Liputan6.com, Jakarta - Bursa karbon atau carbon trading Indonesia ditargetkan meluncur pada 2024. Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI), Jeffrey Hendrik mengatakan, saat ini Bursa bersama pemangku kepentingan lain intens berkoordinasi untuk memastikan target bursa karbon untuk beroperasi pada 2024 bisa tercapai.
"Untuk persiapan bursa karbon sampai saat ini BEI terus berkoordinasi dengan OJK dan lembaga serta kementerian terkait. Kajian dan studi banding juga kita lakukan ke bursa karbon yang sudah ada baik di kawasan Asia maupun Eropa,” kata Jeffrey kepada wartawan, Senin (16/1/2023).
Baca Juga
Rencananya, implementasi perdagangan karbon akan mengacu pada sistem perdagangan karbon beberapa negara lain yang saat ini sudah berlaku. Sementara untuk pengawasan perdagangan bursa karbon di pasar modal akan dilakukan oleh OJK dengan koordinasi bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Advertisement
"Walaupun tidak kita kunjungi secara langsung, kita mempelajari bursa karbon di Korea, Inggris, Uni Eropa, juga Malaysia,” sebut Jeffrey.
Dia menambahkan, timeline persiapan bursa karbon akan disesuaikan sesuai hasil koordinasi dengan OJK dan kementerian terkait.
Selain KLHK dan OJK, Jeffrey mengatakan perdagangan karbon juga melibatkan Kementerian lain seperti Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dan Kementerian Koordinasi bidang Kemaritiman dna Investasi (Kemenkomarves).
Siapkan Infrastruktur
Sebagai informasi, telah terbit Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No 21/2022 tanggal 20 Oktober 2022 tentang tata laksana penerapan nilai ekonomi karbon.
Pada pasal 27, beleid itu menyatakan bahwa penyelenggara bursa karbon adalah bursa efek atau penyelenggara pasar yang telah mendapat izin usaha dari otoritas sektor jasa keuangan. Untuk itu, OJK juga telah menyiapkan infrastruktur pengaturannya yang terkait dengan kelembagaan dan juga operasional penyelenggaraan bursa karbon.
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Inarno Djajadi memperkirakan bursa karbon akan dapat diluncurkan paling cepat pada 2024 dan paling lambat pada 2025.
"Bursa karbon, saat ini kami melakukan koordinasi dengan KLHK, dan Kemenko Marinves. Untuk live nya dari pemerintah dari KLHK baru 2024-2025, kita tentunya saat ini sudah melakukan kajian untuk mempersiapkan hal tersebut dan juga per 15 Desember kemarin UUP2SK terkait bursa karbon," kata Inarno.
Advertisement
OJK Siap Dukung Penyelenggaraan Bursa Karbon
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus menyiapkan penyelenggaraan bursa karbon untuk mendukung inisiatif Pemerintah menetapkan harga karbon dalam upaya mengatasi perubahan iklim.
"OJK bersama industri jasa keuangan siap mendukung inisiatif ini," ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar dalam seminar internasional “Carbon Trading: The Journey to Net Zero” sebagai rangkaian kegiatan peringatan 45 tahun diaktifkannya kembali Pasar Modal Indonesia di Jakarta, Selasa, 27 September 2022, dikutip dari keterangan tertulis, Kamis (29/9/2022).
Mahendra menuturkan, penetapan harga karbon yang diinisiasi oleh Pemerintah dapat memberikan insentif untuk mengurangi emisi dan disinsentif bagi perusahaan yang memproduksi lebih dari batas yang ditoleransi.
Mahendra juga mengatakan dengan kondisi geografis Indonesia yang memiliki hutan tropis terbesar ketiga di dunia, Indonesia bisa memiliki banyak keuntungan dari perdagangan emisi karbon global.
"Di sinilah Indonesia dapat melangkah dan memanfaatkan keunggulannya sebagai pemimpin untuk menggunakan inisiatif bursa karbon dalam memberikan alternatif pembiayaan bagi sektor riil,” ujar Mahendra.
Dia menuturkan, dengan hutan tropis seluas 125 juta hektar, Indonesia diperkirakan mampu menyerap 25 miliar ton karbon, belum termasuk hutan bakau dan gambut, sehingga diperkirakan bisa menghasilkan pendapatan senilai 565,9 miliar dolar AS dari perdagangan karbon.
Butuh Kerangka Regulasi
Untuk mendukung peluang itu, menurut Mahendra dibutuhkan kerangka regulasi yang jelas mengatur mengenai kewenangan dan pengoperasian bursa karbon, baik untuk perdagangan dalam negeri maupun luar negeri.
"Kita juga harus memastikan perangkat infrastruktur tidak hanya fit tetapi juga lengkap mulai dari infrastruktur primer, sekunder dan pasar sehingga dapat mendukung beroperasinya bursa karbon, serta mekanisme pengawasan yang sesuai untuk pasar karbon agar selaras dengan target nasional yang ditetapkan dalam Nationally Determined Contribution (NDC),” tutur Mahendra.
OJK berharap regulasi terkait payung hukum mengenai otoritas penyelenggaraan dan operasional perdagangan karbon khususnya melalui bursa karbon dapat segera diterbitkan sehingga dapat mempercepat tujuan pencapaian NDC Indonesia serta target implementasi net zero emission pada 2060.
Selain Mahendra, hadir sebagai pembicara adalah Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Laksmi Dewanti dan Direktur Eksekutif Abu Dhabi Global Market’s Financial Services Regulatory Authority Simon O’Brien.
Advertisement