Sukses

Sektor Keuangan Syariah Tangguh, OJK: Keuangan Hijau Prinsip Utama

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan, perhatian terhadap perubahan iklim menjadi agenda utama dalam merencanakan pembangunan di berbagai negara. Hal ini karena banyak fenomena perubahan iklim.

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut beberapa tahun belakangan ini, perhatian terhadap perubahan iklim menjadi agenda utama dalam rencana pembangunan di berbagai negara.

Hal itu karena banyak sekali fenomena perubahan iklim yang terjadi, seperti kenaikan suhu, kekeringan, banjir, dan lainnya yang telah mengakibatkan dampak yang besar bagi keberlangsungan manusia, bisnis, dan ekonomi. 

Berdasarkan data Cross Dependency Initiative (XDI) 2022, Indonesia menduduki peringkat keempat sebagai negara yang paling rentan terhadap risiko perubahan iklim. XDI memproyeksikan fenomena yang terjadi akibat perubahan iklim tersebut yaitu munculnya berbagai bencana alam seperti cuaca panas ekstrem, kebakaran hutan, pergerakan tanah akibat kekeringan, dan pencairan es.

Fenomena tersebut disebabkan oleh meningkatnya jumlah emisi gas rumah kaca di atmosfer, gas karbon dioksida, penggundulan hutan. Berdasarkan Cross Dependency Initiative (XDI) 2022, akar dari peningkatan gas tersebut berasal dari aktivitas kegiatan manufaktur yang belum berbasis pada ramah lingkungan. 

"Dengan demikian, kita bersama seluruh pemangku kepentingan berusaha untuk membangun sikap dan keputusan yang berorientasi hijau atau berkelanjutan, terutama pada keputusan ekonomi dalam memilih produk atau layanan jasa keuangan.

Hal itu karena pembangunan dan pertumbuhan perekonomian suatu negara sangat bergantung pada keputusan ekonomi para penduduknya," kata Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK Aman Santosa dalam Webinar I: Investasi Hijau di Keuangan Syariah, Jumat (24/3/2023).

Dia menjelaskan, keuangan hijau bukanlah suatu prinsip keuangan yang baru berkembang belakangan ini. Namun, keuangan hijau merupakan prinsip utama dalam penerapan keuangan syariah. Menurut berbagai cendekiawan muslim, keuangan syariah selalu memiliki pertimbangan etis dan menetapkan standar moral terhadap konsumsi, kepemilikan, dan pemanfaatan sumber daya ekonomi.

"Salah satu konsep dalam keuangan syariah adalah prinsip huquq yang dimaksud dengan kerangka berpikir yang multidimensi, tidak hanya mementingkan diri sendiri (self-interest) tetapi juga mementingkan orang lain (society), tuhan, dan lingkungan (environment)," kata dia.

 

2 dari 5 halaman

Masyarakat Mulai Sadar Pemakaian Produk Ramah Lingkunga

Meskipun Indonesia memiliki penduduk muslim terbanyak di dunia, penerapan prinsip huquq tersebut atau kesadaran masyarakat terkait penggunaan produk yang berorientasi hijau terbilang masih berkembang.

Berdasarkan Indonesia Gen Z dan Millennial Report 2022, mayoritas masyarakat generasi Z dan milenial Indonesia mulai memiliki kesadaran ramah lingkungan serta bersedia untuk menggunakan produk vang ramah lingkungan.

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Katadata Insight Center (KIC) 2022, sebanyak 33,9 persen responden survei mempertimbangkan reputasi bank di sektor lingkungan dalam memilih produk atau layanan jasa keuangan. Dalam sektor pasar modal, sebanyak 66,1 persen responden survei memiliki saham perusahaan yang merngutamakan praktik Environment, Social and Governance (ESG).

Menurut hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) OJK 2019 menunjukkan bahwa hanya sekitar 3,1 persen responden survei yang memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang investasi berkelanjutan. Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia perlu ditingkatkan terkait awareness terhadap keuangan berkelanjutan.

 

3 dari 5 halaman

Pilihan Produk dan Layanan Keuangan yang Berorientasi Lingkungan

"Terdapat berbagai pilihan produk dan layanan keuangan yang berorientasi lingkungan di Indonesia, seperti produk kredit, saham, obligasi, sukuk, dan reksa dana hijau. Dalam sektor pasar modal, Indonesia merupakan negara pertama di dunia yang menerbitkan sovereign green sukuk dengan nilai sebesar USD 1.25 miliar. Berdasarkan data industri perbankan nasional kuartal III 2022, sejumlah bank nasional tercatat telah menyalurkan lebih dari Rp690 triliun kredit hijau," katanya.

Menurut ia, sektor keuangan syariah terbukti tangguh dan mampu bertahan dalam kondisi ketidakpastian perekonomian saat ini. Pada akhir November 2022, total asset keuangan syariah mencapai Rp 2.312,72 triliun, tumbuh 15 persen dari tahun sebelumnya.

Per November 2022, total asset pada sektor perbankan syariah mencapai Rp756,30 triliun dan memiliki market share sebesar 6,8 persen. Total asset pada pasar modal syariah (termasuk saham sayariah dan sukuk negara) mencapai Rp5.924,08 triliun dan memiliki market share sebesar 18,43 persen. Selain itu, total asset pada sektor IKNB syariah mencapai Rp143,97 triliun dan memiliki market share sebesar 4,69 persen.

"Meskipun menunjukkan tren yang positif, sektor keuangan syariah perlu memerhatikan tingkat literasi dan inklusi keuangan syariah," ujar dia.

4 dari 5 halaman

Indeks Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah

Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2022, indeks literasi dan inklusi keuangan syariah sebesar 9,1 persen dan 12,12 persen. Walaupun indeks tersebut meningkat setiap tahunnya, indeks literasi dan inklusi keuangan syariah masih jauh di bawah indeks literasi keuangan nasional yang telah mencapai 49,68 persen dan 85,10 persen.

"Dalam rangka meningkatkan perkembangan keuangan hijau dan keuangan syariah di Indonesia, OJK telah merumuskan berbagai kebijakan yang tertuang dalam berbagai roadmap dan master plan," katanya.

Dalam keuangan hijau, OJK telah merumuskan Roadmap Keuangan Berkelanjutan Tahap II (20212-2025) yang berfokus pada pengembangan penawaran dan permintaan, dalam sisi pengembangan penawaran, OJK menawarkan skema insentif, inovasi produk, dan pengembangan kapasitas sumber daya manusia. Sedangkan dalam sisi permintaan, OJK menggencarkan kampanye nasional keuangan hijau, berbagai dukungan program riil, dan sertifikasi green kepada perusahaan.

Tak hanya itu, OJK juga mendukung program insentif baik kepada konsumen maupun institusi keuangan dalam sektor perbankan, pasar modal, dan industri keuangan nonbank.

Beberapa insentif tersebut merupakan insentif penurunan bobot risiko kredit (ATMR) perbankan, insentif diskon 50 persen tarif biaya pencatatan tahunan green bond oleh Bursa Efek Indonesia (BEI), dan relaksasi 50 persen bobot risiko penyaluran pembiayaan.

"Dalam keuangan syariah, OJK telah merumuskan Master Plan Sektor Jasa Keuangan Indonesia (MPSJKI) 2021-2025, Roadmap Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia 2020 2025, Roadmap Pengembangan Pasar Modal Syariah 2020-2024, dan Roadmap Pengembangan Industri Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah 2020-2025," kata dia.

 

 

5 dari 5 halaman

Fokus Pada 3 Hal Pokok

Dalam MPSJKI 2020-2025, pengembangan keuangan syariah Indonesia berfokus pada tiga hal pokok, yakni penguatan lembaga keuangan syariah, penciptaan demand keuangan syariah yang berkelanjutan, dan terbentuknya ekosistem keuangan syariah yang terintegrasi dengan industri halal.

"Sebagai dukungan terhadap pengembangan ekonomi hijau, OJK telah menerbitkan buku Taksonomi Hijau Indonesia (Indonesia Green Taxonomy) yang diluncurkan oleh Bapak Presiden Joko Widodo pada 2022 silam," imbuhnya.

Keberadaan Taksonomi Hijau Indonesia menjadikan Indonesia salah satu negara di dunia yang telah memiliki standar nasional sektor ekonomi hijau, sebagaimana Tiongkok, Uni Eropa, dan ASEAN.

Taksonomi Hijau yang tercakup dalam Sustainable Finance Tahap Kedua 2021-2025 untuk sektor jasa keuangan akan menjadi pedoman bagi penyusunan kebijakan baik pemberian insentif maupun disinsentif dari berbagai Kementerian dan Lembaga (K/L) termasuk OJK.

Dia mengatakan, penyusunan Taksonomi Hijau tersebut merupakan bagian dari kebijakan pemerintah untuk memenuhi target Perjanjian Paris guna mengurangi emisi karbon hingga 29 persen dengan usaha sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional pada 2030.

Â