Liputan6.com, Jakarta - PT Phapros Tbk yang merupakan bagian dari holding BUMN mencatat pertumbuhan pendapatan dan laba signifikan pada 2022.
Berdasarkan laporan tersebut, emiten berkode saham PEHA ini membukukan pertumbuhan penjualan sebesar 11 persen menjadi Rp 1,16 triliun pada 2022 dari periode 2021 sebesar Rp 1,05 triliun.
Baca Juga
Sementara itu, laba tahun berjalan yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk melambung 153 persen menjadi Rp 28,06 miliar pada 2022 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 11,07 miliar. Kontribusi kinerja keuangan didorong dari jumlah kategori produk jual bebas, obat resep, obat generik bahkan alkes (alat kesehatan) yang lengkap.
Advertisement
Direktur Utama PT Phapros Tbk, Hadi Kardoko, kinerja perusahaan pada 2022 ditopang dengan efisiensi operasional, agresivitas penetrasi pasar melalui produk-produk unggulan Phapros serta berbagai kerjasama dengan mitra strategis.
Pada 2022 juga menjadi milestone bersejarah bagi Perseroan, di mana salah satu produk legendaris Antimo memasuki usia emasnya ke 50 tahun, dengan sejumlah rejuvenasi strategi atas komunikasi dan promosi produk tersebut agar makin dapat diterima seluruh kalangan.
“Tahun 2022 merupakan tahun pertumbuhan ekspansif bagi kami. Dari aspek perluasan pasar, inovasi produk, jumlah produksi dan lainnya, menghasilkan kinerja yang positif dibanding tahun sebelumnya. Kunci yang kami lakukan ada dua hal, yaitu efisiensi biaya di segala lini dan efektifitas operasional. Selebihnya ditopang dengan business excellence, organizational excellence dan digitalisasi,” ujar dia dikutip dari keterangan resmi, ditulis Sabtu (1/4/2023).
Katalis Positif Sektor Farmasi
Selain lonjakan kinerja dari pertumbuhan laba tahun berjalan serta penjualan, kinerja Phapros juga ditunjukkan dari pertumbuhan kas atau setara kas yang meningkat hingga 57 persen pada akhir 2022 dibanding 2021.
"Dengan melihat kinerja tahun lalu yang meningkat tajam, kami optimis tahun 2023 ini PEHA bisa tumbuh lebih signifikan dari sisi keuangan maupun peluang pasar, sehingga mampu memberikan imbal balik yang lebih baik kepada pemegang saham atau investor, karyawan ataupun stakeholder lainnya,"
Analis teknikal dari BCA sekuritas Achmad Yaki Yamani mengatakan, secara umum sektor farmasi masih prospektif karena meningkatnya shifting pola konsumsi ke vitamin dan suplemen selama beberapa tahun terakhir. Setelah pandemi COVID-19, pola hidup sehat menjadi salah satu katalis positif untuk sektor farmasi terutama yang memproduksi multi vitamin serta makanan tambahan untuk kesehatan.
“Kekhawatiran resesi global juga sudah mereda, jadi potensi pembalikan arah atau penguatan masih mungkin terjadi. Tekanan dari global lebih kepada panic selling dari pemain domestik ketika melihat bursa di US atau regional terkoreksi dalam.” Dia menilai, bisnis Phapros cukup prospektif di pasar Indonesia karena pada 2022 ada pendapatan yang bersumber dari dividen income dan pemulihan piutang yang naik cukup signifikan tahun lalu.
Advertisement
Strategi Phapros Genjot Ekspor Tumbuh 15 Persen pada 2023
Sebelumnya, nilai ekspor produk farmasi dari perusahaan anggota holding BUMN Farmasi, PT Phapros Tbk (PEHA), ditargetkan tumbuh dua digit. Pertumbuhan ekspor diprediksi mencapai lebih dari 15 persen pada 2023 dengan menyasar negara-negara Asia dan Amerika Selatan seperti Peru, Filipina dan Kamboja.
Direktur Utama PT Phapros Tbk Hadi Kardoko mengatakan, pasar ekspor masih terbuka cukup lebar bagi produk seperti multivitamin, antibiotik, anti analgesik, produk untuk menyamankan perjalanan, antialergi hingga antituberkulosis. Ini belum termasuk produk-produk obat dari kelas terapi lainnya serta alat kesehatan yang Phapros produksi bekerjasama dengan riset mitra-mitra universitas.
"Kami optimis bisa meningkatkan growth net sales pada akhir 2023 karena masih banyak negara-negara lain yang akan menjadi target Phapros,” kata Hadi dalam keterangan resminya, Senin (20/2/2023).
Menurut ia, kue pasar ekspor produk farmasi di negara Asia dan Afrika masih sangat luas. Phapros sangat agresif memperluas pasar ke negara lain agar kontribusi perusahaan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional bisa lebih meningkat. Dari data Kementerian Perindustrian, industri farmasi menyumbang 4,3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
"Saat ini kami sedang menjajaki pasar Nigeria, dan nantinya mulai melebar ke negara-negara Afrika lainnya," kata dia.
Senada dengan itu, pengamat BUMN dari Universitas Indonesia Toto Pranoto mengungkapkan, pasar farmasi dan alat kesehatan Asia secara umum cukup besar. Selain itu, di Indonesia sendiri, pasar farmasi pada 2019 bernilai Rp 80 triliun dan belum ditambah alat kesehatan.
"Pasar utama produk farmasi dan alkes Indonesia adalah di Asia Tenggara dan Afrika jika melihat laporan beberapa emiten farmasi. Ini di luar produk herbal yang sudah masuk ke pasar Taiwan dan Tiongkok. Bahkan ada juga produk vaksin kita yang diekspor ke negara lain,” kata dia.
Perhatikan Struktur Biaya
Dia bilang, Phapros harus memperhatikan struktur biaya (cost structure) yang efisien agar harga jual ekspor juga bersaing, termasuk juga pembeda produk yang dijual dibandingkan kompetitor sehingga potensi bertumbuhnya juga besar.
“Daya saing ekspor ditentukan oleh pricing dan diferensiasi produk. Semakin baik prospek perusahaan, yang ditunjukkan dengan meningkatnya penjualan dan keuntungan, maka kepercayaan investor pun semakin meningkat,” ujar dia.
Berdasarkan data dari United Nations Conference on Trade and Development, ekspor produk obat dan farmasi Indonesia dilaporkan sebesar USD 130,395.780 pada 2021.
Rekor tersebut naik dibanding sebelumnya yaitu USD 100,826.464 pada 2020. Ekspor tahunan rata-rata USD 116,605.830 dari 2003 sampai 2021 dengan 19 observasi.
Advertisement