Liputan6.com, Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) alami penurunan pendapatan dan laba bersih pada semester I 2023. Hal ini seiring penurunan transaksi bursa.
BEI mencatat laba bersih turun 46,12 persen menjadi Rp 279,5 miliar pada semester I 2023 dari periode sama tahun sebelumnya Rp 518,9 miliar.
Baca Juga
Laba bersih yang turun tersebut dipicu pendapatan merosot 18,8 persen (yoy) menjadi Rp 1,17 triliun pada semester I 2023. Pada periode sama tahun sebelumnya, BEI membukukan pendapatan Rp 1,45 triliun. Demikian mengutip dari Antara, ditulis Kamis (31/8/2023).
Advertisement
Pendapatan susut dipicu menurunnya pendapatan usaha dari transaksi bursa 30,3 persen menjadi Rp 845,7 miliar pada semester I 2023 dibandingkan periode sama tahun sebelumnya Rp 1,2 triliun.
Jasa transaksi efek terpangkas 36,4 persen (yoy) menjadi Rp 421,3 miliar, jasa kliring terpangkas 36,3 persen (yoy) menjadi Rp 212,2 miliar, jasa informasi dan fasilitas lainnya turun 8,24 persen (yoy) menjadi Rp 83,5 miliar. Jasa pencatatan naik 6,37 persen menjadi Rp 128,6 miliar (yoy).
Pendapatan usaha dari bukan transaksi BEI bertambah 57,09 persen menjadi Rp 104,89 miliar pada semester I 2023 dibandingkan sebelumnya Rp 66,7 miliar pada periode sama tahun lalu.
Akan tetapi, di tengah menurunnya pendapatan, jumlah beban naik 5,97 persen (yoy) menjadi Rp 846,6 miliar dibandingkan sebelumnya Rp 798,8 miliar.
Total aset BEI tercatat Rp 10,4 triliun pada 30 Juni 2023, atau merosot dibandingkan sebelumnya Rp 10,8 triliun pada 31 Desember 2022.
Total liabilitas perseroan Rp 2,83 triliun pada akhir Juni 2023, dari sebelumnya Rp 3,9 triliun pada akhir 2022. Jumlah ekuitas naik menjadi Rp 7,21 triliun pada akhir Juni 2023 dari sebelumnya Rp 6,93 triliun.
BEI Siapkan Jurus Kerek Nilai Transaksi Harian Saham
Sebelumnya, Bursa Efek Indonesia (BEI) mencermati rata-rata nilai transaksi harian (RNTH) relatif menurun sekitar 32 persen. Sebelumnya, RNTH berada di posisi Rp14,75 triliun.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna mengatakan, pihaknya bersama self regulatory organization (SRO) telah menyiapkan sejumlah strategi dalam rangka mendongkrak RNTH. Salah satu strateginya melalui kampanye Aku Investor Saham.
“Kemarin ada Aku Investor Saham, itu jargon yang kita gunakan, bagaimana investor kita itu confident (percaya) menjadi investor, itu supply side (sisi penawaran)," kata Nyoman saat ditemui di BEI, Senin (28/8/2023).
Dia bilang, dari sisi permintaan, BEI terus menggenjot jumlah perusahaan tercatat sehingga bisa menembus 1.000 emiten.
"Kemudian demand site tentu pada hari ini jumlah perusahaan tercatat 64 dengan total 888 nah kita menuju ke 900 menuju ke 1.000 (perusahaan)," kata dia.
Tak hanya itu, dalam rangka menggenjot RNTH, BEI pun gencar mengenalkan instrumen-instrumen investasi ke daerah-daerah. Harapannya, hal tersebut mampu meningkatkan kepercayaan dari investor.
Di sisi lain, dengan ada peralihan kondisi pandemi COVID-19 ke endemi membuat tantangan BEI dan SRO semakin besar dalam meningkatkan rata-rata nilai transaksi harian. Sebab, pilihan investasi semakin banyak.
“Tapi memang perlu waktu dalam kondisi saat ini dari sisi perekonomian dan kondisi kesehatan kan sudah beralih lagi dulu pandemi sekarang endemi pilihannya semakin banyak untuk investasi. Tentu ini tantangan buat kami di pasar modal untuk bekerja lebih keras untuk mengattract potensi atau opportunity dari dana yang ada untuk dapat ditransaksikan kembali masuk ke pasar modal,” imbuhnya.
Advertisement
BEI Ajukan Diri sebagai Penyelenggara Bursa Karbon
Sebelumnya, Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan kesiapannya mengajukan diri untuk menjadi penyelenggara bursa karbon di Indonesia. Hal itu disampaikan Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI), Jeffrey Hendrik, menyikapi aturan bursa karbon yang baru saja diterbitkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Bursa Efek Indonesia siap mengajukan diri sebagai penyelenggara bursa karbon," kata Jeffrey kepada wartawan, dikutip Kamis (24/8/2023).
Pada Rabu, 23 Agustus 2023, OJK mengumumkan penerbitan Peraturan OJK Nomor 14 Tahun 2023 tentang Perdagangan Karbon melalui Bursa Karbon (POJK Bursa Karbon) yang akan menjadi pedoman dan acuan Perdagangan Karbon melalui Bursa Karbon yang dilaksanakan oleh penyelenggara pasar. POJK Bursa Karbon ini merupakan amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) yang mengamanatkan pengaturan lebih lanjut Perdagangan Karbon melalui Bursa Karbon.
Beleid ini merupakan bagian dari upaya OJK untuk mendukung Pemerintah dalam melaksanakan program pengendalian perubahan iklim melalui pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK), sejalan dengan komitmen Paris Agreement, serta mempersiapkan perangkat hukum domestik dalam pencapaian target emisi GRK tersebut.
Tersedianya dasar hukum terkait persyaratan dan tata cara perizinan Perdagangan Karbon melalui Bursa Karbon diharapkan dapat menjadi landasan perdagangan karbon melalui Bursa Karbon bagi Instansi terkait, Penyelenggara Bursa Karbon, pelaku usaha, pengguna jasa Penyelenggara Bursa Karbon, dan pihak terkait lainnya.