Sukses

Pertamina Geothermal Energy Cetak Pertumbuhan Laba 49,7 Persen, Ini Pendorongnya

PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) membukukan pertumbuhan laba bersih 49,7 persen menjadi USD 127,3 juta pada 2022. Sedangkan pendapatan naik 4,7 persen menjadi USD 386,07 juta.

Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) mencatat kinerja positif pada 2022. Kinerja positif ini dapat dicapai berkat program efisiensi, penjualan uap, listrik, dan pendapatan lain-lain yang berkontribusi pada naiknya laba bersih perusahaan sepanjang 2022.

Pada periode tersebut, perseroan mencatat laba bersih senilai USD 127,3 juta atau sekitar Rp 1,92 triliun (kurs Rp 15.044,5 per USD). Raihan itu naik 49,7 persen USD 85 juta pada 2021. Sepanjang 2022 perusahaan mencatat peningkatan pendapatan operasional sebesar 4,7 persen secara tahunan (year on year/yoy) menjadi USD 386,07 juta dari tahun sebelumnya sebesar USD 368,82 juta.

"Salah satu faktor peningkatan tersebut berasal dari meningkatnya harga jual uap dan listrik yang mengacu pada US Producer Price Index (PPI) dan Consumer Price Index (CPI)," ungkap Sekretaris Perusahaan PT Pertamina Geothermal Energy Tbk, Muhammad Baron dalam keterangan resmi, Kamis (30/3/2023).

Selain itu, kenaikan laba pada 2022 didukung beban operasional perusahaan yang turun signifikan sebagai hasil dari program efisiensi oleh perusahaan. Dari sisi pendapatan lain-lain, PGE juga membukukan penjualan carbon credit sebagai new revenue generator.

Melansir laporan keuangan perseroan dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), beban pokok pendapatan dan beban langsung lainnya pada 2022 turun menjadi USD 173,21 juta dibanding tahun sebelumnya sebesar USD 182,33 juta. Sehingga perseroan membukukan laba bruto sebesar USD 212,86 juta, masih naik 14,14 persen yoy.

Pada periode yang sama, perseroan mencatatkan beban umum dan administrasi sebesar USD 11,81 juta, pendapatan keuangan USD 1,2 juta, pendapatan lain-lain USD 7,32 juta, serta beban keuangan USD 14,82 juta.

Setelah dikurangi pajak, perseroan membukukan laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar USD 127,3 juta. Laba ini naik 49,7 persen dari USD 85 juta pada 2021. Sehingga laba per saham dasar ikut naik menjadi USD 0,0041 dari sebelumnya USD 0,0027.

 

2 dari 4 halaman

Aset Perseroan

Dari sisi aset perseroan hingga Desember 2022 tercatat sebesar USD 2,48 miliar, naik dibandingkan posisi akhir 2021 sebesar USD 2,4 miliar. Liabilitas naik menjadi USD 1,22 miliar dari USD 1,17 miliar pada 2021. Bersamaan dengan itu, ekuitas per Desember 2022 naik tipis menjadi USD 1,26 miliar dari USD 2,3 iliar pada Desember 2021.

Sebagai bagian dari upaya PGE untuk meningkatkan kapasitas terpasang sebesar 600 MW pada 2027, saat ini PGE sedang membangun PLTP Lumut Balai Unit 2 dengan kapasitas sebesar 55 MW yang direncanakan akan beroperasi secara komersial (Commercial Operation Date) pada akhir 2024. Selain itu, PGE sudah menyelesaikan Front End Engineering Design (FEED) untuk fasilitas Fluid Collection and Reinjection System (FCRS).

"Tahap ini merupakan bagian dari proyek pembangunan PLTP Hulu Lais Unit 1 dan 2 dengan kapasitas terpasang sebesar 2 x 55 MW yang diharapkan beroperasi secara komersial (Commercial Operation Date) pada tahun 2026,” beber Baron.

Ke depan, perseroan akan fokus mengoptimalkan aset panas bumi yang sudah dimiliki. Salah satunya dengan meningkatkan kapasitas produksi melalui metode co-generation technology dengan memanfaatkan air panas (brine) yang ada untuk membangkitkan tenaga listrik. Teknologi co-generation sudah diimplementasikan pada PLTP Lahendong dengan memanfaatkan brine sisa produksi uap sebesar 700 KW. 

3 dari 4 halaman

Pertamina Geothermal Energy Bakal Dongkrak Kapasitas Terpasang Panas Bumi di Lumut Balai Sumatera Selatan

Sebelumnya, PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGE) siap menyambut pengembangan proyek Energi Baru dan Terbarukan (EBT) yang cerah. Potensi bisnis ini besar, karena Indonesia memiliki sumber daya melimpah.

Berdasarkan data Kementerian ESDM, potensi panas bumi di Tanah Air mencapai 23,7 GW. Dengan kapasitas pembangkit listrik panas bumi (PLTP) sebesar 2.276 MW, pemanfaatan panas bumi di Indonesia juga menempati posisi kedua setelah Amerika Serikat (AS).

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno, optimistis unit usaha PT Pertamina ini bisa besar di industri panas bumi.

"Saya kira prospek bisnis yang dimiliki PGE cukup baik meskipun high risk dan high capital, tapi prospek bisnis EBT ke depan tinggi dan minat investor tinggi. Jadi prospeknya cerah ke depan," ujar dia dikutip dari keterangan tertulis, Rabu (22/3/2023).

Eddy Soeparno mengakui, proyek PLTP yang digarap emiten berkode saham PGEO ini memang butuh modal besar. Total investasi yang disiapkan perusahaan sebesar USD 1,6 miliar dalam lima tahun ke depan atau hingga 2027. Nilai ini setara Rp 24,2 triliun (kurs Rp 15.133 per dolar AS).

Karenanya keputusan perusahaan melantai di bursa saham alias Initial Public Offering (IPO) belum lama ini, kata dia, jadi keputusan yang tepat. Sebab emiten berkode saham PGEO ini meraup dana jumbo sekitar Rp 9 triliun pada Februari 2023.

"Dengan IPO ini, sebagian besar untuk modal awal proyek, bisa dilaksanakan. Tinggal bagaimana PGE dan mitra bisa menjalankannya, baik [mitra] nasional atau swasta asing. Melihat tingginya minat EBT, saya kira PGE enggak akan kesulitan dapat partner, sehingga bank akan tertarik membiayai proyek PGE ke depannya," ujar Eddy Soeparno.

 

4 dari 4 halaman

Fundamental Keuangan yang Kuat

Sementara itu, Corporate Secretary PGE, Muhammad Baron menuturkan, sebagai salah satu pengembang energi panas bumi terbesar di dunia, PGE telah memiliki pengalaman puluhan tahun berambisi untuk meningkatkan kapasitas listrik sebanyak 600 MW dalam 5 tahun ke depan.

Dana yang diperoleh dari IPO dialokasikan untuk pengembangan usaha sebesar 85 persen dan sekitar 15 persen akan digunakan untuk pembayaran sebagian utang. Karena itu, menurutnya, fundamental keuangan perusahaan kuat buat menjalankan proyek pengembangan listrik EBT.

"Pendanaan dari pasar modal melalui IPO diharapkan dapat mendukung percepatan pengembangan kapasitas pembangkit listrik tenaga panas bumi," kata Muhammad Baron.

Salah satu yang telah dilakukan adalah rencana penambahan kapasitas terpasang panas bumi sebesar 55 MW di salah satu area operasi PGE di Lumut Balai, Sumatera Selatan, yang ditarget dapat selesai pada  2024.

Per September 2022, PGEO memiliki nilai kas dan setara kas sebesar USD 230 Juta yang bertambah sekitar USD 105 juta dari saldo kas per 31 Des 2021. Hal ini menunjukkan PGEO mampu mengelola kas secara baik yang utamanya didapat dari penjualan uap dan listrik ke PLN. 

Kontrak penjualan uap dan listrik PGEO merupakan kontrak yang bersifat jangka panjang dan selalu terbayarkan secara tepat waktu. "Dengan tambahan dana segar IPO, PGEO masih memiliki arus kas yang cukup kuat dan mampu mengatasi kewajiban bayar utang secara tepat waktu," ujar Baron.