Liputan6.com, Jakarta - Gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 1,18 persen ke posisi 6.708 pada 8-12 Mei 2023. Koreksi IHSG tersebut didorong sektor saham bahan baku dan energi.
Sektor saham tersebut merosot masing-masing 3,86 persen dan 1,82 persen terhadap indeks saham. Investor asing melakukan aksi jual saham USD 74 juta atau sekitar Rp 1,09 triliun (asumsi kurs rupiah 14.744 terhadap dolar AS). Pada pekan ini, data ekonomi membayangi pasar. Ashmore melihat inflasi lebih rendah dari Amerika Serikat dan China yang mendorong potensi kenaikan suku bunga lebih lanjut.
Baca Juga
Sementara itu, dari Indonesia, indeks kepercayaan konsumen naik ke 126,1 pada April dari 123,3 pada bulan sebelumnya, menunjuk ke level tertinggi sejak Juni lalu. Demikian mengutip dari riset PT Ashmore Asset Management Indonesia.
Advertisement
Lalu bagaimana situasi plafon utang Amerika Serikat (AS)?
Baru-baru ini Menteri Keuangan AS Janet Yellen memperingatkan AS bisa kehabisan uang untuk membayar kewajibannya paling cepat 1 Juni 2023 jika kongres tidak setujui pagu utang. Kegagalan menaikkan atau menangguhkan plafon utang dapat akibatkan gagal bayar utang AS yang pertama kalinya. Terakhir pada 2011, saat partai Republik di Kongres mengancam gagal bayar. Lembaga pemeringkat S&P pertama kali menurunkan peringkat kredit AS menjadi AA+ dari AAA.
“Gagal membayar utang negara akan mendatangkan malapetaka pada ekonomi dan minyak di seluruh dunia,” tulis Ashmore.
Dengan 1 Juni 2023 tinggal sebulan lagi dan sedikit terlihat kemajuan untuk keputusan pagu utang. Secara keseluruhan, itu akan menempatkan bank sentral AS atau the Federal Reserve (the Fed) lebih sulit menaikkan suku bunga lebih tinggi pada 14 Juni 2023.
Dengan demikian, the Fed mungkin memangkas suku bunga lebih cepat dari yang diharapkan. “Secara keseluruhan, kami terus merekomendasikan portofolio diversifikasi di beberapa kelas aset di reksa dana karena volatilitas pasar yang tinggi,” tulis Ashmore.
Kinerja IHSG pada 8-12 Mei 2023
Sebelumnya, laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merosot 1,18 persen pada 8-12 Mei 2023. IHSG ditutup ke posisi 6.707,76 pada pekan ini dari posisi pekan lalu 6.787,63.
Demikian juga kapitalisasi pasar terpangkas 1,07 persen menjadi Rp 9.521,03 triliun. Kapitalisasi pasar yang terpangkas itu setara Rp103,43 triliun dari pekan lalu Rp 9.624,46 triliun. Rata-rata nilai transaksi harian bursa susut 2,14 persen menjadi Rp 10,16 triliun dibandingkan pekan lalu Rp 10,38 triliun. Dikutip dari data Bursa Efek Indonesia (BEI), Sabtu (13/5/2023).
Pada pekan ini, rata-rata volume transaksi harian bursa naik 26,9 persen menjadi 19,055 miliar saham dari 15,01 miliar saham pada pekan lalu. Rata-rata frekeunsi transaksi harian bursa pekan ini juga naik 7,65 persen menjadi 1.373.328 dari 1.275.793 transaksi pada pekan sebelumnya.
Selama sepekan, mayoritas sektor saham menghijau kecuali sektor saham energi susut 1,82 persen, sektor saham basic anjlok 3,86 persen, sektor saham nonsiklikal turun 0,09 persen dan sektor saham kesehatan melemah 1,1 persen.
Sementara itu, sektor saham industri bertambah 2,11 persen, sektor saham siklikal menanjak 3,73 persen, sektor saham keuangan menguat 0,02 persen. Selain itu, sektor saham properti bertambah 4,44 persen dan catat penguatan terbesar Sektor saham teknologi naik 1,69 persen, sektor saham infrastruktur bertambah 0,25 persen dan sektor saham transportasi melambung 3,21 persen.
Pada Jumat,12 Mei 2023, investor asing melakukan aksi jual saham Rp 960,97 miliar. Sepanjang 2023, investor asing melakukan aksi beli Rp 16,11 triliun.
Advertisement
Melihat Prospek Kenaikan Suku Bunga The Fed
Sebelumnya, laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 1,8 persen ke posisi 6.788 pada periode 2-5 Mei 2023. Koreksi IHSG tersebut didorong sektor saham energi dan industri.
Kontribusi sektor saham energi dan industri tersebut masing-masing 6,97 persen dan 6,63 persen. Pada pekan ini, pelaku pasar menghadapi kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed) sebesar 25 basis poin (bps) yang telah diperkirakan. The Fed pun memperingatkan kemungkinan kenaikan suku bunga lainnya masih akan terjadi tergantung keadaan.
Sementara itu, Indonesia menunjukkan tingkat inflasi lebih rendah dari yang diharapkan baik inflasi utama dan inti. Inflas Indonesia tercatat 0,33 persen pada April 2023. Inflasi berdasarkan tahun kalder 1,01 persen.
Namun, inflasi tahun ke tahun menjadi 4,33 persen. Meski demikian, inflasi tersebut masih lebih tinggi dari target Bank Indonesia 2-4 persen, demikian mengutip dari riset PT Ashmore Asset Management Indonesia, ditulis Minggu (7/5/2023).
Lalu apakah suku bunga kini sudah mencapai puncak?
Saat ini, menurut CME FedWatch, ada potensi 93,3 persen kalau the Fed menilai suku bunga tetap di kisaran 5 persen-525 persen di pertemuan FOMC berikutnya. Ada kemungkinan 0 persen untuk kenaikan lain untuk suku bunga sebelum tingkat bunga mulai menurun pada pertemuan Juli.
“Tetap saja, keputusan sebenarnnya akan tergantung pada kondisi ekonomi makro dan tren pada umumnya seperti yang diperingatkan oleh ketua the Fed Jerome Powell,” demikian mengutip dari riset Ashmore.
Mempertimbangkan risiko kredit perbankan yang lebih ketat seiring dengan melambatnya kondisi ekonomi secara keseluruhan di Amerika Serikat seperti inflasi yang lebih rendah, pengangguran serta pertumbuhan produk domestik bruto (PDB), Ashmore yakin puncak suku bunga kemungkinan telah tiba.
“Ini berarti suku bunga ke depan mungkin hanya penurunan, yang akan menguntungkan aset berisiko tersebut sebagai aset pasar berkembang. Secara keseluruhan, kami terus rekomendasikan diversifikasi portofolio di beberapa kelas aset di reksa dana, seiring volatilitas pasar masih tinggi,” tulis Ashmore.