Sukses

Direktur Adaro Energy Lepas Saham ADRO Rp 11,78 Miliar

Direktur PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO), Julius Aslan jual 3 juta saham ADRO.

Liputan6.com, Jakarta - Direktur PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO), Julius Aslan melepas sebagian kepemilikan saham ADRO pada 20 Desember 2022.

Mengutip keterbukaan informasi ke Bursa Efek Indonesia, Rabu (21/12/2022), Julius Aslan divestasi saham Adaro Energy Indonesia sebanyak 3 juta lembar saham. Transaksi tersebut dilakukan sebanyak dua kali secara bertahap.

Transaksi pertama, Julius menjual 2 juta saham dengan harga pelaksanaan Rp 3.930. Transaksi kedua, Julius menjual 1 juga saham dengan harga pelaksanaan Rp 3.920. Dengan demikian, transaksi penjualan saham tersebut meraup dana sebesar Rp 11,78 miliar.

"Tujuan dari transaksi investasi dengan status kepemilikan langsung,” tulis Manajemen ADRO, Rabu (21/12/2022).

Usai melakukan transaksi tersebut, Julius menggenggam 11.000.000 lembar saham ADRO. Sebelumnya, Julius menggenggam 14.000.000 lembar saham.

Pada penutupan perdagangan Selasa, 20 Desember 2022, saham ADRO merosot 1,26 persen ke posisi Rp 3.920 per saham. Saham ADRO berada di level tertinggi Rp 3.990 dan terendah Rp 3.910 per saham. Kapitalisasi pasar tercatat Rp 125,38 triliun.

Sebelumnya, dua emiten tambang masuk jajaran 10 kapitalisasi pasar terbesar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Salah satunya PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO).

Pada perdagangan Senin, 19 Desember 2022, saham PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) kembali masuk 10 emiten dengan kapitalisasi pasar terbesar di Bursa Efek Indonesia (BEI).  Saham ADRO naik 2,06 persen menjadi Rp 3.970 per saham pada 19 Desember 2022. Dengan demikian, kapitalisasi pasar saham ADRO tercatat Rp 127 triliun dan berada di posisi 10 emiten kapitalisasi pasar terbesar di BEI.

Sementara itu, saham PT Bayan Resources Tbk (BYAN) berada di posisi tiga dari 10 emiten kapitalisasi pasar terbesar di BEI. Kapitalisasi pasar BYAN tercatat Rp 472 triliun. Hal itu seiring saham BYAN menguat 1,43 persen ke posisi Rp 14.150 per saham. Total frekuensi perdagangan 2.349 kali dan volume perdagangan 11.090 saham. Nilai transaksi Rp 15,6 miliar.

 

2 dari 4 halaman

Kapitalisasi Pasar Terbesar di BEI

Adapun saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) masih tercatat di posisi pertama untuk emiten dengan kapitalisasi pasar terbesar di BEI. Kapitalisasi pasar saham BCA mencapai Rp 1.056 triliun. Disusul kapitalisasi pasar saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) atau BRI. Kapitalisasi pasar saham BRI mencapai Rp 746 triliun.

Kemudian kapitalisasi pasar BYAN tercatat Rp 472 triliun. Selanjutnya kapitalisasi pasar saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) tercatat Rp 462 triliun. Lalu kapitalisasi pasar saham PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) tercatat Rp 369 triliun. Kapitalisasi pasar saham Telkom berada di posisi lima.

Disusul PT Astra International Tbk (ASII). Kapitalisasi pasar saham ASII  tercatat Rp 231 triliun. Selanjutnya PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA).

Kapitalisasi pasar saham TPIA mencapai Rp 210 triliun. Lalu kapitalisasi pasar saham PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) tercatat Rp 180 triliun. Kapitalisasi pasar saham UNVR berada di posisi delapan dari 10 emiten berkapitalisasi pasar terbesar di BEI.

Selanjutnya saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI). Kapitalisasi pasar saham BNI mencapai Rp 174 triliun. Kemudian kapitalisasi pasar saham PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) tercatat Rp 127 triliun, dan berada di posisi 10.

Adapun pada perdagangan Senin, 19 Desember 2022, IHSG melemah 0,48 persen ke posisi 6.779,69. Volume perdagangan saham tercatat 16,78 miliar saham dan nilai transaksi Rp 10,57 triliun. Total frekuensi perdagangan 881.507 kali. Kapitalisasi pasar bursa tercatat Rp 9.290 triliun dari posisi Jumat, 16 Desember 2022 di kisaran Rp 9.331 triliun.

 

3 dari 4 halaman

Kinerja Kuartal III 2022

Sebelumnya, PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) mengumumkan kinerja keuangan perseroan untuk periode sembilan bulan yang berakhir pada 30 September 2022.

Pada periode tersebut, perseroan mencatatkan laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar USD 1,9 miliar atau sekitar Rp 29,78 triliun (kurs Rp 15.646 per USD). Laba itu naik 352,22 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar USD 420,9 juta.

Raihan laba itu sejalan dengan pendapatan usaha Adaro Energy Indonesia yang naik 130 persen menjadi USD 5,91 miliar pada September 2022 dari USD 2,57 miliar pada periode yang sama tahun lalu.

“Kenaikan pendapatan ini terutama karena kenaikan 106 persen yoy pada ASP. Cuaca buruk, keterbatasan suplai dan peristiwa geopolitik menopang harga dekat level tertinggi historis yang terjadi pada kuartal II 2022, dan dengan demikian mendukung kenaikan ASP secara yoy untuk Adaro," ungkap Presiden Direktur dan CEO Adaro Energy Indonesia, Garibaldi Thohir dalam keterbukaan informasi Bursa, Selasa, 1 November 2022.

Walaupun terjadi curah hujan yang tinggi dan tantangan pengadaan alat berat, ADRO berhasil meningkatkan produksi sebesar 14 persen menjadi 45,4 juta ton dari 39,6 juta ton pada September 2022. Peningkatan produksi mendorong kenaikan penjualan batu bara dengan porsi yang sama (14 persen) menjadi 44,2 juta ton pada September 2022 dari 38,9 juta ton pada periode yang sama tahun lalu.

Selain itu, Adaro mencatat peningkatan pengupasan lapisan penutup stabil yakni 173,5 Mbcm pada September 2022 dari 173,0 Mbcm pada September 2021, dan nisbah kupas turun 12 persen menjadi 3,82x dari 4,36x.

"Jika cuaca mendukung, nisbah kupas ini diperkirakan akan meningkat pada kuartal IV 2022, namun nisbah kupas untuk satu tahun penuh pada 2022 diperkirakan akan dicapai di bawah target yang ditetapkan sebesar 4,1x,” imbuh pria yang akrab disapa Boy Thohir itu.

 

4 dari 4 halaman

EBITDA

EBITDA operasional Adaro Energy tumbuh 231 persen yoy menjadi USD 3,79 miliar dari USD 1.15 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya. Pencapaian EBITDA operasional yang tinggi mencerminkan fluktuasi cuaca, permintaan batu bara dari pemulihan aktivitas global pasca pandemi, dan dinamika geopolitik yang mempengaruhi harga.

"Margin EBITDA operasional tetap bertahan di dekat level tertinggi di posisi 64 persen pada September 2022, atau naik melebihi 1.950 bps yoy karena permintaan tetap tinggi dan leverage operasi tetap positif,” jelas Boy.

Hingga September 2022, total aset perseroan naik 41 persen menjadi USD 10.03 miliar dari USD 7,12 miliar pada tahun sebelumnya karena kenaikan 122 persen pada kas menjadi USD 3,35 triliun. Aset lancar naik 96 persen menjadi USD 4,55 miliar dari USD 2,33 miliar pada September 2021.

Sementara aset tidak lancar naik 14 persen menjadi USD 5,48 miliar dari USD 4,79 miliar pada September 2021. Kontribusi terbesar terhadap peningkatan aset non lancar diperoleh dari investasi pada perusahaan patungan dan aset keuangan yang tersedia untuk dijual.

Total liabilitas hingga September 2022 naik 34 persen menjadi USD 3.743 dari USD 2,79 miliar karena kenaikan signifikan pada utang pajak akibat tingginya harga batu bara. Pada periode ini, utang pajak naik 296 persen menjadi USD 1,11 miliar dari USD 280 juta pada September 2021.

Hal itu mendorong kenaikan liabilitas lancar sebesar 79 persen menjadi USD 1,85 miliar dari USD 1.03 miliar pada September 2021.

Liabilitas non lancar naik 7 persen menjadi USD 1,89 miliar dari USD 1,76 miliar pada periode yang sama tahun lalu karena pembiayaan kembali terhadap pinjaman bank SIS memperoleh tenor yang lebih panjang. Seemantara total ekuitas sampai dengan September 2022 tercatat USD 6,28 miliar, atau naik 45 persen dari USD 4.32 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya.