Liputan6.com, Jakarta - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) merupakan Bank BUMN (Badan Usaha Milik Negara) pertama yang menjadi perusahaan publik setelah mencatatkan saham di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya pada 1996.
Berdasarkan kapitalisasi pasar Bursa Efek Indonesia (BEI), per 25 Januari 2023, kapitalisasi pasar saham BNI mencapai Rp 169,24 triliun. Posisi kapitalisasi pasar BNI berada di posisi 9 dari 10 emiten kapitalisasi pasar terbesar di BEI.
Baca Juga
Seiring kapitalisasi pasar terbesar, menarik untuk mengenal lebih dalam profil salah satu bank yang terbesar di Indonesia. Melansir laman resminya, Rabu (25/1/2023), BNI pada awalnya didirikan di Indonesia sebagai Bank sentral dengan nama “Bank Negara Indonesia” berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 tahun 1946 tanggal 5 Juli 1946.
Advertisement
Kemudian, berdasarkan Undang-Undang No. 17 tahun 1968, BNI ditetapkan menjadi “Bank Negara Indonesia 1946”, dan statusnya menjadi Bank Umum Milik Negara. Selanjutnya, peran BNI sebagai Bank yang diberi mandat untuk memperbaiki ekonomi rakyat dan berpartisipasi dalam pembangunan nasional dikukuhkan oleh UU No. 17 tahun 1968 tentang Bank Negara Indonesia 1946.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 1992, tanggal 29 April 1992, telah dilakukan penyesuaian bentuk hukum BNI menjadi Perusahaan Perseroan Terbatas (Persero). Penyesuaian bentuk hukum menjadi Persero, dinyatakan dalam Akta No. 131, tanggal 31 Juli 1992, dibuat di hadapan Muhani Salim, S.H., yang telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No. 73 tanggal 11 September 1992 Tambahan No. 1A.
BNI merupakan Bank BUMN (Badan Usaha Milik Negara) pertama yang menjadi perusahaan publik setelah mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya pada 1996.
Untuk memperkuat struktur keuangan dan daya saingnya di tengah industri perbankan nasional, BNI menggelar sejumlah aksi korporasi, antara lain proses rekapitalisasi oleh Pemerintah pada 1999, divestasi saham Pemerintah pada 2007, dan penawaran umum saham terbatas pada 2010.
Bank Nasional Terbesar ke-4 di Indonesia
Untuk memenuhi ketentuan Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tanggal 16 Agustus 2007 tentang Perseroan Terbatas, Anggaran Dasar BNI telah dilakukan penyesuaian.
Penyesuaian tersebut dinyatakan dalam Akta No. 46 tanggal 13 Juni 2008 yang dibuat di hadapan Fathiah Helmi, S.H., notaris di Jakarta, berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa tanggal 28 Mei 2008 dan telah mendapat persetujuan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, dengan Surat Keputusan No. AHU-AH.01.02-50609 tanggal 12 Agustus 2008 dan telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No. 103 tanggal 23 Desember 2008 Tambahan No. 29015.
Perubahan terakhir Anggaran Dasar BNI dilakukan antara lain tentang penyusunan kembali seluruh Anggaran Dasar sesuai dengan Akta No. 35 tanggal 17 Maret 2015 Notaris Fathiah Helmi, S.H. telah mendapat persetujuan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, dengan surat keputusan No. AHU-AH.01.03-0776526 tanggal 14 April 2015.
Saat ini, 60 persen saham-saham BNI dimiliki oleh Pemerintah Republik Indonesia, sedangkan 40 persen sisanya dimiliki oleh masyarakat, baik individu maupun institusi, domestik dan asing.
Sementara itu, BNI kini tercatat sebagai Bank nasional terbesar ke-4 di Indonesia, dilihat dari total aset, total kredit maupun total dana pihak ketiga.
Dalam memberikan layanan finansial secara terpadu, BNI didukung oleh sejumlah perusahaan anak, yakni Bank BNI Syariah, BNI Multifinance, BNI Sekuritas, BNI Life Insurance, BNI Ventures, BNI Remittance dan Bank Mayora.
Advertisement
Jejak Langkah BNI
Berdirinya PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk sebagai bank pertama milik Negara, berfungsi sebagai bank sentral dan bank umum pada 1946.
Pada 1950, BNI sebagai bank pembangunan dan diberikan hak untuk bertindak sebagai bank devisa.Lalu, pada 1955, BNI diubah menjadi bank umum dan membuka cabang pertama di luar negeri yang terletak di Singapura.
Sedangkan, pada 1960, BNI mendukung perekonomian Indonesia dan memperkenalkan berbagai layanan perbankan seperti Bank Terapung dan Bank Keliling.
Pada 1968, Sebagai bank umum dengan nama "Bank Negara Indonesia 1946", BNI mendapatkan tugas memperbaiki ekonomi rakyat Indonesia serta berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional dengan memberdayakan berbagai sektor industri di Indonesia.
Lalu, pada 1986 BNI melaksanakan restrukturisasi operasional dan pembenahan korporasi, termasuk menyusun visi dan misi serta Performance Improvement Program (PIP).
Peluncuran logo baru BNI berupa "bahtera berlayar di tengah samudera" sebagai cerminan dan ungkapan harapan Bank pada 1989
Awalnya, bentuk hukum BNI diubah menjadi PT (Persero) sejalan dengan ketentuan Undang-Undang Perbankan pada 1992.
BNI menawarkan saham perdana kepada masyarakat dan mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya pada 1996. Hal ini menjadikan BNI sebagai bank pemerintah pertama yang menjadi perusahaan terbuka.
Krisis moneter melanda Asia dan Indonesia. Sebagaimana bank-bank lain, BNI juga terkena dampak negatif krisis tersebut, hal ini tercermin dari menurunnya indikator kinerja finansial pada 1997.
BNI memperoleh tambahan modal dari Pemerintah melalui program Rekapitalisasi Perbankan. BNI berhasil memperoleh Sertifikat ISO 9002 sebagai pengakuan standar kualitas yang meliputi Unit Pemrosesan Bersama (UPB) pada 1999.
Memasuki 2004, BNI meluncurkan logo dan identitas korporat baru sejalan dengan upaya membangun citra Bank yang kokoh dalam menghadapi persaingan.
BNI menerbitkan saham baru yang dicatatkan di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya bersamaan dengan program divestasi saham pemerintah pada 2007. Selesainya kedua program tersebut, kepemilikan publik meningkat menjadi 23,64 persen.
Pada 2008, di bawah tim Manajemen yang baru, BNI melangkah meningkatkan nilai di tengah tantangan krisis ekonomi global, dengan memperkuat landasan finansial melalui lima strategi utama, yaitu kecukupan pencadangan kerugian, peningkatan kualitas aktiva, fokus pada profitabilitas, menciptakan model bisnis yang berkelanjutan, serta mempertahankan struktur biaya yang efisien.
Jejak Aksi Korporasi BNI
Pemegang saham BNI menyetujui untuk memisahkan Unit Usaha Syariah BNI menjadi entitas bisnis yang independen pada 2009.
Selain itu, BNI menerbitkan saham baru melalui Penawaran Umum Terbatas (Rights Issue) sehingga kepemilikan publik meningkat menjadi 40 persen pada 2010.
BNI menerbitkan Global Bond melalui kantor cabang London senilai USD500 juta. Global Bond ini didaftarkan pada Bursa Efek Singapura pada 2012.
Pada 2013, BNI melakukan kemitraan strategis dengan Sumitomo Life Insurance Company yang membeli saham baru yang diterbitkan PT BNI Life Insurance senilai Rp4,2 triliun.
Tak hanya itu, pada 2014, laba bersih BNI untuk pertama kalinya menembus angka dua digit (Rp10,8 triliun), sebagai salah satu hasil program transformasi BNI yang dilakukan sejak 2008.
Dalam rangka menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan usaha yang dinamis, memenuhi kebutuhan seluruh pemangku kepentingan, dan menyelaraskan dengan regulasi terkait pengelolaan konglomerasi lembaga keuangan, BNI melakukan restatement visinya "Menjadi Lembaga Keuangan yang Unggul dalam Layanan dan Kinerja". Hal itu dilakukan pada 2015.
Untuk kedua kalinya BNI mencatatkan laba double digit sebesar Rp11,4 triliun pada 2016 dengan fundamental yang lebih baik, ditunjukan dengan coverage ratio mencapai 146 persen dan CAR sebesar 19,4 persen.
Penerbitan Obligasi Berkelanjutan I BNI Tahap I Tahun 2017 dengan nilai Rp3 triliun jangka waktu 5 tahun dengan kupon sebesar 8 persen per annum. Obligasi BNI diterbitkan pada 11 Juli 2017 dan listing di BEI pada 12 Juli 2017.
Penerbitan Medium Term Notes (MTN) Subordinasi I BNI Tahun 2018 dengan nilai Rp100 miliar jangka waktu 5 tahun dengan tingkat bunga tetap sebesar 8 persen per annum. MTN telah dicatat oleh OJK dengan tanggal efektif 8 Juni 2018.
Advertisement
Kinerja Keuangan 2022, BNI Cetak Laba Tertinggi Sepanjang Sejarah
Sebelumnya, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) atau BNI berhasil menutup 2022 dengan mencetak kinerja impresif dan melampaui konsensus pasar. Hal ini tercermin dari laba bersih konsolidasi yang tercatat Rp 18,31 triliun, tumbuh signifikan 68 persen Year-on-Year (YoY), dan merupakan perolehan laba bersih tertinggi sepanjang sejarah BNI.
"Kinerja yang prima ini terwujud melalui kerja keras seluruh insan BNI dalam menjalankan kebijakan strategis yang ditetapkan, di tengah periode pemulihan ekonomi 2022 serta upaya memastikan agenda transformasi perusahaan terus berjalan sesuai dengan blueprint," kata Direktur Utama BNI, Royke Tumilaar dalam Public Expose Full Year 2022 BNI, Selasa (24/1/2023).
Total kredit yang disalurkan pada 2022 telah mencapai Rp 646,19 triliun, tumbuh di atas target awal perusahaan yaitu mencapai 10,9 persen YoY, diikuti dengan Net Interest Margin (NIM) yang terjaga di posisi 4,8 persen. Pertumbuhan kredit yang sehat ditopang oleh ekspansi bisnis dari debitur top-tier dan bisnis turunannya yang berasal dari value chain debitur.
Dari sisi likuiditas, BNI berhasil mencatatkan pertumbuhan Current Account Saving Account (CASA) yang kuat sebesar 10,1 persen YoY, yang dihasilkan dari strategi perseroan untuk membangun transaction-based CASA, melalui penyediaan solusi keuangan dan transaksi yang komprehensif dan reliable.
Pertumbuhan fee-based income (FBI) pun tercatat sebesar 8,7 persen YoY menjadi Rp 14,8 triliun. Hal ini dicapai dengan melakukan pergeseran pola pertumbuhan FBI untuk mendukung upaya pemerintah dalam menurunkan biaya transfer melalui program BI Fast sejalan dengan trend menurunnya transaksi transfer antar bank.
"BNI secara inovatif berhasil menumbuhkan pendapatan non bunga yang memberi value-added bagi nasabah. Contohnya di retail banking, fitur billpayment atau pembayaran tagihan saat ini berkontribusi lebih dari Rp 300 miliar ke pendapatan, atau tumbuh 18 persen YoY," beber Royke.
Selain itu, di segmen Business Banking, BNI semakin aktif dalam memfasilitasi sindikasi dan mampu berkontribusi hampir Rp 1 triliun ke pendapatan non bunga, atau naik 100 persen dibandingkan tahun lalu.
Restrukturisasi Kredit
Hasil kinerja yang positif ini berdampak pada Pre-provisioning Operating Profit (PPOP) yang dibukukan sebesar Rp 34,4 triliun atau tumbuh 10,8 persen YoY. Selain itu, upaya perbaikan kualitas kredit melalui kebijakan perkreditan yang efektif mampu menekan rasio NPL sebesar 90 basis poin (bps) secara tahunan menjadi 2,8 persen.
Jumlah kredit yang direstrukturisasi dengan stimulus Covid juga terus menurun nilainya menjadi Rp 49,6 triliun atau setara dengan 7,8 persen dari total kredit.
Penurunan di kuartal lalu terutama berasal dari sektor-sektor yang paling terdampak pandemi seperti restoran, hotel, tekstil dan konstruksi, hal ini mengindikasikan bahwa bisnis debitur di sektor tersebut mulai kembali pulih.
Tren positif pada kualitas aset ini juga mendorong pembentukan beban CKPN menjadi lebih rendah sehingga Cost of Credit membaik dari 3,3 persen di tahun sebelumnya menjadi 1,9 persen.
"Pertumbuhan PPOP yang kuat dan diikuti dengan perbaikan kualitas aset ini membuat kami mampu menutup 2022 dengan capaian yang menggembirakan. Laba bersih ini adalah tertinggi sepanjang sejarah dan berada di atas ekspektasi pasar," kata Royke.
Advertisement