Sukses

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Cerah, Bagaimana Prospek Pasar Obligasi?

Pertumbuhan ekonomi Indonesia disebut cukup baik dan stabil di kisaran 5 persen. Lalu bagaimana dengan prospek pasar obligasi?

Liputan6.com, Jakarta - Pertumbuhan ekonomi Indonesia disebut cukup baik dan stabil di kisaran 5 persen. Head of Fixed Income Ashmore Asset Management Indonesia, Anil Kumar mengatakan angka ini tumbuh dua kali lipat dibandingkan pertumbuhan ekonomi global yang di kisaran 2,8 persen tahun ini dan 3 persen pada 2024.

"Kita patut bersyukur akan hal ini. Karena walaupun nanti akan mengalami proses perubahan kepemimpinan dan lain sebagainya, ekonomi kita tetap di-drive oleh private market. Ditambah lagi dengan adanya hilirisasi, maka ekspor dan penerimaan negara juga sudah meningkat," kata Anil dalam Money Buzz edisi The Best Time for Bonds is Now, Selasa (16/5/2023).

Bersamaan dengan itu, Anil menyebutkan asumsi harga minyak adalah USD 90 per barel pada APBN 2023. Sementara saat ini harga minyak sedang dalam level USD 70-80 per barel. Sehingga pengeluaran negara melalui subsidi menjadi sedikit berkurang.

"Hal ini akan memberikan prospek yang sangat baik untuk pasar obligasi Indonesia. Kita sudah di awal Januari, di mana di awal lelang obligasi konvensional yang dilakukan pemerintah setiap dua minggu, sudah turun dari  Rp 23 triliun menjadi Rp 18 triliun. Itu menunjukkan bahwa pemerintah punya akses money yang mereka gunakan, sehingga tidak perlu lebih banyak berutang," imbuh Anil.

Dari sisi APBN, Anil mencatat sampai dengan Maret setidaknya masih surplus Rp 128,5 triliun. Pada periode yang sama, pendapatan dan penerimaan negara naik hampir 30 persen yoy, walaupun pengeluaran pemerintah hanya naik 6 persen pada kuartal pertama 2023.

"Ini semua menunjukkan bahwa supply obligasi untuk tahun ini akan turun dari target awal kurang lebih Rp 700 triliun atau 2,85 persen fiskal budget deficit. Kemungkinan kita akan mengakhiri tahun ini antara level tinggal 2-2,4 persen dari fiskal budget deficit," ujar Anil.

 

 

2 dari 4 halaman

Jumlah Investor Ritel Meningkat di Pasar Obligasi

Menariknya, lanjut Anil, pemerintah berasumsi fiskal budget deficit tahun depan berkisar antara 2,1- 2,4 persen, lebih rendah dari tahun ini. Bersamaan dengan itu, Bank Indonesia mengasumsikan, inflasi tahun depan mulai turun dari 3 persen tahun ini +/- 1 menjadi 2,5 persen +/- 1. Dengan kondisi seperti itu, asumsinya obligasi juga akan mulai stabil.

"Dengan pertumbuhan ekonomi 5 persen dan pertumbuhan pinjaman yang sedikit mulai turun, maka kita hampir yakin mengatakan bahwa suku bunga perbankan di Indonesia juga akan mulai turun dan akan mulai ada perpindahan uang dari dana pihak ketiga masuk ke dalam pasar obligasi dalam jumlah yang lumayan besar karena memang imbal hasil obligasi kita kali ini hampir dua kali lipat daripada deposit rate di perbankan ," tutur Anil.

Investor Obligasi

Ia menilai, telah terjadi peningkatan kepemilikan investor individu di pasar obligasi hingga tujuh kali lipat dalam tujuh tahun terakhir. Sementara terjadi penyusutan kepemilikan asing. Kondisi ini mencerminkan kebutuhan Indonesia akan uang dari investor asing makin sedikit.

"Ini harus kita jaga dengan trade balance kita yang terus surplus, current account kita yang lumayan surplus atau kalaupun defisit, defisitnya kecil. Maka selama balance of payment kita positif, selama efek reserve kita terus bertambah, maka imbal hasil obligasi kita akan memiliki kecenderungan turun," kata Anil.

 

3 dari 4 halaman

Silicon Valley Bank Bangkrut, Investor Berburu Emas dan Obligasi

Sebelumnya, investor berbondong-bondong beralih ke aset safe haven seperti treasury dan emas pada Senin di tengah rencana luar biasa untuk mendukung sistem perbankan dan membatasi dampak dari keruntuhan Silicon Valley Bank.

Melansir CNBC, ditulis Rabu (15/3/2023), hasil benchmark treasury 10-tahun turun hampir 20 basis poin menjadi 3,50 persen, menyentuh level terendah sejak 3 Februari. Tingkat 10 tahun terakhir diperdagangkan sekitar 3,54 persen.

Hasil pada treasury 2 tahun jatuh lebih dari 40 basis poin menjadi 4,16 persen, juga terendah dalam lebih dari lima minggu. Hasil bergerak terbalik dengan harga dan satu basis poin sama dengan 0,01 persen. ETF Obligasi Negara iShares 20+ melonjak 3 persen.

Sementara itu, harga emas mencapai level tertinggi sejak awal Februari di USD 1.893,96. Emas berjangka AS naik 1,2 persen menjadi USD 1.889,40, sedangkan SPDR Gold Trust naik hampir 2 persen.  

Investor cenderung beralih ke logam selama guncangan keuangan. Terlebih lagi, suku bunga yang lebih rendah mengurangi biaya peluang memegang emas tanpa hasil.

Investor mencari keamanan karena regulator perbankan bergegas untuk mendukung deposan dengan uang di Silicon Valley Bank (SVB) dan Signature Bank yang sekarang hancur, berusaha meredakan ketakutan penularan sistemik.  

Deposan di kedua institusi yang gagal akan memiliki akses penuh ke simpanan mereka sebagai bagian dari beberapa langkah yang disetujui pejabat selama akhir pekan.

 

 

4 dari 4 halaman

Saham First Republic Bank Memimpin Koreksi

"Kecemasan tentang apa yang mungkin menjadi 'sepatu berikutnya jatuh' menyebar ke seluruh pasar seperti api. Kami terus percaya itu sementara kami belum keluar dari hutan," kata kepala strategi investasi di Oppenheimer Asset Management, John Stoltzfus.

Saham berjangka awalnya dibuka lebih tinggi pada Minggu malam karena rencana pemerintah, tetapi sejak itu telah bergulir. Kekhawatiran tentang kesehatan bank regional yang lebih kecil semakin dalam setelah regulator menutup lembaga kedua pada Minggu.  

Selain itu, First Republic Bank memimpin penurunan saham bank pada Senin setelah mengatakan pada Minggu telah menerima tambahan likuiditas dari bank sentral AS (Federal Reserve) dan JPMorgan Chase.

Saham First Republic San Francisco merosot 70 persen dalam perdagangan premarket Senin setelah turun 33 persen minggu lalu. PacWest Bancorp turun 37 persen, dan Western Alliance Bancorp anjlok 29 persen di premarket. Zions Bancorporation turun 11 persen, sementara KeyCorp turun 10 persen. Runtuhnya SVB menandai kegagalan perbankan AS terbesar sejak krisis keuangan 2008 dan terbesar kedua yang pernah ada.  

Meski demikian, HSBC pada Senin mengumumkan kesepakatan untuk membeli anak perusahaan Inggris dari pemberi pinjaman startup teknologi AS yang gagal setelah pembicaraan sepanjang malam.

 

Video Terkini