Liputan6.com, Jakarta - PT Vale Indonesia Tbk (INCO) atau PT Vale didirikan pada Juli 1968 dengan nama PT International Nickel Indonesia.
Pada tahun yang sama, PT Vale dan Pemerintah Indonesia menandatangani Kontrak Karya (KK) yang merupakan lisensi dari Pemerintah Indonesia untuk melakukan eksplorasi, penambangan dan pengolahan bijih nikel. Sejak saat itu PT Vale memulai pembangunan smelter Sorowako, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Baca Juga
Melalui Perjanjian Perubahan dan Perpanjangan yang ditandatangani pada Januari 1996, KK tersebut telah diubah dan diperpanjang masa berlakunya hingga 28 Desember 2025.
Advertisement
Pada Oktober 2014, PT Vale dan Pemerintah Indonesia mencapai kesepakatan setelah renegosiasi KK dan berubahnya beberapa ketentuan di dalamnya termasuk pelepasan areal KK menjadi seluas hampir 118.435 hektar.
Ini berarti luasan areal KK telah berkurang hingga hanya 1,8 persen dari luasan awal yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia pada saat penandatanganan KK 1968 seluas 6,6 juta hektar di bagian timur dan tenggara Sulawesi akibat serangkaian pelepasan areal KK.
IPO
Perusahaan tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Mei 1990. Dalam rangka penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO), perseroan melepas 49,68 juta saham dengan nilai nominal Rp 25 per saham. Harga penawaran dipatok sebesar Rp 9.800 per saham. Dengan demikian, perseroan saat itu memperoleh Rp 486,88 miliar dari IPO. Adapun total saham saat itu sebesar 248.408.468 lembar saham.
Pada Agustus 2004, perseroan melakukan pemecahan nilai nominal saham (stock split) dengan rasio 1:4. Artinya, tiap satu lembar saham lama akan mendapat empat lembar saham baru. Dengan demikian, saham beredar 993.633.872 dengan nilai nominal Rp 250 dairi sebelumnya 1.000 per saham.
Kinerja Vale Indonesia
INC kembali melakukan aksi serupa pada 2008 dengan rasio 1:10. Sehingga total saham beredar sejak sata itu menjadi 99.36.338.720 lembar dengan nilai nominal menjadi Rp 25 per saham.
Melansir data RTI, saham INCO ditutup naik 0,70 persen ke posisi 7.200 pada perdagangan akhir pekan lalu, Jumat 11 2023. Dalam sepakan, harga saham INCO turun 2,37 persen. Sedangkan dalam satu tahun terakhir, harga saham INCO naik 53,19 persen. Kapitalisasi pasar saat ini tercatat sebesar Rp 71,54 triliun.
PT Vale Indonesia merupakan bagian dari Vale SA, perusahaan multinasional asal Brazil di bidang logam dan tambang. Adapun Vale Canada Limited yang merupakan bagian dari Vale Base Metals, dan merupakan produsen nikel kedua terbesar di dunia.
Pemegang saham mayoritas INCO saat ini dimiliki oleh Vale Canada Limited dengan porsi 43,79 persen. Disusul PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) sebesar 10 persen dan Sumitomo Metal Mining Co., Ltd., 15,03 persen. Sisanya sebesar 21,18 persen merupakan kepemilikan publik.Kinerja Hingga September 2022, INCO mencatatkan pendapatan sebesar USD 873,78 juta, naik 27,29 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar USD 686,43 juta.
Dari raihan itu, perseroan berhasil mengukuhkan laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar USD 168,39 juta, naik 37,97 persen dibandingkan periode yang sama pada 2021 sebesar USD 122,94 juta.
Jumlah aset INCO per 30 September 2022 sebesar USD 2,65 miliar, naik dari 31 Desember 2021 yang berjumlah USD 2,47 miliar. Liabilitas per 30 September 2022 naik menjadi USD 332,57 juta, dari sebelumnya USD 318,36 juta pada 31 Desember 2021. Sedangkan jumlah ekuitas mencapai USD 2,32 miliar per 30 September 2022, meningkat dari USD 2,15 miliar per 31 Desember 2021.
Advertisement
Vale Indonesia Bangun Pabrik Green Smelter Pertama Pakai Sumber Energi Gas Alam
Sebelumnya, PT Vale Indonesia Tbk (PT Vale) dan PT Bahodopi Nickel Smelting Indonesia (PT BNSI) meresmikan pembangunan proyek pertambangan dan pengolahan nikel rendah karbon terintegrasi di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah.
Adapun perseroan juga melaksanakan peletakan batu pertama sekaligus untuk lokasi pertambangan dan juga untuk pabrik pengolahan nikel. Lokasi pertambangan berada di Kecamatan Bungku Timur dan Bahodopi, lokasi pabrik pengolahan berada di Desa Sambalagi Kecamatan Bungku Pesisir.
Smelter yang akan dibangun di Sambalagi akan menggunakan teknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF). Didukung sumber listrik dari gas alam, akan menjadi pabrik yang andal, hemat energi, dan ramah lingkungan.
Pembangkit listrik gas alam akan menjadi kontributor utama untuk mengurangi emisi karbon dari keseluruhan operasi proyek ini. Pengurangan emisi karbon telah menjadi bagian dari peta jalan keberlanjutan PT Vale, dengan target pengurangan emisi karbon hingga 33 persen pada 2030. PT Vale Indonesia dan mitra mengalokasikan total biaya investasi hingga Rp37,5 triliun dengan kapasitas produksi 73 ribu ton per tahun.
Dukung Rantai Pasokan Domestik
CEO dan Presiden Direktur PT Vale, Febriany Eddy menuturkan, kehadiran proyek Morowali ini adalah representasi komitmen perseroan menjadi produsen nikel yang andal dan berkelanjutan bagi Indonesia dengan jejak karbon terendah.
"Kami akan membawa menyukseskan program hilirisasi pemerintah, kami juga ingin berkontribusi untuk masyarakat dan bumi kita,” ujar Febriany, dalam keterangan resmi, dikutip Minggu (12/2/2023).
Presiden Komisaris PT Vale dan Wakil Presiden Eksekutif bisnis Base Metal Vale, Deshnee Naidoo menambahkan, peletakan batu pertama ini memperkuat komitmen kuat perseroan kepada rakyat Indonesia sambil terus mendorong kemajuan dengan akselerasi yang dilakukan melalui jalur pertumbuhan bernilai miliaran dolar Amerika Serikat.
“Bersama dengan mitra kami yang terhormat, kami bersemangat untuk mewujudkan proyek pertumbuhan yang kritikal yang akan menghasilkan produksi nikel rendah karbon dengan aman dan berkelanjutan serta mendukung rantai pasokan domestik untuk bahan transisi energi dan kendaraan listrik,” kata dia.
Advertisement