Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street bervariasi pada perdagangan saham Rabu, 1 Maret 2023. Pelaku pasar berjuang untuk memulihkan pijakan setelah kinerja saham yang lesu dan kenaikan imbal hasil obligasi.
Dikutip dari CNBC, Kamis (2/3/2023), penutupan perdagangan wall street, indeks S&P 500 melemah 0,47 persen menjadi 3.951,39. Indeks Nasdaq tergelincir 0,66 persen ke posisi 11.379,48. Indeks Dow Jones mendatar hanya naik 5,14 poin ke posisi 32.661,84.
Baca Juga
Pergerakan wall street terjadi seiring kenaikan hasil imbal obligasi masih berlanjut. Imbal hasil obligasi bertenor 10 tahun mencapai 4 persen untuk pertama kalinya sejak November 2022. Imbal hasil obligasi AS tenor 1 tahun naik di atas 5 persen.
Advertisement
Presiden the Federal Reserve (the Fed) Minneapolis Neel Kashkari menuturkan, kalau pihaknya terbuka untuk kemungkinan kenaikan suku bunga yang lebih besar pada pertemuan kebijakan the Fed bulan ini. “Apakah itu 25 atau 50 basis poin, tetapi belum mengambil keputusan,” kata dia, dikutip dari CNBC.
Sementara itu, Direktur Bank Wealth Management, William Northey menuturkan, saat ini berada dalam periode pemangkasan antara bank sentral yang menghentikan siklus kenaikan suku bunga dan melihat apa dampak kenaikan itu terhadap ekonomi riil.
“Kinerja untuk dua bulan pertama tahun ini terutama dipengaruhi oleh perubahan marjinal dalam ekspektasi jalur kebijakan moneter yang tepat pada 2023,” kata dia.
Ia menuturkan, pihaknya mengantisipasi lingkungan lebih baik untuk obligasi tetapi mengharapkan volatilitas dua sisi yang sedang berlangsung untuk saham global dan Amerika Serikat. Hal ini karena pasar mengukur kesehatan konsumen dan aktivitas perusahaan.
Sentimen pasar saham awalnya mendapatkan dorongan setelah rilis data yang jauh lebih kuat dari perkiraan dari China. Biro Statistik Nasional AS menyebutkan PMI manufaktur resminya naik menjadi 52,6 pada Februari, tertinggi yang tidak terlihat sejak April 2012.
Pergerakan itu terjadi setelah wall street menutup kinerja saham pada Februari 2023 yang lesu pada Selasa, 28 Februari 2023. Penurunan pasar pada Februari menyeret indeks Dow Jones ke wilayah negatif pada 2023, sementara dua indeks lainnya masih mempertahankan kenaikan.
Perusahaan AS Cetak Rekor Pembagian Dividen
Sementara itu, perusahaan Amerika Serikat (AS) mencatat rekor tertinggi dalam pembagian dividen pada 2022. Namun, suku bunga yang lebih tinggi akan terus memperlambat pertumbuhan dividen sepanjang 2023, menurut indeks dividen global Janus Henderson.
Dividen naik 7,6 persen menjadi USD 574,2 miliar pada 2022. Produsen minyak menyumbang sepertiga dari pertumbuhan ini, sementara keuangan sepertiga lainnya, menurut catatan dari Janus Henderson. Perusahaan minyak AS melihat lonjakan arus kas pada 2022 karena harga energi yang tinggi.
Raksasa keuangan Wells Fargo, Morgan Stanley dan Blackstone menjadi kontributor terbesar untuk pertumbuhan.
Dalam catatan itu juga menyebutkan, sektor telekomunikasi adalah satu-satunya titik lemah yang menunjukkan pertumbuhan secara signifikan dipengaruhi setelah AT&T memangkas dividen tahunan hampir setengahnya menjadi USD 1,11 per saham pada Februari tahun lalu.
Sementara dividen mencapai titik tertinggi sepanjang masa, perusahan mengatakan pertumbuhan dividen Amerika Serikat melambat di setiap kuartal berturut-turut pada 2022, turun dari 10,4 persen pada kuartal I menjadi 5,5 persen pada kuartal IV. Sebagian besar atau 94 persen perusahaan AS menaikkan dan mempertahankan pembayaran dividen tahun lalu. Di sisi lain, dividen global naik 8,4 persen ke rekor USD 1,56 triliun dan melambat menjadi 7,8 persen pada kuartal IV 2022. Perusahaan prediksi tingkat pertumbuhan turun pada 2023.
Advertisement
Penutupan Wall Street pada 28 Februari 2023
Sebelumnya, bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street merosot pada perdagangan saham, Selasa, 28 Februari 2023 sehingga melengkap bulan yang sulit bagi pasar saham.
Dikutip dari CNBC, Rabu (1/3/2023), pada penutupan perdagangan saham, indeks Dow Jones anjlok 232,39 poin atau 0,7 persen ke posisi 32.656,70. Indeks S&P 500 merosot 0,3 persen ke posisi 3.970,15. Indeks Nasdaq susut 0,1 persen ke posisi 11.455,54.
Meski awal yang solid pada 2023, semua indeks utama membukukan kinerja negatif kedua kali dalam tiga bulan terakhir. Indeks Dow Jones terpangkas 4,19 persen pada Februari 2023.
Sepanjang 2023, indeks Dow Jones sudah turun 1,48 persen. Indeks S&P 500 dan Nasdaq masing-masing turun sekitar 2,61 persen dan 1,11 persen pada Februari 2023. Namun, indeks saham tersebut masih lebih tinggi dari tahun ke tahun.
Koreksi saham di wall street terjadi setelah awal tahun yang kuat untuk saham. Indeks S&P 500 menguat lebih dari 6 persen pada Januari 2023. Namun, lonjakan tajam dalam imbal hasil obligasi AS pada Februari 2023 merusak sentimen investor untuk saham. Hal ini karena pelaku pasar khawatir suku bunga the Federal Reserve (the Fed) yang lebih tinggi akan bertahan lebih lama.
Pada Selasa, 28 Februari 2023, imbal hasil obligasi AS bertenor 10 tahun mencapai level tertinggi sejak November 2022.
"Sebagian besar investor mengharapkan imbal hasil obligasi AS bertenor 10 tahun melonjak lebih dari 4 persen. Saya melihat 4 persen sebagai batas atas imbal hasil yang akan membantu saham pulih pada Maret. Februari ini harus dibeli secara selektif,” kata Pendiri dan CEO KKM Financial, Jeff Kilburg.
Aksi Buyback Saham
Ia menuturkan, inflasi mereda, hanya saja tidak turun dari angka indeks harga konsumen (IHK) Juni sebesar 9,1 persen.
“Februari adalah langkah mundur yang didorong oleh the Fed yang disengaja FOMO oleh investor saham,” kata dia.
Harga Emas dan PerakDi sisi lain, emas dan perak membukukan kinerja bulanan tebruruk selama lebih dari setahun. Harga emas ditutup turun 5,58 persen pada Februari 2023. Februari 2023 merupakan bulan terburuk untuk logam sejak Juni 2021, ketika turun 7,02 persen.
Harga perak alami bulan terburuk sejak 2020, akhir Februari tergelincir dengan kinerja turun 11,6 persen. Adapun penurunan bulanan terbesar pada September 2020, harga logam anjlok 17,84 persen.
Buyback SahamPembelian kembali saham atau buyback mencapai USD 1 triliun untuk pertama kali. Menurut Analis Bank of America, Jill Carey Hall menuturkan, perusahaan AS harus mengambil langkah untuk mencetak rekor baru.
“Klien korporasi melakukan pembelian kembali dipercepat tetapi berada di bawah tren musiman biasa selama empat minggu terakhir. Karena awal yang kuat pada Januari. Tapi pengumuman pembelian kembali baru masih jarang,” ujar Carey Hall.
Adapun salah satu sektor dengan pengumuman pembelian kembali menjadi kuat adalah sektor eneri. Occidental Petroleum mengumumkan otorisasi USD 3 miliar untuk buyback dan kenaikan dividen.
Advertisement