Sukses

Menelisik Prospek Saham Emiten Sawit, Masih Cuan?

Harga crude palm oil (CPO) atau minyak kelapa sawit diramal bakal naik usai berkurangnya produksi. Lantas, bagaimana prospek emiten sawit?

Liputan6.com, Jakarta - Harga crude palm oil (CPO) atau minyak kelapa sawit diramal bakal naik usai berkurangnya produksi. Lantas, bagaimana prospek emiten sawit ke depannya dan apakah sahamnya masih cuan?

Head of Investment Information Mirae Asset Sekuritas Roger MM menilai emiten sawit masih memiliki prospek yang cerah di tengah potensi kenaikan harga.

"Kami memprediksi untuk semester II ada peluang untuk soft commodities termasuk CPO terkait dengan fenomena El Nino yang diprediksi hingga Desember 2023. Berkurangnya produksi akan menaikkan harga harga soft komoditi termasuk CPO," kata Roger kepada Liputan6.com, Senin (10/7/2023).

Bagi para investor, ia merekomendasikan saham AALI dengan target harga Rp 8.250 per saham dan LSIP dengan target harga Rp 1.180 per saham untuk dipertimbangkan.

"Kalau untuk strateginya tentunya tetap memperhatikan perkembangan harga-harga terkait CPO dan substitusinya seperti harga bunga matahari, kedelai, dan CPO itu sendiri," kata dia.

Sementara itu, pengamat pasar modal Desmond Wira menuturkan, terdapat sejumlah sentimen bagi harga minyak sawit. Misalnya, sentimen El Nino, diperkirakan terjadi sampai kuartal III 2023 yang membuat suhu meningkat, potensi kebakaran lahan dan menurunkan produktivitas kelapa sawit.

Selain itu, sentimen harga CPO diperkirakan pada semester II 2023 lebih meningkat karena turunnya suplai. Lalu, sentimen turunnya harga energi. Hal ini berpotensi menurunkan biaya pemupukan dan sekaligus mengurangi biaya operasional emiten sawit

Ketiga sentimen tersebut kemungkinan membuat emiten sawit semakin menarik pada semester II 2023 hingga 2024. Dengan begitu, ia merekomendasikan investor yang sudah memiliki saham emiten sawit untuk disimpan dan yang belum memiliki saham emiten sawit bisa mulai mengoleksinya.

"Jika punya saham CPO disarankan simpan berharap ada kenaikan harga lanjutan. Jika belum punya bisa akumulasi saham emiten CPO untuk antisipasi kenaikan harga sampai tahun depan," tandasnya.

 

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual saham. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.

2 dari 3 halaman

Menakar Dampak Penghapusan Tarif Pungutan Ekspor CPO terhadap Emiten Sawit

Sebelumnya, Pemerintah menghapus tarif pungutan ekspor kelapa sawit dan turunannya hingga 31 Agustus 2022. Penghapusan pungutan ekspor kelapa sawit ini termaktub dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 tahun 2022.

Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia, Abdul Azis Setyo Wibowo menilai, pungutan yang dihapus ini bisa berdampak positif bagi kinerja emiten crude palm oil (CPO) atau emiten cpo. Sayangnya, dampak dari sentimen itu hanya bersifat jangka pendek, yakni selama peraturan tersebut diberlakukan.

"Di sisi lain pelaku pasar juga harus mencermati penurunan harga CPO yang mungkin bisa berdampak pada top line emiten CPO,” kata Azis kepada Liputan6.com, ditulis Selasa (19/7/2022).

Sementara, Azis mencermati kinerja saham emiten CPO masih akan dipengaruhi oleh penurunan harga CPO yang disebabkan oleh melimpahnya persediaan CPO. 

Azis menyebutkan dua emiten sektor ini yang menarik untuk diperhatikan, yakni PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) dan PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP).

"Untuk AALI bisa dilakukan trading buy target harga 10.075-10.400, dan perhatikan juga support 8.925-9.025. Sedangkan untuk LSIP bisa dilakukan buy on break dengan target harga 1.260-1.290 dan perhatikan support 1.130-1.150," jelas Azis.

 

 

3 dari 3 halaman

Respons Pelaku Industri

Kebijakan penghapusan tarif pungutan ekspor CPO ini mendapat apresiasi dari pelaku industri kelapa sawit. Kendati begitu, penghapusan tarif ekspor ini dinilai tak serta merta bisa menaikkan harga TBS yang anjlok akibat kebijakan larangan ekspor yang sebelumnya diberlkaukan.

Ketua Umum Asosiasi Petani Plasma Kelapa Sawit Indonesia (APPKSI) Marr'ie Andi Muhammadyah (Mdy Sappo) mengatakan, harga TBS masih sulit naik karena tarif bea keluar ekspor CPO masih sangat tinggi yaitu mencapai USD 288 per ton. Ini artinya bea ekspor akan tetap membebani harga TBS petani nantinya.

"Karena itu APPKSI berharap bea keluar CPO harus dihapus atau dikurangi hingga di kisaran 50 USD saja. Agar harga TBS bisa mencapai harga normal kembali," kata dia.