Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah emiten yang memiliki bisnis berkaitan dengan nikel telah melaporkan kinerja keuangannya untuk periode enam bulan yang berakhir pada 30 Juni 2023.
Pada periode tersebut, mayoritas emiten nikel membukukan kenaikan pendapatan maupun laba. Namun, ada pula yang mengalami kenaikan laba meski pendapatan susut. Sebaliknya, ada yang mengalami penurunan laba meski mencatatkan kenaikan pendapatan signifikan.
Baca Juga
Dari sisi laba, PT PAM Mineral Tbk (NICL) keluar sebagai juara. Perseroan berhasil membukukan laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp 64,5 miliar. Laba itu naik 19,70 persen dibandingkan semester I tahun lalu yang tercatat sebesar Rp 53,88 miliar.
Advertisement
Kenaikan laba terjadi di tengah penurunan pendapatan sebesar 13,82 persen menjadi Rp 476,09 miliar pada semester I 2023, dari RP 552,45 miliar pada semester I tahun lalu. Meski begitu, perseroan berhasil menekan beban pokok penjualan. Sehingga masih bisa membukukan kenaikan laba.
Perusahaan yang berdiri pada 15 Januari 2008 ini memiliki usaha yang bergerak di bidang pertambangan mineral nikel, baik secara langsung maupun melalui entitas anak perusahaan. Perseroan memiliki 2 wilayah operasional, yaitu di Desa Lameruru, Kecamatan Langgikima, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara dan Desa Laroenai, Kecamatan Bungku Pesisir, Sulawesi Tengah.
PT Vale Indonesia Tbk (INCO)
Vale Indonesiaberhasil membukukan kenaikan laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar 12 persen pada semester I 2023. Yakni menjadi USD 168,52 juta dari USD 150,46 juta.
Raihan itu sejalan dengan pendapatan perseroan pada semester I 2023 yang naik 16,73 persen dari USD 564,54 juta menjadi Rp 658,97 juta.
PT Vale Indonesia didirikan pada Juli 1968. Pada tahun yang sama, PT Vale dan Pemerintah Indonesia menandatangani Kontrak Karya (KK) yang merupakan lisensi dari Pemerintah Indonesia untuk melakukan eksplorasi, penambangan dan pengolahan bijih nikel.
Â
Harum Energy
Beroperasi dalam naungan Kontrak Karya yang telah diamandemen pada 17 Oktober 2014 dan berlaku hingga 28 Desember 2025 dengan luas konsesi seluas 118.017 hektar meliputi Sulawesi Selatan (70.566 hektar), Sulawesi Tengah (22.699 hektar) dan Sulawesi Tenggara (24.752 hektar).
PT Vale Indonesia menambang nikel laterit untuk menghasilkan produk akhir berupa nikel dalam matte. Rata-rata volume produksi nikel per tahun mencapai 75.000 metrik ton.
PT Harum Energy Tbk (HRUM)
Pada paruh pertama tahun ini, perseroan membukukan laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar USD 150,61 juta. Raihan itu naik 3,17 dari USD 145,99 juta pada semester I 2022.
Kenaikan laba terjadi seiring pendapatan semester I 2023 yang naik 30,41 persen menjadi USD 488,33 juta dari USD 371,04 juta pada semester I 2022.
PT Harum Energy Tbk adalah induk perusahaan yang didirikan pada tahun 1995, dengan portofolio usaha di bidang pertambangan batu bara dan mineral, serta kegiatan logistik dan pengolahan yang berlokasi di Kalimantan Timur dan Maluku Utara, Indonesia. Perseroan juga sedang mengembangkan usahanya saat ini ke sektor penambangan dan pengolahan bijih nikel yang diharapkan dapat berkontribusi dalam beberapa tahun ke depan.
Advertisement
Pendapatan Naik tapi Laba Turun
PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL)
Perseroan membukukan penurunan laba, kendati mencatatkan kenaikan signifikan dari sisi pendapatan. Hingga 30 Juni 2023, perseroan mencatatkan laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp 2,75 triliun. Raihan itu susut 14,66 persen dibandingkan semester I tahun lalu yang tercatat sebesar Rp 3,22 triliun.
Sementara pendapatan perseroan tumbuh 88,75 persen, dari Rp 5,43 triliun pada semester I 2022 menjadi Rp 10,24 triliun pada semester I 2023.
Perseroan adalah perusahaan nikel murni dengan kemampuan hulu dan hilir. Fokus Perseroan adalah menjadi perusahaan pertambangan dan pengolahan nikel yang terintegrasi. Kegiatan operasi Perseroan yang terdiri dari penambangan nikel hulu dan peleburan nikel hilir terutama berbasis di Pulau Obi, Indonesia.
Perseroan dan Entitas Anak memiliki dan mengoperasikan dua proyek pertambangan nikel laterit aktif seluas 4.247,00 hektar di Kawasi yang dioperasikan oleh Perseroan dan 1.276,99 hektar di Loji yang dioperasikan oleh GPS keduanya terletak di Pulau Obi, provinsi Maluku Utara Indonesia sehingga total luas kawasan pertambangan sebesar 5.523,99 hektar.
Selain itu, sampai dengan saat ini, Entitas Anak Perseroan memiliki dua prospek pertambangan nikel yaitu OAM memiliki luas 1.775,40 hektar di Tabuji-Lauwi dan JMP memiliki luas 1.884,84 hektar di Jikodolong, di mana keduanya terletak di Pulau Obi.
Per 30 September 2022, sumber daya mineral telah ditentukan dalam deposit yang terletak di dua proyek pertambangan aktif Perseroan, Tambang Kawasi dan Tambang Loji, serta Prospek Jikodolong Perseroan yang sedang dikembangkan.
Â
Pendapatan dan Laba Kompak Turun
PT Central Omega Resources Tbk (DKFT)
Di antara lainnya, perusahaan ini memiliki kinerja yang kurang memuaskan. Dari sisi laba bersih yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk turun 30,38 persen menjadi Rp 42,31 miliar dari Rp 60,77 miliar pada semester I 2022. Penurunan laba terjadi bersamaan dengan pendapatan yang susut 20,34 persen menjadi Rp 266,89 miliar dari Rp 335,04 miliar.
Sejak 2008, perusahaan mulai terjun di bidang pertambangan bijih nikel. Pada tahun 2011, perusahaan mulai mengekspor bijih nikel ke luar negeri. Dalam waktu yang relatif singkat, Perusahaan sudah mampu memproduksi bijih nikel sebanyak 3 juta ton per tahun.
Tambang bijih nikel perusahaan berlokasi di Sulawesi, yang merupakan salah satu sumber cadangan nikel laterite terbesar di dunia, tepatnya di Morowali, Sulawesi Tengah dan Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.
Untuk memenuhi ketentuan Pemerintah dalam UU Minerba Nomor 4 tahun 2009, Perusahaan berencana untuk melakukan hilirisasi produk pertambangan bijih nikelnya dengan membangun fasilitas smelter Ferronikel (FeNi) di Morowali Utara, Sulawesi Tengah. Pembangunan ini dilaksanakan Perusahaan bekerjasama dengan PT Macrolink Nickel Development dengan membentuk satu perusahaan baru, PT COR Industri Indonesia.
Â
Â
Advertisement