Liputan6.com, Jakarta - Pasar surat utang atau obligasi disebut memiliki prospek menarik di tengah sinyal suku bunga The Federal Reserve (the Fed) atau bank sentral Amerika Serikat (AS) yang landai.
Perkiraan arah kebijakan suku bunga ini merujuk pada tren inflasi yang juga mulai turun, sehingga Bank Sentral AS atau The Fed tak memiliki alasan kuat untuk terus menaikkan suku bunga acuan secara agresif.
Baca Juga
"Konsekuensi dari inflasi yang turun, tekanan suku bunga berkurang. ini positif untuk pasar obligasi. Karena kalau suku bunga sudah tidak naik, biasanya yield obligasi sudah pick. Jadi kita lihat ke depannya yield akan turun berarti harga obligasinya akan naik,” kata head of Fixed Income Research mandiri Sekuritas, Handy Yunianto dalam Jumpa Pers Equity and Fixed Income Markets Outlook 2023, Rabu (7/6/2023).
Advertisement
Optimisme terhadap pasar obligasi salah satunya memang merujuk pada tren suku bunga dan pertumbuhan ekonomi. Sebagai gambaran, saat ekonomi domestik masih tumbuh, pasar obligasi domestik cukup resilien meski dibayangi kenaikan suku bunga The Fed.
"Prospek pasar obligasi dalam negeri menarik. Domestik masih sangat support. Asuransi dana pensiun masih net buy, ritel juga aktif beli. Yang beda BI karena by design memang mengurangi kepemilikan SUN mereka. Onshore bank juga negatif tapi ini lebih karena ada yang jatuh tempo besar sekali belum masuk. Kami perkirakan ini akan masuk lagi ke pasar obligasi dan akan net buy lagi,” imbuh dia.
Kepemilikan Surat Utang
Hingga 29 Mei 2023, onshore bank mencatatkan total net sell sebesar Rp 24 triliun. ID mana net sell pada surat utang negara (SUN) tercatat sebesar Rp 5,4 triliun, dan net sell pada Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau sukuk senilai Rp 18,6 triliun.
Bank Indonesia (BI) mencatatkan total net sell Rp 40,3 triliun. Terdiri dari net sell pada SUN senilai Rp 44,4 triliun, sedangkan terjadi netbuy pada SBSN senilai 4,1 triliun. Mutual fund mencatatkan total net buy Rp 22 triliun. Terdiri dari net buy pada SUN senilai Rp 15,2 triliun dan ney buy pada SBS Rp 6,8 triliun.
Asuransi dan dana pensiun mendapatkan total net buy Rp 58,4 triliun,, terdiri dari SUN Rp 21,2 triliun dan SBSN Rp 37,2 triliun. Investor asing menyatakan net buy 67,8 triliun. Terdiri dari net buy SUN senilai Rp 74,8 triliun dan net sell SBSN senilai Rp 7 triliun.
Ritel mencatatkan net buy Rp 22 triliun, terdiri dari ney buy pada SUN sebesar Rp 2,6 triliun dan net bu SBSN Rp 19,4 triliun. Lainnya mencatatkan total net buy 6,2 triliun, terdiri dari nervus pada SUn RP 1,5 triliun dan netbuy pada SBSN Rp 4,7 triliun. Dari rincian tersebut, total net buy di pasar obligasi hingga Mei 2023 mencapai Rp 112 triliun. Terdiri dari netbuy pada SUN senilai Rp 65,5 triliun dan net buy SBSN Rp 46.6 triliun.
Advertisement
Berburu Obligasi Termoncer pada 2023, Simak Kisi-Kisinya
Sebelumnya, investasi obligasi menjadi pilihan menarik di tengah tren kenaikan suku bunga. Umumnya, harga obligasi akan turun saat suku bunga naik. Saat harga turun, imbal hasil atau yield obligasi akan naik.
Pada kondisi ini, Head of Fixed Income Ashmore Asset Management Indonesia, Anil Kumar mengatakan, obligasi pemerintah menarik untuk dicermati.
"Seiring perlambatan ekonomi secara global dan inflasi mulai turun dan lain sebagainya, maka instrumen yang paling aman adalah obligasi pemerintah. Walaupun tidak apa-apa kalau ditambahkan dengan obligasi korporasi yang memiliki kualitas yang baik juga dan juga kualitas perusahaannya," kata Anil dalam Money Buzz - The Best Time for Bonds is Now, Selasa (16/5/2023).
Anil menambahkan, kualitas perusahaan yang dimaksud tidak hanya dilihat dari rating atau pemeringkatannya. Melainkan juga dari sisi fundamental atau laporan keuangan. Menurut dia, bisa saja rating perusahaan kurang bagus meski memiliki kinerja fundamental yang solid sehingga bisa dimasukkan dalam portofolio investasi.
"Tapi memang persentase obligasi korporasi itu harus kita jaga di level yang yang lumayan rendah supaya kita bisa aman melewati turbulensi yang akan terjadi dalam beberapa bulan ke depan. Di sisi lain obligasi pemerintah akan memberikan level of security yang sangat baik," imbuh Anil.
Pilihan Obligasi
Dari sisi tenor, Anil merekomendasikan untuk memilih obligasi jangka panjang. Pertimbangan itu merujuk pada Bank Indonesia (BI) yang saat ini masih menjalankan kebijakan operation twist, di mana BI bisa melakukan penjualan obligasi jangka pendek tapi sudah tidak lagi melakukan pembelian obligasi jangka panjang.
"Apalagi kalau inflasi dan suku bunga turun, maka sebenarnya obligasi jangka panjang akan memberikan imbal hasil yang lebih baik untuk investor," kata Anil.
Alih-alih melakukan investasi pada instrumen obligasi secara satu persatu, lebih baik membeli reksa dana pendapatan tetap. Carilah reksa dana pendapatan tetap dengan porsi obligasi pemerintah yang dominan. Jika memang ada sejumlah kecil obligasi korporasi, periksa perusahaan yang menerbitkan obligasi tersebut.
Advertisement