Sukses

Pengadilan Tolak Upaya Hukum Greylag ke Garuda Indonesia

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN) tolak upaya hukum peninjauan kembali (PK) terhadap pengesahan perdamaian PKPU. Manajemen Garuda Indonesia menilai hal ini jadi penanda penting.

Liputan6.com, Jakarta - PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) mengumumkan perkembangan kasus hukum yang melibatkan perseroan dengan Greylag.

Teranyar, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menolak upaya hukum Peninjauan Kembali terhadap pengesahan perdamaian PKPU yang dilayangkan oleh Greylag Goose Leasing 1410 Designated Activity Company dan Greylag Goose Leasing 1446 Designated Activity Company (Greylag Entities) pada November 2022.

Tidak diterimanya permohonan peninjauan kembali tersebut didasarkan pada informasi Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang diperoleh perusahaan pada Rabu, 16 Agustus 2023. Penetapan itu menyatakan bahwa permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan oleh Greylag Entities Tidak Memenuhi Syarat Formil (TMS).

Pada 2022, Greylag Entities mengajukan upaya Peninjauan Kembali atas Putusan Homologasi PKPU yang telah disahkan pada Juni 2022. Di mana upaya hukum kasasi tersebut telah dimenangkan oleh Garuda Indonesia.

Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra menuturkan, penetapan penolakan terhadap permohonan Peninjauan Kembali ini menjadi penanda penting bagi rangkaian tahapan restrukturisasi Garuda Indonesia yang ditempuh melalui proses PKPU. Upaya ini semakin jelas lantaran telah mendapatkan landasan hukum yang solid.

"Selanjutnya, Garuda Indonesia berkomitmen penuh untuk senantiasa memastikan fase transformasi kinerja dapat berlangsung dengan optimal dengan mengedepankan asas kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku," kata Irfan dalam keterangan resmi, Rabu (23/8/2023).

Sebelumnya perusahaan juga telah menyelesaikan sejumlah proses hukum atas gugatan yang disampaikan oleh Greylag Entities. Di antaranya melalui Permohonan Kasasi Mahkamah Agung (MA), gugatan winding up melalui otoritas hukum di Australia, serta berbagai tahapan hukum lainnya di sejumlah negara lainnya.

 

 

2 dari 4 halaman

Putusan Tahapan Hukum

Putusan berbagai tahapan hukum tersebut turut memperkuat posisi hukum Garuda Indonesia atas langkah restrukturisasi yang dijalankan. Khususnya terhadap Perjanjian Perdamaian yang telah disepakati oleh lebih dari 95 persen kreditur dan disahkan melalui Putusan Homologasi pada 2022.

Menurut Irfan apa yang berhasil disepakati dalam tahapan PKPU merupakan wujud komitmen, dukungan dan konsensus seluruh pihak dalam memastikan pemenuhan kewajiban usaha Garuda Indonesia dapat berjalan optimal serta proporsional.

"Oleh karena itu, kami menyikapi dengan serius adanya upaya hukum dari sejumlah pihak yang berdampak terhadap kepentingan yang lebih luas yakni kreditur yang telah mendukung Garuda Indonesia selama proses restrukturisasi dalam mewujudkan upaya transformasi kinerja menjadi entitas bisnis yang semakin agile, adaptif, dan sehat,” ujar Irfan.

 

3 dari 4 halaman

Respons Garuda Indonesia Terkait Merger dengan Pelita Air

Sebelumnya, Manajemen PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) buka suara mengenai kabar rencana merger bisnis grup Garuda Indonesia dengan Pelita Air.

Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menyampaikan, hingga saat ini proses diskusi terkait langkah penjajakan aksi korporasi tersebut masih terus berlangsung intensif.

"Garuda Indonesia Group tentunya akan mendukung dan memandang positif upaya wacana merger tersebut yang tentunya akan dilandasi dengan kajian outlook bisnis yang prudent,” ujar dia seperti dikutip dari keterangan tertulis, Selasa (22/8/2023).

Adapun mengenai rencana pengembangan sendiri, ia mengatakan, masih dalam tahap awal. "Kami tengah mengeksplorasi secara mendalam atas berbagai peluang sinergi bisnis yang dapat dihadirkan untuk bersama-sama dapat mengoptimalkan aspek profitabilitas kinerja yang sekaligus memperkuat ekosistem bisnis industri transportasi udara di Indonesia guna membawa manfaat berkelanjutan bagi masyarakat,” ujar dia.

Ia menambahkan, hal tersebut turut menjadi sinyal positif bagi upaya penguatan fundamental kinerja perusahaan khususnya pascarestrukturisasi yang terus dioptimalkan melalui berbagai langkah akseleratif transformasi kinerja bersama pelaku industri aviasi Indonesia.

"Oleh karenanya, mengenai mengenai proyeksi dari proses merger ini tentunya akan terus kami sampaikan secara berkelanjutan sekiranya terdapat tindak lanjut penjajakan yang lebih spesifik atas realisasi rencana strategis tersebut,” kata dia.

  

4 dari 4 halaman

Rencana Erick Thohir: Garuda Indonesia, Citilink, dan Pelita Air Bakal Digabung

Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir membuka peluang untuk menggabungkan maskapai penerbangan pelat merah. Itu menyasar Garuda Indonesia, Citilink, dan Pelita Air.

Erick Thohir menyebut, langkah merger maskapai ini untuk menekan biaya logistik yang ada. Sebelumnya, proses merger untuk menekan biaya logistik juga terjadi di tubuh Pelindo.

"BUMN terus menekan logistic cost. Pelindo dari 4 (perusahaan) menjadi 1. Sebelumnya, logistic cost mencapai 23 persen, sekarang jadi 11 persen. Kita juga upayakan Pelita Air, Citilink, dan Garuda merger untuk menekan cost," ungkap dia saat berbincang dengan diaspora di Tokyo, Jepang, dikutip dari keterangannya, ditulis Selasa (22/8/2023).

Pada konteks biaya logistik dan maskapai, Erick menyampaikan Indonesia saat ini kekurangan 200 uni pesawat. Hitungan ini merupakan perbandingan antara Indonesia dan Amerika Serikat.

Dia menyebut, AS saat ini telah mengoperasikan 7.200 pesawat di rute domestiknya untuk menopang 300 juta populasi yang rata-rata (pendapatan per kapitanya mencapai USD 40 ribu.

Sementara di Indonesia terdapat 280 juta penduduk yang memiliki GDP USD 4.700. Itu berarti Indonesia membutuhkan 729 pesawat. Padahal sekarang, Indonesia baru memiliki 550 pesawat.

"Jadi perkara logistik kita belum sesuai," ujar Erick.

Contoh Merger Pelindo

Erick juga mengambil contoh, merger Pelindo secara resmi telah terlaksana, dengan ditandatanganinya Akta Penggabungan empat BUMN Layanan Jasa Pelabuhan.

Keempatnya adalah Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pelabuhan Indonesia I, Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pelabuhan Indonesia III, dan Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pelabuhan Indonesia IV. Mereka melebur kedalam Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pelabuhan Indonesia II yang menjadi surviving entity.