Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) kembali mempertahankan suku bunga acuan, atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 5,75 persen.
Kebijakan itu diumumkan dalam sesi konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia Mei 2023, Kamis, 25 Mei 2023. Lantas, saham emiten apa yang diuntungkan usai BI pertahankan suku bunga acuan tersebut?
Baca Juga
Analis PT MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana menuturkan, kebijakan tersebut akan menguntungkan bagi emiten sektor perbankan. "Dengan dipertahankannya suku bunga BI maka cenderung sesuai dengan ekspektasi pasar. Emiten-emiten yang diuntungkan dapat dikatakan dari sektor perbankan," kata Herditya kepada Liputan6.com, Senin (29/5/2023).
Advertisement
Akan tetapi, ada juga emiten yang dirugikan dengan kebijakan BI tersebut, yakni emiten dengan tingkat utang yang tinggi seperti emiten konstruksi. Bagi para investor, Herditya secara teknikal merekomendasikan saham BBCA dan BMRI untuk dapat di pertimbangkan.
Sejalan dengan Herditya, Analis Binaartha Sekuritas Ivan Rosanova mengungkapkan, emiten perbankan masih akan diuntungkan dengan kebijakan BI tersebut. Sedangkan, yang masih terbebani oleh kebijakan BI tersebut, yakni sektor teknologi.
Dengan demikian, Ivan menilai saham BBCA BMRI, BBRI, BBNI masih menarik. Untuk para investor, Ivan menyarankan buy on weakness untuk keempat saham perbankan tersebut.
Di samping itu, Analyst Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani melihat keputusan BI untuk mempertahankan tingkat suku bunga di level 5,75 persen sudah sesuai ekspektasi pasar.
Pasar sudah memiliki ekspektasi BI akan menahan tingkat suku bunga acuan nya di level tersebut sejak beberapa minggu yang lalu.
Berdampak terhadap Sektor Infrastruktur dan Properti
"Jadi efek mempertahankan tingkat suku bunga di level tersebut sebenarnya sudah di priced oleh pasar jadi dampaknya minim terhadap pergerakan harga saham hari kemarin dan sejak beberapa minggu yang lalu juga," kata Arjun.
Menurut ia, keputusan tersebut akan memberikan keuntungan pada emiten perbankan karena biaya deposito mereka tidak akan naik lebih lanjut dan dibatasi oleh efek mempertahankan efek suku bunga.
Namun, yang akan mengalami dampak negatif adalah emiten properti dan infrastruktur. Sebab, selama ini sejak beberapa bulan telah mengalami kesulitan keuangan karena biaya operasional mereka meningkat karena tingkat suku bunga yang tinggi.Â
"Capital intensive sektor seperti dua sektor ini akan terus mengalami biaya yang tinggi karena tingkat suku bunga tidak turun-turun," ujar dia.
Â
Advertisement
BI Tahan Suku Bunga Acuan 5,75 Persen Usai Perry Warjiyo Kembali Jadi Gubernur Bank Indonesia
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) resmi kembali mempertahankan suku bunga acuan, atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 5,75 persen. Kebijakan itu diumumkan dalam sesi konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia Mei 2023, Kamis (25/5/2023).
Ketetapan itu diumumkan langsung oleh Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo sehari pasca dirinya kembali dilantik menjadi bos tertinggi bank sentral pada Rabu, 24 Mei 2023 kemarin.
"Berdasarkan hasil asesmen dan proyeksi menyeluruh, rapat dewan gubernur Bank Indonesia pada tanggal 24-25 Mei 2023 memutuskan untuk mempertahankan BI 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 5,75 persen," ujar Perry.
Selain suku bunga acuan, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada Mei 2023 juga menahan suku bunga deposit facility di kisaran 5 persen, dan suku bunga lending facility sebesar 6,5 persen.
Perry menjabarkan, putusan mempertahankan suku bunga acuan ini dibuat untuk menjaga tingkat inflasi nasional agar terkendali, seiring pergolakan ekonomi di tingkat global.
"Keputusan mempertahankan BI7DRRR ini konsisten dengan standar kebijakan moneter untuk menentukan inflasi inti tetap terkendali di 3 plus minus 1 persen di akhir 2023, dan inflasi indeks harga konsumen (IHK) kembali dalam sasaran 3 plus minus 1 persen pada akhir 2023," bebernya.
"Bank Indonesia ke depan akan fokus pada penguatan stabilisasi nilai tukar rupiah untuk kendalikan barang impor, dan mitigasi atas rambatan ketidakpastian pasar keuangan global," pungkas Perry.
Â