Sukses

Tahun Baru Imlek Bakal Jadi Angin Segar Sektor Consumer Cyclical

Momen Natal dan Tahun Baru (Nataru) serta menjelang Imlek juga menjadi sentimen positif bagi sektor consumer cyclical.

Liputan6.com, Jakarta - Analis mengungkapkan, sektor saham consumer cyclical masih memiliki beragam sentimen. Hingga perdagangan Rabu, 11 Januari 2023, sektor saham consumer cyclical merosot 4,88 persen ke posisi 809,42.

Analis Jasa Utama Capital Sekuritas, Cheryl Tanuwijaya menuturkan, salah satu sentimen positif bagi sektor ini, yakni terkendalinya kasus COVID-19. Dengan begitu, mobilitas masyarakat menjadi meningkat ke tahap sebelum pandemic COVID-19.

Selain itu, momen Natal dan Tahun Baru (Nataru) serta menjelang Tahun Baru Imlek juga menjadi sentimen positif bagi sektor consumer cyclical.

"Tapi, risikonya data penjualan ritel November bertumbuh lebih rendah dari periode sebelumnya dan pertumbuhan terendah sejak November 2019," kata Cheryl saat dihubungi Liputan6.com, Rabu, 11 Januari 2023.

Cheryl mengatakan, inflasi yang berpotensi meningkat juga bisa menekan konsumsi masyarakat.

Bagi investor, saham MAPI dengan target harga Rp 1.350 per saham dan PANR dengan target harga Rp 550 per saham bisa dipertimbangkan.

Sementara itu, Research Analyst Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani mengatakan, sektor konsumen primer secara umum sangat resilient terhadap efek resesi global maupun lokal.

Hal itu disebabkan karena produk dari emiten yang berada di sektor ini umumnya masih dibutuhkan masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari. 

Menurut ia, kinerja positif sektor ini yang mencatat salah satu tingkat imbal hasil yang positif pada perdagangan Rabu, 11 Januari 2023 terjadi karena sentimen resilient. Sektor saham consumer cyclical naik 0,22 persen.

 

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual saham. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.

2 dari 5 halaman

Saham Pilihan

"Sektor ini mencatat return di top 3 berdasarkan closing price kemarin. Menurut saya, investor lebih milih menempatkan dana mereka di saham sektor ini di tengah ketidakpastian resesi global dan ketidakpastian geopolitik yang pasar sedang alami saat ini," kata dia.

Dia menyebutkan, seharusnya saham sektor ini dengan sifat bisnis yang resilient terhadap dampak resesi dan ketidakpastian geopolitik bisa bertahan kinerja positif dalam jangka menengah maupun panjang sampai dengan akhir tahun ini. 

"Menurut saya sektor konsumen primer akan menjadi salah best performer pada 2023. Ini menyebabkan investor membidik perusahaan konsumen primer tersebut," ujar dia.

Dengan demikian, Arjun merekomendasikan beli untuk saham JPFA, ICBP, dan INDF.

Bagi investor bisa membeli saham tersebut dengan target harga JPFA Rp 1.605 per saham dan harga support Rp 1.355, target harga ICBP Rp 10.600 per saham dengan harga support Rp 9.900, serta target harga INDF Rp 7.175 per saham dengan harga support Rp 6.550.

 

3 dari 5 halaman

Melihat Prospek Sektor Saham Energi di Tengah Koreksi Harga Komoditas

Sebelumnya, laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bertahan di zona merah pada perdagangan saham Kamis, 5 Januari 2023.

Mengutip data RTI, IHSG anjlok 2,34 persen ke posisi 6.653,84. Indeks LQ45 melemah 2,03 persen ke posisi 906,66. Seluruh indeks acuan kompak tertekan. Pada perdagangan Kamis pekan ini, IHSG berada di level tertinggi 6.813,42 dan terendah 6.621,98. Sebanyak 518 saham melemah sehingga menekan IHSG.

90 saham menguat dan 94 saham diam di tempat. Total frekuensi perdagangan 1.305.298 kali dengan volume perdagangan 23,1 miliar saham. Nilai transaksi harian Rp 14,2 triliun. Posisi dolar Amerika Serikat terhadap rupiah di kisaran 15.452.

Indeks sektor saham mayoritas tertekan kecuali indeks sektor saham kesehatan menguat 0,45 persen. Sementara itu, sektor saham energi anjlok 5,48 persen, dan pimpin koreksi. 

Analis Jasa Utama Capital Sekuritas, Cheryl Tanuwijaya mengatakan, saham-saham energi yang ekspansi di bidang hilirisasi masih prospektif. Tahun ini sentimen penggerak sektor saham energi, yakni permintaan komoditas energi global yang diperkirakan melemah karena potensi resesi global.

Cheryl menyebutkan, IMF juga sudah menyampaikan jika satu per tiga ekonomi global akan mengalami resesi. Bagi investor, saham ADRO, ITMG, dan INDY dapat dipertimbangkan.

Untuk saham ADRO dengan target harga Rp 3.700, ITMG dengan target harga Rp 40.300, dan INDY dengan target harga Rp 2.800.

 

 

4 dari 5 halaman

Tren Penurunan Harga Komoditas

Sementara itu, Research Analyst Henan Putihrai Sekuritas, Jono Syafei mengatakan, saham energi yang mayoritas terdiri dari saham batu bara dan migas memang pada 2023 berpotensi terkoreksi mengikuti harga komoditas batu bara dan minyak mentah yang mengalami tren penurunan pasokan dan cadangan yang meningkat.

Akan tetapi, permintaan masih lemah menjadi faktor yang mempengaruhi penurunan harga komoditas tersebut. Selain itu juga, untuk batu bara, beberapa negara telah berencana untuk mengurangi penggunaannya sebagai sumber energi.

"Untuk sektor energi sendiri yang dapat dicermati yaitu yang melakukan diversifikasi bisnis maupun hilirisasi energi, antara lain ke energi terbarukan, bisnis terkait kendaraan listrik atau yang lainnya," kata Jono.

Emiten sektor energi yang melakukan bisnis tersebut, antara lain INDY, ADMR, dan AKRA. Namun, untuk saat ini memang sebaiknya juga menunggu kondisi bursa saham stabil, karena tekanan jual yang sedang tinggi saat ini di berbagai sektor.

Research Analyst Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani mengatakan, secara fundamental emiten energi masih solid berdasarkan kinerja keuangan mereka tahun ini dibandingkan sama tahun sebelumnya (year on year).

 

5 dari 5 halaman

Prospek

Arjun menilai, jika dilihat saham sektor energi seperti ADRO, MEDC, PGAS dan lainnya masih cukup undervalued berdasarkan PER dan PBV dibandingkan sama rata-rata emiten lain yang berada di sektor energi. 

"Dilihat dari prospek sektor, sektor energi juga masih akan prospektif pada tahun ini, walaupun kenaikannya mungkin tidak akan sebesar kenaikan 2022," kata Arjun.

Analis Kiwoom Sekuritas, Abdul Azis menjelaskan, pihaknya melihat sektor energi akan cenderung melandai pada 2023. Hal ini disebabkan adanya resesi yang dapat menekan permintaan dari sektor energi. 

Di sisi lain, akan adanya pembukaan kembali ekspor batu bara Australia. Hal ini dapat mengakibatkan harga komoditas khususnya batu bara juga akan mengalami penurunan.

"Bisa diperhatikan PTBA dan ITMG tetapi saat ini bisa dilakukan wait and see terlebih dahulu jika ada pembalikan arah bisa dilakukan trading buy," ujar  dia.