Liputan6.com, Jakarta - Pekerja korporat di Starbucks harus kembali ke kantor setidaknya tiga hari seminggu pada akhir Januari 2023. Hal tersebut disampaikan CEO Interim Starbucks Howard Schultz dalam memo pada Rabu, 11 Januari 2023 saat raksasa perusahaan lain membatasi pekerjaan jarak jauh.
Karyawan berada dalam jarak perjalanan dari kantor pusat perusahaan di Seattle akan diminta untuk berada di kantor pada Selasa, Rabu dan hari lain yang akan disepakati dengan manajer. Karyawan kantor regional harus melapor ke kantor tiga hari seminggu meski memo tidak menyebutkan hari dan menentukan apa yang dianggap sebagai jarak perjalanan.
Baca Juga
Ketika Starbucks (SBUX) memulai pekerjaan hybrid pada 2022, Schultz menuturkan, karyawan “berjanji” untuk berada di kantor antara 1-2 hari dalam seminggu.
Advertisement
“Dari data badging kami, jelas sejumlah besar mitra SSC (Starbucks Support Center) tidak memenuhi janji minimal satu hari dalam seminggu. Inilah mengapa saya juga mengumumkan kebijakan ini. Ini sangat peniting untuk kesuksesan bisnis kami,” demikian mengutip dari CNN, Sabtu (!4/1/2023).
Banyak perusahaan besar telah memberlakukan aturan kembali ke kantor yang ketat setelah kerja jarak jauh menjadi hal biasa selama pandemi COVID-19.
Apple misalnya telah imbau pekerja korporatnya untuk berada di kantor minimal tiga hari dalam seminggu. Perusahaan induk Snapchat ini baru meminta karyawan kembali ke kantor 80 persen, atau setara dengan empat hari seminggu dimulai Februari 2023.
Pada Kamis, 12 Januari 2023, Wali Kota New York City Eric Adams mengeluhkan dampak pekerjaan jarak jauh terhadap ekonomi kota. Selain itu, tingkat kekosongan kantor sekarang mencapai rekor tertinggi. Hal ini menyusul lambatnya karyawan kembali ke kantor sejak awal pandemi COVID-19 pada 2020.
Dana Investasi Publik Arab Saudi Bakal Beli Saham Starbucks dari Alshaya
Sebelumnya, Saudi Arabia’s sovereign wealth fund atau dana investasi publik Arab Saudi akan membeli saham Starbucks milik konglomerat Kuwait Alshaya Group.
Dana investasi publik Arab Saudi senilai USD 620 miliar memimpin konsorsium investasi yang bersaing untuk mendapatkan saham Starbucks dan dapat mencapai mencapai kesepakatan dalam beberapa pekan ke depan. Hal itu disampaikan sejumlah sumber, dikutip dari yahoo finance, ditulis Minggu (11/7/2022).
Alshaya yang menggandeng JPMorgan Chase and Co telah indikasikan kalau nilai bisnis Starbucks tersebut USD 15 miliar atau sekitar Rp 222,49 triliun (asumsi kurs Rp 14.832 per dolar AS). Namun, calon pembeli berharap tawaran dekati sekitar USD 11 miliar atau sekitar Rp 163,16 triliun.
Tidak ada keputusan akhir yang dibuat, dan negosiasi masih bisa berlarut-larut atau gagal. Perwakilan untuk PIF dan Alshaya menolak berkomentar.
Advertisement
Tawarkan Akses
Dana investasi publik ini berinvestasi di perusahaan-perusahaan di berbagai industri sebagai bagian dari peran kunci untuk diversifikasi ekonomi dari minyak. Pada Mei 2022, dana investasi publik tersebut mendirikan Saudi Coffee Co dan akan investasikan lebih dari USD 300 juta selama 10 tahun ke depan untuk tingkatkan produksi kopi tahunan menjadi 2.500 ton dari 300 ton.
Bisnis Starbucks akan menawarkan akses instan PIF ke sekitar 1.700 gerai di 14 pasar yang menjangkau beberapa negara berkembang terbesar dari Arab Saudi hingga Turki.
Didirikan pada 1890, dan diyakini sebagai perusahaan tertua di Kuwait, Alshaya adalah salah satu operator merek ritel terbesar di Timur Tengah seperti Victoria’s Secret dan Cheesecake Factory. Jaringan kopi Starbucks yang berbasis di Seattle adalah waalaba terbesar Alshaya.
Grup ini menjalankan lebih dari 4.000 toko di seluruh wilayah, dari Dubai dengan mal yang luas hingga Tukur dan Rusia dengan total hampir 70 merek. Grup ini mempekerjakan lebih dari 50.000 orang.
COVID-19 Redam Permintaan, Jualan Starbucks hingga Adidas Anjlok di China
Sebelumnya, merk-merk global yang menjual perhiasan hingga pakaian mengalami penurunan penjualan di China, karena lockdown Covid-19 meredam permintaan konsumen di negara ekonomi terbesar kedua di dunia itu.
Dilansir dari South China Morning Post, Starbuks menjadi franchise kopi yang paling terdampak lockdown Covid-19 di China. Franchise asal Amerika Serikat itu melaporkan penurunan penjualan lebih dari 40 persen pada kuartal ketiga 2022.
Seperempat gerai Starbucks di China pun ditutup karena terdampak kebijakan nol-Covid-19, dan 940 gerai lainnya.
Kemudian ada merk fashion mewah asal Inggris, Burberry hingga Richemont dan Adidas yang masing-masing melaporkan setidaknya penurunan 35 persen dalam kuartalan terbaru mereka.
Kering, perusahaan yang menaungi Gucci, juga mengalami penurunan lebih dari 30 persen di China. Namun Yum China Holdings dan Uniqlo bernasib sedikit lebih baik, dengan penurunan masing-masing sekitar 13 persen.
Sementara itu, Apple mencatat kemajuan terbaik di antara merk-merk asing di China, dengan penjualan tergelincir hanya 1,1 persen pada kuartal ketiga 2022, meskipun perusahaan memang menawarkan penjualan langka dari beberapa produk iPhone terbaru dan aksesori terkait bulan lalu.
Meski sudah ada beberapa peningkatan permintaan sejak melonggarnya pembatasan, gejolak ekonomi di wilayah China lainnya masih dirasakan, karena masih diberlakukan aturan ketat pada aktivitas luar ruangan yang menghambat penjualan ritel.
Pimpinan Starbucks China, yakni Belinda Wong menggambarkan kuartal saat ini sebagai situasi yang cukup sulit, dengan pembatasan mobilitas dan lockdown Covid-19 diterapkan lebih cepat.
Namun, raksasa kopi global itu bersikeras bahwa mereka memiliki kepercayaan jangka panjang di China, yang merupakan pasar konsumen terbesar di dunia.
Ms Wong mengatakan dia sangat percaya diri tentang potensi pasar di China, di mana pertumbuhan akan meningkat setelah semua pembatasan terkait Covid-19 dicabut.
Advertisement