Sukses

Wall Street Tersungkur Setelah Data Inflasi Lebih Tinggi, Indeks Nasdaq Alami Koreksi Terbesar

Wall street anjlok pada perdagangan saham Jumat, 24 Februari 2023 usai rilis data inflasi menunjukkan kenaikan harga lebih kuat. Indeks Nasdaq alami penurunan terbesar.

Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street merosot pada perdagangan saham Jumat, 24 Februari 2023. Koreksi wall street jelang akhir pekan membawa kinerja mingguan terburuk pada 2023 setelah pengukur inflasi pilihan the Federal Reserve (the Fed) atau bank sentral AS menunjukkan kenaikan harga lebih kuat dari perkiraan bulan lalu.

Dikutip dari CNBC, Sabtu (25/2/2023), indeks Dow Jones anjlok 336,99 poin atau 1 persen menjadi 32.816,92. Indeks Dow Jones sempat turun 1,54 persen pada awal sesi perdagangan. Indeks S&P 500 terpangkas 1 persen ke posisi 3.970,04. Indeks Nasdaq merosot 1,7 persen ke posisi 11.394,94.

Rata-rata indeks acuan akhiri pekan ini dengan kerugian terbesar pada 2023. Indeks S&P 500 terpangkas 2,7 persen menandai pekan terburuk sejak 9 Desember 2022. Indeks Dow Jones melemah hampir 3 persen pekan ini, penurunan minggu keempat berturut-turut. Indeks Nasdaq melemah 3,3 persen, dan mencetak koreksi selama dua minggu dalam tiga minggu.

Saham Boeing merosot lebih dari 4 persen setelah perusahaan untuk sementara penghentikan pengiriman 787 Dreamliner karena masalah badan pesawat. Saham Microsoft dan Home Depot masing-masing merosot 2,2 persen dan 0,9 persen.

Indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi inti, pengukuran inflasi yang disukai the Fed naik 0,6 persen pada Januari 2023, dan 4,7 persen dari tahun sebelumnya, berada di atas harapan ekonom.

Laporan tersebut menambah kekhawatiran the Fed mungkin harus mempertahankan suku bunga lebih tinggi lebih lama untuk mengatasi tekanan inflasi.

Chief Investment Strategist Charles Schwab, Liz Ann Sonders menuturkan, ada lebih banyak penurunan pasar selain angka inflasi.

“Alasan lain mengapa pasar mengalami masalah, saya pikir bukan hanya karena inflasi yang lebih panas atau kekhawatiran the Fed harus tetap lebih ketat lebih lama,” ujar Sonders.

 

2 dari 4 halaman

Inflasi Masih Jadi Sorotan Pelaku Pasar

Ia menambahkan, ada banyak spekulasi yang kembali muncul, buih spekulatif.  “Pasar cenderung bergerak dengan cara melawan ketika sentimen menjadi terlalu “berbusa”. Jadi saya pikir beberapa langkah ada hubungannya dengan sentimen. Bukan hanya kekuatan makro ini,” ia menambahkan.

Ahli strategi percaya inflasi tidak dapat turun tanpa penurunan ekonomi yang lebih luas. “Saya pikir sesuatu harus diberikan baik secara luas dalam ekonomi atau lebih khusus lagi di pasar tenaga kerja, untuk menghilangkan inflasi secara sempurna,” kata Sonders.

Ia mengatakan, tanpa pukulan yang sepadan terhadap ekonomi dan pasar tenaga kerja, itu akan menjadi beban.

Analis Baird Ross Mayfield menuturkan, pasar saat ini mengalami efek dari “terlalu banyak kabar baik sekaligus”. Dengan inflasi yang tetap panas dan the Fed akan melanjutkan kenaikan suku bunga. Mayfield menyarankan investor untuk mengendalikan apa yang dapat dikendalikan.

“Pertama otomatis dengan dollar cost averaging (berinvestasi dalam interval yang dijadwalkan secara teratur) adalah cara yang bagus untuk mengetahui kinerja yang lebih baik di pasar yang bergejolak,” kata Mayfield.

Kedua, ia menuturkan, untuk meninjau kembali alokasi untuk memastikan investor melakukan diversifikasi dengan baik dan sesuai rencana.

3 dari 4 halaman

Penutupan Wall Street 23 Februari 2023

Sebelumnya, bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street menguat pada perdagangan saham Kamis, 23 Februari 2023 di tengah perdagangan yang bergejolak. Hal ini seiring investor tetap khawatir dengan jalur kenaikan suku bunga the Federal Reserve (the Fed).

Dikutip dari CNBC, Jumat (24/2/2023), pada penutupan perdagangan wall street, indeks S&P 500 menguat 0,53 persen ke posisi 4.012,32 dan hentikan penurunan beruntun dalam empat hari. Indeks Dow Jones bertambah 108,82 poin atau 0,33 persen ke posisi 33.153,91. Indeks Nasdaq naik 0,72 persen ke posisi 11.590,40.

Rata-rata indeks acuan di wall street masih dalam tren koreksi pada pekan ini. Indeks S&P 500 berada di jalur untuk kinerja mingguan terburuk sejak 16 Desember 2022.

The Fed menjadi titik fokus bagi investor pekan ini sejak peluncuran risalah pertemuan terbarunya. Pembuat kebijakan mengindikasikan inflasi "tetap jauh di atas” target dua persen bank sentral. Hal ini bahkan ketika data telah menunjukkan pengurangan yang disambut baik dalam laju kenaikan harga bulanan.

Head of Core Fixed Income North America Insight Investment, Brendan Murphy menuturkan, resesi tidak diperlukan untuk mencapai target inflasi dua persen the Fed.

“Sementara resesi hampir pasti akan mempercepat kembalinya inflasi ke target, itu tidak boleh dianggap sebagai kondisi yang diperlukan. Meski kami telah melihat peningkatan yang signifikan dalam realisasi inflasi selama 6 bulan terakhir,” ujar Murphy dikutip dari CNBC.

Ia menambahkan, hal ini sebagian besar didorong oleh efek dasar dan normalisasi rantai pasokan yang sedang berlangsung. "Kita sedang berada dalam periode pertumbuhan rendah dan inflasi moderat,” ujar dia.

 

4 dari 4 halaman

Investasi di Amerika Serikat

Namun, Murphy menuturkan, pertanyaan besar adalah seberapa jauh inflasi dapat turun di lingkungan seperti itu. Ada kemungkinan jika tekanan pasokan terus mereda dalam periode pertumbuhan di bawah tren, inflasi pada akhirnya akan kembali ke target the Fed.

“Namun, periode pertumbuhan di bawah tren ini mungkin perlu cukup lama, itulah sebabnya the Fed berbicara tentang mempertahankan suku bunga terbatas untuk jangka waktu lama,” kata dia.

Sementara itu, Pendiri dan Chief Investment Officer Hayman Capital Management, Kyle Bass menuturkan, investor harus investasi di AS daripada pasar internasional.

“Eropa salah mengatur transisi energi mereka dengan sangat buruk. Saya pikir dalam dua tahun ke depan, kita akan melihat negara-negara seperti Jerman yang rata-rata membelanjakan kurang dari 1 persen PDB untuk energi, angka itu bisa mencapai 8-9 persen PDB,” tutur Bass.

Bass menambahkan, Eropa berada dalam masa kelam selama 10-15 tahun ke depan.”Saya tidak dapat membayangkan di luar perdagangan, membeli Eropa dan menjualnya dengan cepat. Saya akan terus investasi di Amerika Serikat,” kata dia.