Liputan6.com, Jakarta - Orang terkaya RI sekaligus Direktur Utama PT Bayan Resources Tbk (BYAN) Dato' Dr Low Tuck Kwong kembali menambah kepemilikan saham BYAN pada 23 Mei 2023.
Mengutip keterbukaan informasi ke Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (24/5/2023), Low Tuck Kwong membeli 138.700 lembar saham BYAN dengan harga pelaksanaan Rp 18.938,07 per saham pada 23 Mei 2023.
Baca Juga
Dengan demikian, nilai transaksi pembelian saham tersebut merogoh kocek Rp 2,65 miliar "Tujuan dari transaksi investasi dengan status kepemilikan langsung," tulis Low Tuck Kwong, dikutip Rabu pekan ini.
Advertisement
Dengan transaksi pembelian saham itu, Low Tuck Kwong memiliki saham 20.327.578.870 atau setara 60,98 persen. Sebelumnya, ia memiliki 20.327.440.170 saham atau 60,98 persen saham BYAN.
Pada penutupan perdagangan saham sesi pertama, Rabu, 24 Mei 2023, saham BYAN melemah 0,39 persen ke posisi Rp 19.025 per saham. Saham BYAN dibuka naik 75 poin ke posisi Rp 19.175. Saham BYAN berada di level tertinggi Rp 19.200 dan terendah Rp 19.000. Total frekuensi perdagangan 112 kali dengan volume perdagangan 489 lot saham. Nilai transaksi Rp 934,5 juta.
Melansir Forbes, hingga saat ini kekayaan Low Tuck Kwong mencapai USD 27 miliar atau Rp 401,89 triliun (asumsi kurs Rp 14.885 per dolar AS).
Orang kaya RI tersebut dikenal sebagai raja batu bara, Low Tuck Kwong kelahiran Singapura merupakan pendiri Bayan Resources, sebuah perusahaan pertambangan batu bara di Indonesia.
Dia juga mengendalikan perusahaan energi terbarukan Singapura Metis Energy sebelumnya dikenal sebagai Manhattan Resources dan memiliki kepentingan di The Farrer Park Company, Samindo Resources, dan Voksel Electric.
Ia juga mendukung SEAX Global, yang membangun sistem kabel laut bawah laut untuk konektivitas internet yang menghubungkan Singapura, Indonesia, dan Malaysia.
Low Tuck Kwong bekerja untuk perusahaan konstruksi ayahnya di Singapura saat remaja dan kemudian pindah ke Indonesia pada tahun 1972 untuk mendapatkan kesempatan yang lebih besar. Sehingga, ia berkembang sebagai kontraktor bangunan tetapi mendapatkan jackpot setelah membeli tambang pertamanya pada 1997.
Transisi Energi, Bayan Resources Bicara Peluang Konversi Batu Bara ke Produk Petrokimia
Sebelumnya, PT Bayan Resources Tbk (BYAN) telah ancang-ancang untuk melakukan diversifikasi bisnis, seiring dengan transisi energi yang tengah digalakkan pemerintah.
Direktur Bayan Resources Alexander Ery Wibowo menyebutkan salah satu bisnis yang potensial dalam waktu dekat adalah konversi batu bara menjadi produk petrokimia. "Memang yang kelihatan saat ini adalah bisa menjadi industri petrochemical," kata Alex, Senin (22/5/2023).
Di sisi lain, Alex mengatakan permintaan global untuk produk batu bara masih tinggi. Sehingga ini menjadi peluang lain saat nanti permintaan batu bara dalam negeri mulai menipis. Di samping itu, lini usaha perseroan tidak hanya terpaku pada aktivitas pertambangan, melainkan juga mengakomodir dari sisi logistik. Sehingga perseroan optimis dapat bertahan lebih lama.
"Setidaknya apabila tidak diperlukan lagi, maka saat ini prediksi bisa dimanfaatkan untuk industri petrokimia,” imbuh dia.
Diakui Alex, transisi energi akan berpengaruh pada model bisnis perseroan ke depan. Namun, untuk saat ini, atau setidaknya sampai target nol emisi tercapai pada 2060, perseroan masih memiliki peluang untuk menyumbang kontribusi.
Misalnya, mobil listrik menjadi salah satu produk yang digejot terkait dengan transisi energi hijau karena menggunakan bahan bakar berupa baterai. Namun, pengisian daya baterai diperlukan sumber listrik berdaya besar, yang saat ini banyak ditopang oleh batu bara.
Ke depan, jika sumber listrik yang digunakan untuk pengisian daya perlahan beralih pada energi terbarukan, perusahaan batu bara bisa mencoba bermanuver dengan melakukan diversifikasi hasil olahan batu bara. Secara teknis, perusahaan batu bara bisa mulai melakukan transisi melalui peningkatan kualitas batu bara dengan sulfur rendah, sehingga lebih ramah lingkungan.
Selain itu, batu bara juga bisa dikonversi untuk kebutuhan petrokimia seperti methanol dan ethanol. "Lokomotif dari kelistrikan nasional dan transportasi nasional adalah PLN dan Pertamina. Memang, proses (transisi) ini berjalan terus. Tapi setidaknya direction dari industri batu bara untuk kelistrikan, maka saya memprediksi akan bisa dimanfaatkan untuk industri petrochemical,” kata Alex.
Advertisement
Pantau Peluang Ekspor
Sebelumnya, salah satu perusahaan pertambangan batu bara terbesar di Indonesia, PT Bayan Resources Tbk (BYAN) optimistis memiliki prospek yang cukup cerah dalam masa transisi energi.
Indonesia menargetkan nol emisi pada 2060. Sembari menunggu waktu itu tiba, Direktur PT Bayan Resources Indonesia Tbk Alexander Ery Wibowo mengatakan bahwa Indonesia masih membutuhkan sumber energi listrik berbasis batu bara.
Di sisi lain, hilirisasi batu bara sebagai upaya diversifikasi bisnis usai 2060 juga membutuhkan biaya dan waktu yang tidak sebentar.
"Kekayaan alam batu bara di Indonesia pada 2022 91,8 miliar ton, ini kekayaan alam yang baik penambang bisa manfaatkan dengan fungsi yang beda-beda. Seperti untuk kelistrikan untuk industri lainnya seperti hilirisasi memang butuhkan waktu dan teknologi. Kebetulan kondisi pasar belum menunjang secara keekonomiannya untuk investasi dalam skala besar. Tapi dengan potensi sumber daya batu bara yang ada, seiring waktu sampai 2060 kami percaya nanti akan ada perkembangan teknologi yang bisa tercapai,” kata dia dalam CNBC Green Economic Forum, Senin (22/5/2023).
Di sisi lain, Alex mengatakan permintaan global untuk produk batu bara masih tinggi. Sehingga ini menjadi peluang lain saat nanti permintaan batu bara dalam negeri mulai menipis. Di samping itu, lini usaha perseroan tidak hanya terpaku pada aktivitas pertambangan, melainkan juga akomodasi dari sisi logistik. Sehingga perseroan optimis dapat bertahan lebih lama.
Sebelum batu bara banyak dialokasikan untuk ekspor, Alex memperkirakan peluang yang bisa dimanfaatkan pelaku usaha batu bara adalah melakukan diversifikasi atau hilirisasi batu bara menjadi produk petrokimia. Namun, untuk saat ini, perseroan juga berkomitmen untuk turut memprioritaskan kebutuhan dalam negeri. “Setidaknya apabila tidak diperlukan lagi, maka saat ini prediksi bisa dimanfaatkan untuk industri petrokimia,” imbuh dia.