Sukses

Daya Beli Turun, Penjualan LVMH di AS Sepi

CFO LVMH, Jean Jacques Guiony mengatakan penjualan turun di AS karena konsumen tidak lagi membelanjakan uang untuk produk entry-level.

Liputan6.com, Jakarta LVMH, pemilik merek Louis Vuitton, Dior, dan Tiffany & Co melaporkan penurunan yang mengejutkan dalam penjualan AS pada kuartal kedua. Penjualan LVMH di AS turun 1 persen yoy pada kuartal II tahun ini.

CFO LVMH, Jean Jacques Guiony mengatakan penjualan turun di AS karena konsumen tidak lagi membelanjakan uang untuk produk entry-level. Meskipun dia tidak mengungkapkan pasti apa sebabnya, namun pembayaran stimulus yang memudar setelah Covid-19 disebut andil pada susutnya penjualan produk perusahaan.

“Jika kita berasumsi bahwa kelompok itu mendapat manfaat dari subsidi selama Covid-19, itu akan berakhir di beberapa titik,” kata dia, dikutip dari CNBC, Rabu (26/7/2023).

Guiony mengatakan barang-barang termahal LVMH bertahan dengan baik di AS, mungkin karena pembeli yang lebih kaya yang kurang peka terhadap inflasi, utang pelajar, dan ekonomi. Segmen yang paling terpukul di AS adalah wine dan minuman keras, terutama minuman brendi cognac.

LVMH mengatakan telah berjuang dengan masalah inventaris selama dan setelah pandemi yang membuat harga dan pasokan sulit dikendalikan.

Perlambatan juga terjadi ketika orang Amerika berlibur di Eropa dan membeli barang-barang mewah di Paris, Roma atau London, bukan di AS, kata Guiony. Sehingga dapat dilihat penjualan LVMH di Eropa meningkat 18 persen pada kuartal II. Guiony mengatakan, turis menyumbang hampir setengah dari pertumbuhan itu.

 

2 dari 2 halaman

Pasar Asia

Sementara, pasar China menawarkan perbedaan besar dari AS. Secara keseluruhan, LVMH melaporkan penjualan naik 17 persen pada kuartal tersebut, dibantu oleh peningkatan 34 persen di Asia tidak termasuk Jepang.

Guiony mengatakan bahwa meskipun ada tanda-tanda perlambatan ekonomi China yang lebih luas, belanja barang mewah di sana rupanya cukup kuat setelah lockdown dicabut akhir tahun lalu.

Merek perhiasan perusahaan Bulgari, yang berkinerja baik di Asia, memiliki kuartal yang solid, sementara Tiffany, yang lebih bergantung pada AS, lebih lemah. Dia mengatakan bahwa meskipun sebagian besar pembelian barang mewah China biasanya dilakukan di Eropa, sekarang sebagian besar dilakukan di China dan Jepang.

"Harga di pasar Jepang turun cukup banyak sepanjang tahun karena jatuhnya yen. Ada perbedaan harga yang besar antara China dan Jepang. Tapi kita akan melihat harga di Jepang mulai naik," imbuh dia memungkasi.