Liputan6.com, Jakarta - PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) mengumumkan perubahan porsi pemegang saham oleh komisaris dan direksi.
Melansir keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa (28/3/2023), total saham yang ditransaksikan yakni 1.227.047 lembar saham senilai Rp 10,37 miliar. Seluruh transaksi dilakukan secara bersamaan pada 27 Maret 2023 dengan harga transaksi Rp 8.449,26 per lembar. Tujuan transaksi yakni untuk investasi jangka panjang dengan status kepemilikan saham langsung.
Baca Juga
Direktur Utama BCA, Jahja Setiaatmadja tercatat membeli 807.763 lembar saham senilai 6,82 miliar. Usai transaksi, Jahja kini menggenggam 40.818.853 lembar saham BBCA atau setara 0,03 persen dari sebelumnya 40.011.090 lembar dengan persentase yang relatif sama yakni 0,03 persen.
Advertisement
Selanjutnya Direktur BCA, Haryanto Tiara Budiman melakukan pembelian 215.403 lembar saham BBCA senilai 1,82 miliar. Usai transaksi, Haryanti mengempit 561.695 lembar saham BBCA dari sebelumnya 346.292 lembar dengan persentase yang juga relatif sama yakni 0 persen.
Direksi BCA lainnya, John Kosasih dilaporkan membeli 223.096 lembar saham BBCA senilai Rp 1,88 miliar. Kepemilikan John usai transaksi menjadi 504.861 lembar dari sebelumnya 281.765 lembar. Jumlah saham itu setara 0 persen baik sebelum maupun setelah transaksi.
Terakhir, Komisaris Bank Central Asia Tonny Kusnadi membeli 180.785 lembar saham BBCA senilai Rp 1,53 miliar. Setelah transaksi, kepemilikan saham oleh Tonny naik menjadi 7.087.982 lembar dari sebelumnya 6.907.197 lembar. Jumlah saham itu setara 0,01 persen, baik sebelum maupun setelah transaksi.
Pada perdagangan saham Selasa, 28 Maret 2023 pukul 10.15 WIB, saham BBCA naik 0,57 persen ke posisi Rp 8.750 per saham. Saham BBCA dibuka naik 100 poin ke posisi Rp 8.800 per saham. Saham BBCA berada di level tertinggi Rp 8.800 dan terendah Rp 8.700. Total frekuensi perdagangan saham 4.321 kali dengan volume perdagangan 290.220 lot saham. Nilai transaksi Rp 254,1 miliar.
BCA Tebar Dividen Rp 170 per Saham, Simak Jadwalnya
Sebelumnya, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) akan membagikan dividen tunai Rp 20,95 triliun untuk periode tahun buku 2022. Dividen tersebut setara dengan Rp 170 per saham.
Mengutip keterbukaan informasi ke Bursa Efek Indonesia, ditulis Selasa (21/3/2023), pembagian dividen tersebut sesuai dengan hasil Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada16 Maret 2023.
Adapun rincian pembagian dividen BBCA tersebut, yakni jumlah dividen untuk tahun buku 2022 sebesar Rp 205 per saham atau setara dengan Rp 25,27 triliun. Lalu, jumlah dividen interim sebesar Rp 35 per saham atau setara Rp 4,31 triliun dan jumlah dividen yang dibayarkan Rp 170 per saham atau setara Rp 20,95 triliun.
Sementara itu, hingga 31 Desember 2022, laba bersih yang didapat diatribusikan kepada entitas induk sebanyak Rp 40,73 triliun, saldo laba ditahan yang tidak dibatasi penggunaannya Rp 198,13 triliun serta total ekuitas senilai Rp 221,18 triliun.
Jadwal
- Cum dividen di pasar reguler dan negosiasi: 28 Maret 2023
- Ex dividen di pasar reguler dan negosiasi: 29 Maret 2023
- Cum dividen di pasar tunai: 30 Maret 2023
- Ex dividen di pasar tunai: 31 Maret 2023
- Recording date: 30 Maret 2023
- Pembayaran Dividen: 14 April 2023
Sebelumnya, Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) memutuskan membagikan dividen tunai sebesar Rp 205 per saham untuk tahun buku 2022. Angka dividen tersebut meningkat 41,4 persen dibandingkan dividen tunai yang dibagikan untuk tahun buku 2021.
"Sehubungan dengan laba bersih perseroan selama tahun buku 2022 yang sebesar Rp 40,7 triliun, RUPST memutuskan penggunaan laba bersih perseroan antara lain untuk dibagikan sebagai dividen tunai sebesar Rp 205 per saham, meningkat 41,4 persen dibandingkan dividen tunai yang dibagikan untuk tahun buku 2021," kata Presiden Direktur Bank Central Asia atau BCA Jahja Setiaatmadja dalam keterangan resminya, Kamis, 16 Maret 2023.
Advertisement
Dividen Rp 205 Sudah Termasuk Dividen Interim
Dividen tunai tersebut sudah termasuk dividen interim tunai tahun buku 2022 sebesar Rp 35 per saham yang telah dibayarkan oleh perseroan kepada para pemegang saham pada 20 Desember 2022, sehingga sisa yang akan dibayarkan perseroan pada tanggal yang akan ditetapkan oleh direksi perseroan adalah sebesar Rp170 per saham.
"Kami berterima kasih atas kepercayaan nasabah serta dukungan dari seluruh stakeholders, termasuk pemerintah dan otoritas perbankan, sehingga BCA dapat menutup tahun 2022 dengan kinerja yang solid," kata dia.
Meskipun menghadapi ketidakpastian perekonomian global, BCA melihat momentum bisnis di Indonesia kembali bertumbuh. Hasil keputusan RUPST, termasuk pembagian dividen tunai ini, merupakan komitmen Perseroan untuk senantiasa memberikan nilai tambah yang berkesinambungan kepada pemegang saham.
"Seiring dengan prospek pertumbuhan ekonomi nasional yang positif, kami optimistis atas prospek bisnis ke depan dan melangkah secara pruden di tahun 2023, sekaligus konsisten mendukung pemulihan ekonomi di berbagai sektor,” kata Jahja Setiaatmadja.
Bos BCA Ungkap Apa Kesalahan Silicon Valley Bank hingga Jadi Bangkrut
Sebelumnya, Silicon Valley Bank (SVB) mengalami keruntuhan pada Jumat, 10 Maret 2023 akibat krisis modal. Menanggapi hal tersebut, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) melihat ada kesalahan yang mengakibatkan SVB bangkrut.
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja menyebutkan, terdapat tiga kesalahan yang membuat SVB mengalami kebangkrutan, salah satunya hanya menerima nasabah besar.
"Pertama mereka menerima hanya nasabah besar, artinya kalau nasabah besar ini keluar mereka harus menyediakan dana yang besar mereka harus menyediakan dana yang besar," kata Jahja di The Tribrata Darmawangsa Jakarta, ditulis Kamis (16/3/2023).
Kedua, kesalahan Sillicon Valley Bank adalah menerima dana maupun simpanan dari startup maupun fintech. Jahja menilai startup dan fintech secara perusahaan belum stabil.
"Kalau Anda terima cash flow dari usaha yang ada ketidakstabilan itu salah satu kesalahan SVB," kata dia.
Ketiga, Jahja bilang, kesalahan SVB terlalu percaya kepada obligasi terpercaya (trusted bond), yakni US Treasury. Lantaran, dari risiko kredit memiliki risiko nol.
"Mereka terlalu percaya yang disebut trusted bond yaitu US Treasury, gak salah dari segi kredit risk itu zero. Tetapi yang mereka lupa mereka terima funding beaar dari wholesale. Wholeseale itu kalau taro duit enggak mungkin ngarep bunga kecil," ujar dia.
Jahja menjelaskan, celakanya pada saat suku bunga bank sentral AS atau the Fed naik, maka akan berdampak bagi treasury bills SVB. "Bond ini rumusannya kalau interest naik, harga bond turun," imbuhnya.
Advertisement