Liputan6.com, Jakarta - PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia memprediksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dapat menguat hingga 7.600 pada semester II 2023. Hal itu dikarenakan ada pencabutan status pandemi COVID-19 dan minimnya dampak kenaikan suku bunga acuan AS (Fed Rate).
Head of Investment Information Mirae Asset, Martha Christina mengatakan, investor tidak perlu mengkhawatirkan dampak dari kenaikan suku bunga the Fed yang diprediksi naik hingga 5,75 persen dari posisi saat ini 5 persen - 5,25 persen karena investasi asing di pasar saham dan obligasi Indonesia cukup terkendali.
"Tren kenaikan Fed Rate memang dapat memicu arus dana investor asing keluar dari negara berkembang termasuk Indonesia, tetapi dampaknya tidak akan besar karena saat ini porsi investor asing pada pasar saham dan pasar obligasi relatif rendah,” kata Martha dalam keterangan resminya, Senin (10/7/2023).
Advertisement
Dia mengatakan porsi transaksi investor asing pada transaksi harian pasar saham hanya 35 persen dan porsi kepemilikan investor asing pada surat berharga negara (SBN) rupiah hanya 15 persen.
Angka itu terbilang rendah dibanding 45 persen dan 35 persen pada 10 tahun yang lalu ketika taper tantrum. Taper tantrum terjadi setelah pengurangan stimulus (tapering off) bank sentral AS pada 2013, yang memicu kenaikan nilai tukar dolar AS.
Selain dicabutnya status pandemi dan minimnya dampak kenaikan suku bunga, dia mengatakan optimisme terhadap IHSG tersebut juga ditambah beberapa faktor lain.
Dampak Larangan Ekspor Nikel
Faktor tersebut adalah nilai investasi asing langsung (foreign direct investment/FDI) yang tinggi, makroekonomi (terutama neraca berjalan dan cadangan devisa valas), potensi kenaikan tingkat produktivitas masyarakat, potensi kenaikan harga komoditas pertanian (soft commodities), dan valuasi IHSG yang relatif murah.
Menurut ia, FDI meroket setelah ada larangan ekspor nikel. Untuk produktivitas masyarakat, dia mengatakan faktor yang memengaruhi adalah lebih sedikitnya hari libur yang dapat meningkatkan produktivitas minimal sebesar 10 persen. Di sisi komoditas, harga soft commodities (salah satunya CPO) diprediksi akan naik jika El Nino (kemarau) datang lebih awal daripada prediksi.
Untuk IHSG, dia mengatakan valuasi IHSG masih berada pada 13,6x dari nilai rasio harga saham per laba berdasarkan prediksi setahun penuh 2023 (23F P/E ratio). Angka itu masih lebih murah dibanding indeks saham utama negeri tetangga seperti FTSE Bursa Malaysia dan SET Thailand yaitu 13,4x dan 16,3x.
"Terkait dengan optimisme tersebut, Mirae Asset memilih delapan saham yang menjadi pilihan utama yaitu AKRA, ASII, CPIN, ERAA, EXCL, MPMX, PRDA, dan TLKM,” pungkasnya.
Advertisement
Mirae Asset Sekuritas Ramal Amerika Serikat Berpotensi Resesi pada Semester II 2023
Sebelumnya, PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia prediksi Amerika Serikat (AS) mengalami resesi pada semester II 2023. Sebab, kenaikan suku bunga tengah meningkat secara agresif.
Senior Economist Mirae Asset Sekuritas Indonesia Rully Arya Wisnubroto mengatakan, dengan kenaikan suku bunga yang sangat agresif ini ada potensi AS mengalami resesi ke depan. Dalam sejarahnya, tidak pernah mereka menaikkan suku bunga secara agresif tanpa menyebabkan resesi di masa yang akan datang.
"Soal kapan terjadi masih berubah-ubah, terutama setelah adanya pandemi. Kami melihat kemungkinan terjadinya resesi di Amerika Serikat itu cukup besar dalam dua sampai tiga kuartal ke depan, kami perkirakan di semester II," kata Rully dalam Media Day, Kamis (8/6/2023).
Dia bilang, penyebab resesi karena terdapat efek dari kenaikan suku bunga yang sudah terasa terutama sejak terjadinya krisis perbankan pada Maret lalu. Belum lagi, ada kebangkrutan beberapa bank di AS menyebabkan banker-banker di AS itu cenderung berhati-hati.
"Standar pemberian kredit diperketat, kemudian kondisi likuiditas di sektor finansial AS cenderung ketat setelah krisis perbankan," kata dia.
Bank sentral AS (the Fed) juga melakukan quantitative tightening (pengetatan kuantitatif). Dengan adanya pengetatan ini, ia memperkirakan AS akan mengalami resesi pada semester II 2023.
"Sehingga kami perkirakan kenaikan suku bunga di Mei kemarin itu yang terakhir kalinya. Tapi proyeksi ini bisa berubah setiap kali ada perubahan data terutama dari sisi inflasi dan ketenagakerjaan," ujar dia.
Namun, selama belum ada rilis data terbaru dari AS, Rully masih melihat kenaikan suku bunga pada Mei kemarin adalah yang terakhir kalinya dan akan di hold di level 5,25 persen.
Perlambatan Ekonomi
Sementara itu, ia menyebut, negara-negara berkembang khususnya di Asia lebih bisa mengontrol inflasi secara lebih efektif sehingga tidak perlu menaikkan suku bunga secara berlebihan.
"Dampaknya ada tapi tidak akan terlalu besar terhadap pertumbuhan ekonomi. Ekonomi akan slow down namun probabilitas terjadi resesi sangat kecil," imbuhnya.
Menurut ia, perlambatan ekonomi terjadi karena dampak kenaikan suku bunga. Suku bunga bank sentral AS berada di kisaran 0-3 persen.
"Saat ini dengan suku bunga di level 5,25 persen, most likely pemulihan ekonomi AS akan relatif lambat. Kenaikan suku bunga di AS menurut kami sudah mencapai puncaknya di level 5,25 persen," ujarnya.
Sedangkan, beberapa negara lain seperti UK, zona Euro belum selesai menaikan suku bunga sehingga mereka relatif mendekati.
"Indeks Jepang mengalami kenaikan cukup signifikan. Mereka bisa menurunkan inflasi tanpa harus menaikkan suku bunga," ujar dia.
Advertisement