Sukses

Silicon Valley Bank Bangkrut Tak Berdampak terhadap BNI

Manajemen PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) menyatakan, saat ini tidak memiliki eksposur terhadap Silicon Valley Bank. Namun, kondisi Silicon Valley Bank dapat menjadi pelajaran.

Liputan6.com, Jakarta - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) buka suara soal keruntuhan Silicon Valley Bank (SVB) pada Jumat, 10 Maret 2023.

Direktur Keuangan BNI Novita Widya Anggraini melihat perseroan saat ini tidak memiliki eksposur terhadap Silicon Valley Bank. Akan tetapi, perseroan perlu belajar dari kejadian yang menimpa SVB.

"Kemudian, tentunya dengan apa yang kondisi SVB ini kita perlu belajar," kata Novita dalam konferensi pers, Rabu (15/3/2023).

Meski demikian, menurut dia, modal bisnis yang dijalankan perseroan sudah sangat kuat. Hal itu ditandai dengan rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) lebih di atas 20 persen.  

"CAR BNI saat ini masih berada di atas ketentuan regulator, bahkan lebih tinggi dari bank global lainnya. Posisi likuiditas BNI ini juga di atas ketentuan dari otoritas," kata dia.

Dia menambahkan, dari liabilitas perseroan didominasi pendanaan yang stabil, yaitu Dana Pihak Ketiga (DPK) dan hanya kurang dari 10 persen yang berasal dari pendanaan wholesale. 

"30 persen kepercayaan deposan dalam negeri juga masih kuat terhadap kondisi perseroan. Dari aset BNI, 80 persen dari aset BNI, 20 persen adalah obligasi. Untuk porsi obligasi, komposisinya 94 persen adalah obligasi pemerintah dengan tenor yang pendek sehingga risiko relatif lebih rendah," ujar dia.

Di sisi lain, BNI juga menjalankan mitigasi risiko bisnis, stress test secara berkala dan suku bunga. Perseroan melakukan diversifikasi aset untuk mengurangi risiko.

"Kalau kita secara industri modal kondisi bank di Indonesia di atas 20 persen. Kondisi perbankan di Indonesia masih cukup untuk memitigasi risiko kemungkinan terjadi," imbuhnya.

 

2 dari 3 halaman

Gedung Putih Pelototi Semua Bank AS, Menyusul Kasus Silicon Valley Bank Kolaps

Sebelumnya, Gedung Putih kini memantau perkembangan bank-bank kecil di Amerika Serikat, salah satunya First Republic untuk melindungi para deposan menyusul keruntuhan Silicon Valley Bank (SVB) pekan lalu.

Hal itu diungkapkan oleh seorang pejabat Gedung Putih. 

Melansir Channel News Asia, Rabu (15/3/2023) pejabat tersebut menyebutkan bahwa sistem perbankan AS berada dalam "posisi yang jauh lebih baik saat ini" daripada jika tindakan tersebut tidak diambil.

Dia juga menghimbau para deposan untuk yakin bahwa dana mereka akan dilindungi.

"Kami mendedikasikan banyak waktu untuk memastikan bahwa kami melewati ini dengan baik," katanya.

Pejabat itu menambahkan, Gedung Putih terus berkomunikasi dengan Departemen Keuangan AS dan Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) tentang potensi masalah di bank lain, yang kasusnya hampir sama dengan Silicon Valley Bank.

"Kami tentu memantau apa yang terjadi di First Republic. Mereka adalah salah satu bank yang sedikit lebih tertekan, tetapi kami tidak memiliki pengumuman saat ini tentang tindakan apa pun yang kami ambil," ujar pejabat Gedung Putih itu, yang enggan diungkapkan identitasnya.

Selain itu, Gedung Putih juga mengawasi kemungkinan adanya arus keluar uang ke bank-bank besar, dan tetap berkomitmen untuk memastikan persaingan yang kuat di sektor perbankan, beber pejabat itu.

Dilaporkan sebelumnya, sejumlah pelanggan di AS telah bergegas untuk memindahkan dana simpanan mereka ke raksasa perbankan, termasuk JPMorgan Chase & Co, Bank of America dan Citigroup sejak runtuhnya Silicon Valley Bank.

"Presiden memiliki agenda persaingan yang kuat. Kami ingin ada sektor perbankan yang berkembang dengan banyak bank kecil, banyak bank komunitas yang dapat masuk ke sana dan bersaing dengan perusahaan besar," imbuh pejabat tersebut.

"Penting bagi kami agar model bisnis dapat bertahan," tambah dia.

 

3 dari 3 halaman

Bos Baru Silicon Valley Bank Rayu Masyarakat Mau Balik Jadi Nasabahnya Lagi

CEO baru Silicon Valley Bank, Tim Mayopoulos kini mengajak para nasabahnya untuk kembali menggunakan layanan SVB, setelah bank tersebut resmi diambil alih regulator Amerika Serikat untuk mengamankan simpanan dana nasabah.

"Hal nomor satu yang dapat Anda lakukan untuk mendukung masa depan lembaga ini adalah membantu kami membangun kembali basis simpanan kami," kata Tim Mayopoulos dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Channel News Asia, Rabu (15/3/2023).

"Baik dengan meninggalkan simpanan di Silicon Valley Bank maupun mentransfer kembali simpanan yang tersisa selama beberapa hari terakhir," sambungnya.

Seperti diketahui, Silicon Valley Bank, pemberi pinjaman utama untuk start-up di seluruh AS sejak 1980-an kolaps dalam 48 jam setelah mengalami krisis modal.

Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) ditunjuk sebagai pengendali Silicon Valley Bank, melikuidasi aset bank dan membayar kembali pelanggannya.

"Kami melakukan semua yang kami bisa untuk membangun kembali, memenangkan kembali kepercayaan Anda dan terus mendukung ekonomi inovasi," lanjut Mayopoulos.

"Kami membuat pinjaman baru dan menghormati sepenuhnya fasilitas kredit yang ada," tambah dia.

Sebelumnya, Mayopoulos telah menyatakan bahwa Silicon Valley Bank masih membuka bisnis dan layanannya seperti biasa.

Melalui sebuah pesan surat kepada klien, Mayopoulos mengatakan pihaknya akan terus memberikan informasi menyusul kebangkrutannya.

"Saya berharap dapat mengenal klien Silicon Valley Bank...Saya juga datang ke peran ini dengan pengalaman dalam situasi seperti ini. Saya adalah bagian dari tim kepemimpinan baru yang bergabung dengan Fannie Mae setelah krisis keuangan. pada 2008-2009, dan saya menjabat sebagai CEO Fannie Mae dari 2012-2018," terangnya, mengutip US News.

Â