Sukses

Sulit Bentuk Bursa CPO di Indonesia, Ini 3 Alternatif Bappebti

Untuk mewujudkan bursa CPO (crude palm oil) pada Juni 2023 tidak mudah. Bappebti menyebutkan sejumlah tantangan dan alternatif untuk wujudkan bursa CPO.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) menilai langkah menuju bursa CPO (crude palm oil atau minyak sawit mentah) pada Juni 2023 tidaklah mulus alias banyak tantangan yang harus dilewati.

Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Didid Noordiatmoko mengatakan, terdapat sejumlah tantangan yang harus dihadapi dalam mewujudkan bursa CPO.

"Ada beberapa permasalahan, Uni Eropa menerapkan anti deforestasi. Jangan sampai masuk bursa nanti malah menggangu ekspor kita, itu yang harus diperhatikan, kami juga mengembangkan beberapa alternatif," kata Didid dalam konferensi pers, Jumat (31/3/2023).

Dia bilang, pihaknya tengah menyiapkan tiga alternatif untuk mewujudkan bursa CPO. Salah satunya, bursa ini hanya melakukan pencatatan.

"Pertama bursa ini hanya melakukan pencatatan, pasarnya tidak bertemu di situ sehingga nanti akan dibuat harga rata-nya seperi bursa Rotterdam, tapi menurut saya tidak efektif membentuk harga, ini hanya mencatat harga yang sudah terjadi saja. Ini bukan yang kami inginkan tapi yang paling mudah," kata dia.

Selanjutnya, ia bilang, alternatif kedua adalah 10 persen dari total ekspor CPO masuk ke bursa.  "Katakanlah 10 persen aja yang akan jadi price discovery dan price referensi yang akan dijadikan harga patokan, pungutan ke luar pajak dan sebagainya. Secara teoritis tidak semuanya masuk ke bursa," imbuhnya.

Lalu, alternatif ketiga adalah semua CPO bisa masuk ke bursa.  "Jadi itu adalah alternatif yang kami kembangkan dan kami sedang berdiskusi, tidak menutup kemungkinan akan kami gabungan-gabungan alternatif yang ada dan menjadi alternatif ke empat," ujarnya.

Meski demikian, Didid optimistis CPO bisa segera masuk bursa sesuai target, yakni Juni 2023.

 

 

 

2 dari 3 halaman

Bappebti Targetkan CPO Masuk Bursa Perdagangan Juni 2023

Sebelumnya, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan bakal segera memasukkan minyak kelapa sawit mentah (CPO) dalam bursa perdagangan pada Juni 2023. 

Plt Kepala Bappebti, Didid Noordiatmoko optimistis pihaknya bisa mendaftarkan CPO dalam bursa perdagangan pada Juni 2023 atau paling lambat pada Mei 2023. Dengan masuknya CPO ke bursa perdagangan, diharapkan nantinya bisa membangun harga acuan untuk CPO. 

Hal ini, sejalan dengan langkah Bappebti untuk membentuk Price Reference atau harga acuan untuk berbagai komoditas unggulan Indonesia. Sejak dibentuknya Undang-undang Nomor 32 tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi, Indonesia belum memiliki acuan harga, padahal telah diakui sebagai penghasil terbesar di dunia beberapa jenis komoditas tertentu. 

“Jadi, pada Juni 2023 komoditas CPO akan masuk dalam bursa perdagangan. Ini yang jadi cikal bakal harga acuan untuk CPO, yaitu dengan masuknya CPO dalam bursa,” kata Didid, pada penutupan Rapat Kerja Bappebti, ditulis Minggu, (22/1/2023).

Membandingkan dengan negara tetangga, Didid menyebut Malaysia butuh waktu lima tahun untuk menetapkan harga acuan komoditas CPO. 

“Nantinya setelah CPO masuk bursa perdagangan di Indonesia, maka harga acuan CPO akan terbentuk, di mana penjual akan bertemu dengan pembeli. Selain itu, setelah CPO masuk bursa, nanti Dirjen Perdagangan Luar Negeri akan ikut mengawal kebutuhan ekspor,” lanjut Didid.

 

3 dari 3 halaman

Harga Acuan untuk Beberapa Komoditas di Indonesia

Selain memasukkan CPO dalam bursa perdagangan, Didid bersama pihaknya saat ini tengah membentuk harga acuan untuk beberapa komoditas di Indonesia. 

Didid menuturkan, Price Reference atau harga acuan sudah masuk dalam rapat kerja Bappebti dan sudah mendapat berbagai masukan dari berbagai pihak seperti Dirjen Perdagangan Luar Negeri dan Dalam Negeri, serta Kementerian Perdagangan. 

“Saat ini kami sudah hampir selesai roadmap pembentukan Price Reference sekitar  60 hingga 70 persen. Tentunya, dengan adanya masukan dari berbagai pihak akan kami perbaiki,” tutur Didid.

Didid berharap, penyusunan peta jalan pembentukan harga acuan ini diharapkan dapat rampung dalam waktu dua minggu ke depan. 

“Kami pertama menyusun roadmap yang diharapkan dapat selesai dua minggu ke depan. Ketika selesai bukan berarti langsung bisa dijalankan, kami harus koordinasi dengan berbagai pihak lainnya dulu,” pungkas dia.