Sukses

Sektor Saham Transportasi dan Properti Angkat IHSG

Sektor saham transportasi dan logistik serta sektor saham properti yang menguat turut angkat laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada 5-9 Juni 2023.

Liputan6.com, Jakarta - Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 0,92 persen ke posisi 6.694 pada 5-9 Juni 2023. Penguatan IHSG tersebut didorong sektor saham transportasi, logistik dan properti serta real estate.

Mengutip riset PT Ashmore Asset Management, ditulis Senin (12/6/2023), sektor saham transportasi dan logistik serta properti masing-masing berkontribusi 5,54 persen dan 5,27 persen kepada indeks.

Di sisi lain, pada pekan lalu tercatat cadangan devisa yang mencapai USD 139,3 miliar, merupakan level terendah dalam lima bulan. Cadangan devisa itu ekuivalen enam bulan impor, di atas standar internasional tiga bulan.

Selain itu, Indonesia juga melaporkan inflasi lebih rendah dari yang diharapkan. Inflasi tahunan tercatat 4 persen dari yang diharapkan 4,22 persen. Ini dinilai pemulihan ekonomi bertahap.

Bagaimana kondisi global?

Inflasi China pada Mei mendekat nol, seiring pemangkasan suku bunga mendorong pemulihan ekonomi. Di sisi lain, aktivitas manufaktur alami kontraksi dan ekspor yang lebih rendah menunjukkan ekonomi China melambat. Sementara itu, Australia masih mencatat level inflasi yang tinggi dan tak terduga menaikkan suku bunga.

Hal tersebut juga dongkrak kemungkinan resesi dalam 12 bulan, dengan survei Bloomberg mencapai 50 persen. Ini akan menjadi resesi pertama untuk 32 tahun.

Indonesia tetap bertahan dengan tingkat inflasi yang menurun. Selain itu, nilai tukar rupiah juga menguat didukung neraca transaksi berjalan alami surplus USD 3 miliar.

Aliran dana investor asing pun masih berlanjut masuk ke Indonesia melalui saham dan obligasi year to date (Ytd) tetapi kuat. Masing-masing aliran dana investor asing yang masuk ke saham sekitar USD 20,68 triliun dan obligasi sebesar USD 70,15 triliun. Kepemilikan obligasi oleh investor asing yang tercatat Rp 832 triliun dan belum mencapai tingkat rata-rata Rp 911 triliun.

“Jika tren saat ini kepemilikan obligasi oleh investor asing naik, akan ada lebih banyak dolar AS masuk ke Indonesia, dan kita akan melihat lebih banyak lagi penguatan rupiah,” tulis Ashmore.

 

 

2 dari 3 halaman

Prospek Pasar Obligasi Bakal Moncer di Tengah Sinyal Suku Bunga The Fed Melandai

Sebelumnya, pasar surat utang atau obligasi disebut memiliki prospek menarik di tengah sinyal suku bunga The Federal Reserve (the Fed) atau bank sentral Amerika Serikat (AS) yang landai.

Perkiraan arah kebijakan suku bunga ini merujuk pada tren inflasi yang juga mulai turun, sehingga Bank Sentral AS atau The Fed tak memiliki alasan kuat untuk terus menaikkan suku bunga acuan secara agresif.

"Konsekuensi dari inflasi yang turun, tekanan suku bunga berkurang. ini positif untuk pasar obligasi. Karena kalau suku bunga sudah tidak naik, biasanya yield obligasi sudah pick. Jadi kita lihat ke depannya yield akan turun berarti harga obligasinya akan naik,” kata head of Fixed Income Research mandiri Sekuritas, Handy Yunianto dalam Jumpa Pers Equity and Fixed Income Markets Outlook 2023, Rabu (7/6/2023).

Optimisme terhadap pasar obligasi salah satunya memang merujuk pada tren suku bunga dan pertumbuhan ekonomi. Sebagai gambaran, saat ekonomi domestik masih tumbuh, pasar obligasi domestik cukup resilien meski dibayangi kenaikan suku bunga The Fed.

"Prospek pasar obligasi dalam negeri menarik. Domestik masih sangat support. Asuransi dana pensiun masih net buy, ritel juga aktif beli. Yang beda BI karena by design memang mengurangi kepemilikan SUN mereka. Onshore bank juga negatif tapi ini lebih karena ada yang jatuh tempo besar sekali belum masuk. Kami perkirakan ini akan masuk lagi ke pasar obligasi dan akan net buy lagi,” imbuh dia.

 

3 dari 3 halaman

Kepemilikan Surat Utang

Hingga 29 Mei 2023, onshore bank mencatatkan total net sell sebesar Rp 24 triliun. ID mana net sell pada surat utang negara (SUN) tercatat sebesar Rp 5,4 triliun, dan net sell pada Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau sukuk senilai Rp 18,6 triliun.

Bank Indonesia (BI) mencatatkan total net sell Rp 40,3 triliun. Terdiri dari net sell pada SUN senilai Rp 44,4 triliun, sedangkan terjadi netbuy pada SBSN senilai 4,1 triliun. Mutual fund mencatatkan total net buy Rp 22 triliun. Terdiri dari net buy pada SUN senilai Rp 15,2 triliun dan ney buy pada SBS Rp 6,8 triliun.

Asuransi dan dana pensiun mendapatkan total net buy Rp 58,4 triliun,, terdiri dari SUN Rp 21,2 triliun dan SBSN Rp 37,2 triliun. Investor asing menyatakan net buy 67,8 triliun. Terdiri dari net buy SUN senilai Rp 74,8 triliun dan net sell SBSN senilai Rp 7 triliun.

Ritel mencatatkan net buy Rp 22 triliun, terdiri dari ney buy pada SUN sebesar Rp 2,6 triliun dan net bu SBSN Rp 19,4 triliun. Lainnya mencatatkan total net buy 6,2 triliun, terdiri dari nervus pada SUn RP 1,5 triliun dan netbuy pada SBSN Rp 4,7 triliun. Dari rincian tersebut, total net buy di pasar obligasi hingga Mei 2023 mencapai Rp 112 triliun. Terdiri dari netbuy pada SUN senilai Rp 65,5 triliun dan net buy SBSN Rp 46.6 triliun.