Liputan6.com, Jakarta - Bursa saham Asia Pasifik beragam pada perdagangan Rabu (6/9/2023) setelah Arab Saudi dan Rusia perpanjang pengurangan produksi minyak secara sukarela hingga akhir 2023.
Arab Saudi akan perpanjang pengurangan 1 juta barel per hari hingga akhir Desember 2023. Sedangkan Rusia akan pangkas ekspor minyak sebesar 300.000 barel per hari. Harga minyak mentah Brent berada di posisi USD 90,04 per barel ditutup di atas USD 90 untuk pertama kali sejak November.
Baca Juga
Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate diperdagangkan mendekati USD 86,87 per barel, dan catat level tertinggi dalam 10 bulan.
Advertisement
Di Australia, indeks ASX 200 merosot 0,43 persen, setelah negara tersebut mencatat pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) pada kuartal II 2023 sebesar 2,1 persen. PDB ini sedikit lebih tinggi dari harapan ekonom yang disurvei oleh Reuters.
Indeks Nikkei 225 bertambah 0,53 persen, sedangkan indeks Topix menanjak 0,54 persen. Di sisi lain, indeks Kospi Korea Selatan melemah 0,42 persen, sedangkan indeks Kosdaq naik 0,47 persen.
Indeks Hang Seng tergelincir 0,54 persen, dan memperpanjang koreksi sejak Selasa pekan ini. Sementara itu, bursa saham China juga turun dengan indeks CSI 300 merosot 0,45 persen.
Di Amerika Serikat, tiga indeks acuan di wall street kompak melemah seiring kenaikan harga minyak. Indeks Dow Jones tergelincir 0,56 persen, indeks S&P 500 susut 0,42 persen dan indeks Nasdaq terpangkas 0,08 persen.
Data Ekonomi Australia
Sementara itu, produk domestik bruto (PDB) Australia naik 2,1 persen pada kuartal II 2023 dibandingkan tahun lalu, lebih tinggi dari perkiraan ekonom sebesar 1,8 persen yang disurvei oleh Reuters. Namun, PDB tersebut lebih rendah dibandingkan pertumbuhan year on year 2,3 persen pada kuartal I 2023. Secara kuartalan, PDB naik 0,4 persen, menandai kenaikan kuartalan selama tujuh kali berturut-turut.
Biro Statistik Australia menyebutkan, ekspor dan investasi merupakan kontributor utama terhadap pertumbuhan PDB pada kuartal ini yang sebagian diimbagi oleh persediaan.
Penutupan Bursa Saham Asia Pasifik pada 5 September 2023
Sebelumnya, bursa saham Asia Pasifik tergelincir pada perdagangan saham Selasa, 5 September 2023. Koreksi bursa saham Asia Pasifik terjadi di tengah bank sentral Australia yang mempertahankan suku bunga di 4,1 persen selama bulan ketiga berturut-turut.
Selain itu, investor menilai data inflasi dan aktivitas bisnis dari seluruh wilayah. Adapun keputusan Reserve Bank of Australia ini sejalan dengan harapan ekonom yang disurvei oleh Reuters.
Indeks ASX 200 membalikkan sejumlah koreksi setelah pengumuman tersebut. Namun, indeks saham acuan itu melemah tipis ke posisi 7.314,3. Selain itu, investor juga menilai pembacaan indeks purchasing managers dari China, India dan Hong Kong.
Di sisi lain, tingkat inflasi Korea Selatan pada Agustus 2023 lebih tinggi dari perkiraan sebesar 3,4 persen. Indeks Kospi Korea Selatan terpangkas 0,09 persen ke posisi 2.582,18. Sedangkan indeks Kosdaq bertambah 0,25 persen ke posisi 921,48.
Indeks Hang Seng melemah 2,13 persen terseret saham-saham layanan kesehatan dan real estate. Sedangkan bursa saham China juga berada di wilayah negatif. Indeks CSI melemah 0,74 persen ke posisi 3.820,32.
Indeks Nikkei 225 menguat 0,3 persen ke posisi 33.036,76, dan menandai kenaikan tujuh hari berturut-turut. Indeks Nikkei untuk pertama kali melewati 33.000 sejak 1 Agustus 2023. Indeks Topix melesat 0,17 persen ke posisi 2.377,85. Indeks Topix juga mencatat kenaikan dalam tujuh hari berturut-turut.
Advertisement
Penutupan Wall Street pada 5 September 2023
Sebelumnya, bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street merosot pada perdagangan Selasa, 5 September 2023. Koreksi wall street terjadi seiring lonjakan harga minyak mentah.
Dikutip dari CNBC, Rabu (6/9/2023), pada penutupan perdagangan wall street, indeks Dow Jones melemah 195,74 poin atau 0,56 persen ke posisi 34.641,97. Indeks S&P 500 susut 0,42 persen ke posisi 4.496,83. Indeks Nasdaq tergelincir 0,08 persen menjadi 14.020,95.
Harga minyak naik setelah Arab Saudi dan Rusia memperpanjang pasokan minyak secara sukarela. Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) melonjak lebih dari 1 persen dan sempat diperdagangkan di atas USD 87 per barel, dan mencapai level tertinggi sejak November.
Kabar tersebut mengangkat harga saham energi, dengan sektor di S&P 500 naik 0,5 persen. Saham Halliburton dan Occidental Petroleum masing-masing naik lebih dari 2 persen. Saham EOG Resources menguat 1,8 persen.
Di sisi lain, kenaikan harga minyak menekan saham-saham maskapai dan kapal pesiar antara lain saham American Airlines, United Airlines, Delta Airlines dan Carnival masing-masing turun lebih dari 2 persen.
Selain itu, imbal hasil obligasi juga melonjak sehingga membebani aset-aset berisiko tinggi. Imbal hasil obligasi bertenor 10 tahun melonjak sekitar 9 basis pon menjadi 4,27 persen.
“Jika harga minyak naik, hal itu bisa menyebabkan inflasi,” ujar Co-chief investment officer Truist Advisory Services, Keith Lerner.
Ia menambahkan, hal ini dapat membuat pekerjaan the Federal Reserve (the Fed) menjadi lebih sulit. “Sudah ada garis tipis antara the Fed yang melakukan soft landing seperti yang diharapkan masyarakat dan perlambatan ekonomi,” ujar dia.
Selain itu, saham-saham yang terkena dampak paling parah yakni saham kapitalisasi kecil dan menengah. The S&P Small Cap 600 merosot hampir 3 persen, dan catat kinerja terburuk sejak Februari. S&P 500 Midcap 400 turun 2,3 persen, indeks Russell 2000 merosot 2,1 persen.
Kemungkinan Resesi Menurun?
Pada libur akhir pekan, Goldman Sachs memangkas peluang resesi menjadi 15 persen dan mengatakan pihaknya mengantisipasi the Federal Reserve menahan suku bunga pada pertemuan akhir September 2023.
Meskipun hal ini dapat dilihat sebagai kabar baik bagi pasar, investor harus menghadapi dampak musiman pada September yang secara historis merupakan bulan terlemah untuk saham.
Yang pasti, beberapa indikator teknis telah memberikan harapan bagi investor dalam beberapa hari terakhir. Sebagai tanda momentum positif jangka pendek, indeks-indeks utama menembus di atas rata-rata pergerakan 50 hari pada pekan lalu.
“Meskipun sejarah munhkin tidak terulang kembali, momentum bullish tahun ini menunjukkan September mungkin tidak seburuk yang diberitakan,” ujar Chief Technical Strategist LPL Financial, Adam Turnquist.
Advertisement