-19 di China dan ada sinyal untuk The Fed melakukan perlambatan kenaikan suku bunga,” kata dia.