Sukses

Menelisik Tuah Pemilu untuk Sektor Properti

Gelaran pemilihan umum (pemilu) serentak di Indonesia yang berlangsung tahun depan menjadi sentimen untuk beberapa sektor termasuk sektor properti

Liputan6.com, Jakarta - Gelaran pemilihan umum (pemilu) serentak di Indonesia yang berlangsung tahun depan menjadi sentimen untuk beberapa sektor. Bukan rahasia, jika sektor konsumer menjadi yang paling panen dari pemilu.

Sektor lain yang juga bakal terimbas sentimen pemilu adalah properti. Investment Analyst Ashmore Asset Management Indonesia, Della Agatha Linggar menjelaskan, sektor ini mulai resilien didukung permintaan dari konsumen end user. Yakni konsumen yang membeli properti atau hunian untuk ditempati sendiri.

"Kalau Pemilu orang-orang kan lebih hati-hati untuk investasi. Tapi karena market properti kita sendiri sekarang sudah 60 persen end-user, mereka sendiri yang akan pakai rumah, menurut saya itu masih akan lebih sustain karena mereka sudah tahu bahwa ini sebuah kebutuhan," kata Della dalam Money Buzz, Selasa (27/6/2023).

Sementara untuk konsumen yang memiliki orientasi untuk investasi, kemungkinan besar memilih wait and see siapa yang akan menjadi pemimpin selanjutnya dan kebijakan apa yang akan diusung.

Di sisi lain, suku bunga saat ini sudah relatif rendah, sehingga menjadi daya tarik untuk mempertimbangkan KPR. Secara garis besar, Della menilai sektor properti masih menarik pada sisa paruh kedua tahun ini. Sehingga menurut dia,developer perlu memasang siasat untuk menjaring konsumen dari kalangan end user dan home upgrader.

"Jadi bagaimana developer bisa mengcounter atau menyediakan demand sesuai dengan affordability first home buyer dan home upgrader. Sehingga kemungkinan seasonability ini masih akan berlanjut di semester II 2023," imbuh dia.

Sentimen Suku Bunga

Dari sisi sentimen suku bunga, Della mencatat suku bunga bank sentral saat ini secara historikal sudah berada pada posisi terendah. Sehingga mestinya dapat menjadi pertimbangan bagi yang ingin memiliki hunian dengan sistem cicil atau KPR. Rendahnya suku bunga juga menjadi berkah bagi perusahaan untuk melakukan deleveraging.

Di mana saat leverage tinggi namun suku bunga rendah, maka earning perusahaan bisa lebih baik. Sebab, usai property boom tahun 2012-2015, banyak perusahaan dan developer mencari pendanaan untuk melakukan akuisisi lahan baru atau land banking.

2 dari 3 halaman

Goldman Sachs Pangkas Ramalan Ekonomi China, Sektor Properti Masih Jadi Biang Keroknya

Sebelumnya, Analis Goldman Sachs kembali memangkas prediksi pertumbuhan ekonomi China. Bank investasi asal Amerika Serikat (AS) itu mengungkapkan, penurunan ekonomi di China didorong oleh kepercayaan yang terus-menerus melemah dan pasar properti.

Melansir Channel News Asia, Selasa (20/6/2023), dalam sebuah catatan yang diterbitkan pada Minggu 18 Juni 2023, Goldman Sachs menurunkan perkiraan pertumbuhan produk domestik bruto China dari 6 persen menjadi 5,4 persen.

Bank itu juga menurunkan perkiraan pertumbuhan China di 2024 dari 4,6 persen menjadi 4,5 persen.

Pemangkasan tersebut mengikuti langkah serupa oleh bank-bank global lain, meskipun Goldman Sachs paling optimis di antara yang lainnya, karena data menunjukkan pemulihan pasca-pandemi China goyah.

"Tidak ada dorongan pembukaan kembali yang memudar secepat di China," kata para analis di Goldman Sachs, yang dipimpin oleh ekonom Hui Shan, mengutip penurunan properti dan efeknya sebagai alasan utama.

"Kami menilai bahwa hambatan pertumbuhan cenderung terus-menerus sementara pembuat kebijakan dibatasi oleh pertimbangan ekonomi dan politik dalam memberikan stimulus yang berarti,” jelasnya.

Seperti diketahui, China telah menetapkan target pertumbuhan PDB moderat sekitar 5 persen untuk tahun ini setelah gagal mencapai target 2022, dan kabinet dijadwalkan bertemu pada hari Jumat untuk membahas langkah-langkah memacu pertumbuhan.

3 dari 3 halaman

The Fed Tahan Suku Bunga pada 5-5,25 Persen, Perdana Sejak 2022

Sebelumnya, Bank sentral Amerika Serikat, Federal reserve atau The Fed mengumumkan akan mempertahankan suku bunganya. 

Ini menandai penahanan suku bunga pertama setelah The Fed secara rutin menaikkan dalam lebih dari setahun.

Melansir BBC, Kamis (15/6/2023) The Fed mempertahankan target suku bunga acuannya pada 5-5,25 persen.

Seperti diketahui, The Fed telah menaikkan suku bunganya sebanyak 10 kali sejak Maret 2022 karena berjuang untuk menahan inflasi AS.

Ketua Federal Reserve Jerome Powell mengatakan bahwa The Fed masih menunggu bukti bahwa inflasi melambat "tegas" - meskipun telah turun tajam dari puncaknya tahun lalu, karena guncangan biaya pangan dan energi mereda.

Namun, prakiraan bank sentral menunjukkan sebagian besar pejabat memperkirakan suku bunga akan naik lebih lanjut. Mayoritas memperkirakan suku bunga utama The Fed akan bertahan di atas 5,5 persen pada akhir tahun dan satu orang melihatnya naik di atas 6 persen.

"Kami hanya tidak melihat banyak kemajuan. Kita harus terus melakukannya," ujar Powell.

Inflasi konsumen naik 4 persen pada Mei 2023, naik hanya 0,1 persen dari bulan sebelumnya, menurut data dari Departemen Tenaga Kerja AS. Tetapi angka tersebut masih lebih tinggi dari target The Fed sebesar 2 persen.

Powell mengatakan para pejabat bank sentral membutuhkan waktu untuk menilai bagaimana ekonomi menyesuaikan diri dengan pergeseran ke tingkat yang lebih tinggi, karena perubahan tersebut menyebar ke publik dalam bentuk biaya yang lebih tinggi untuk hipotek, pinjaman bisnis, kartu kredit, dan pinjaman lainnya.

"Mengingat seberapa jauh kita telah melangkah, mungkin masuk akal jika suku bunga bergerak lebih tinggi tetapi pada kecepatan yang lebih moderat," jelasnya. Secara teori, biaya pinjaman yang lebih tinggi akan mengurangi permintaan pinjaman untuk rumah, ekspansi bisnis, dan aktivitas lainnya, yang pada akhirnya mendinginkan ekonomi dan mengurangi tekanan yang mendorong kenaikan harga.