Liputan6.com, Jakarta - Hasil rapat the Federal Open Market Committee (FOMC) September 2023 memutuskan The Fed untuk menahan suku bunga acuan Amerika Serikat pada level 5,25-5.50 persen, tetapi The Fed mengisyaratkan akan tetap hawkish dan membuka kemungkinan kenaikan suku bunga satu kali di sisa 2023.
Selain menahan suku bunga acuan, The Fed juga terus memperkecil kepemilikan Obligasi Amerika Serikat dalam rangka memangkas neraca sebesar USD 815 miliar atau setara Rp 12.515 triliun (asumsi kurs Rp 15.357 per dolar AS) sejak Juni 2022.
Dalam kondisi volatilitas pada sebulan terakhir, investor asing pada SBN cenderung mencatatkan capital outflow sebesar Rp 17,85 triliun, namun secara keseluruhan pada 2023 masih mencatatkan inflow sebesar Rp 73,82 triliun YTD.
Advertisement
Direktur Investasi BNI Asset Management, Putut Endro Andanawarih menjelaskan walaupun spread yield obligasi cenderung rendah dan investor mencatatkan capital outflow dalam sebulan terakhir.
“Namun yield SBN masih cukup menarik mengingat kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang dinilai stabil tercermin dari Indikator penting seperti inflasi masih terjaga di level 3,27 persen YoY dan masih pada kisaran target Bank Indonesia, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) bulan Agustus 2023 naik ke level 125.2 yang merupakan sinyal positif bagi tingkat konsumsi di Indonesia,” kata Putut dalam siaran pers, dikutip Sabtu (23/9/2023).
Di sisi lain, Purchasing Manager Index (PMI) juga menguat pada level 53.9 berada pada zona ekspansif, dan Neraca Perdagangan Indonesia tercatat surplus sebesar USD 3,12 miliar atau setara Rp 47,9 triliun, sekaligus menjadi surplus neraca perdagangan selama 40 bulan berturut–turut.
Cadangan Devisa Indonesia Masih Memadai
Putut juga menjelaskan, cadangan Devisa Indonesia masih tercatat memadai senilai USD 137,1 miliar di tengah capital outflow yang terjadi dalam sebulan terakhir, cadangan devisa masih cukup untuk membiayai 6.2 bulan impor atau 6.0 bulan impor beserta pembayaran utang luar negeri pemerintah, angka tersebut dua kali lipat lebih tinggi dari standar kecukupan internasional yang sebesar 3.0 bulan impor.
“Walaupun monetary tightening di AS masih akan ketat hingga 2024 nanti, namun kami memprediksi kenaikan suku bunga AS akan berhenti dan cenderung berangsur turun dalam jangka panjang," ujar Putut.
Suku bunga yang mengalami kenaikan terlalu tinggi dan bertahan dalam waktu yang cukup panjang tentunya akan memukul roda perekonomian di AS.
Putut melihat, era suku bunga tinggi pada 2024-2026 akan berangsur turun, sehingga akan berdampak positif untuk iklim investasi, terutama pasar Obligasi atau Reksa Dana Pendapatan Tetap”.
“Untuk itu, investor dapat memanfaatkan momentum volatilitas yang ada dan secara bertahap mengalokasikan dana Investasi pada kelas aset Obligasi maupun Reksa Dana Pendapatan Tetap berdurasi panjang agar dapat menikmati potensi kenaikan harga sebagai dampak dari penurunan suku bunga acuan di tahun mendatang,” pungkasnya.
Advertisement
Kinerja IHSG pada 18-22 September 2023
Sebelumnya, gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat pada 18-22 September 2023. Penguatan IHSG dibayangi kebijakan bank sentral baik bank sentral Amerika Serikat (the Fed) dan Bank Indonesia (BI).
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), ditulis Sabtu (23/9/2023), IHSG melejit 0,49 persen ke posisi 7.016,84. Pada pekan lalu, IHSG melonjak 0,84 persen ke posisi 6.982,79.
Kenaikan IHSG juga diikuti kapitalisasi pasar bursa. Kapitalisasi pasar bursa melambung 0,50 persen menjadi Rp 10.390 triliun dari Rp 10.339 triliun pada pekan sebelumnya.
Analis PT MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana mengatakan, IHSG menguat 0,4 persen pada pekan ini disertai dengan sejumlah sentimen. Salah satunya keputusan bank sentral Amerika Serikat atau the Fed pertahankan suku bunga acuan 5,5 persen. Demikian juga Bank Indonesia (BI) pertahankan suku bunga acuan 5,75 persen.
“Dalam sepekan ini, IHSG menguat 0,49 persen disertai sejumlah sentimen antara lain FFR dan 7DRRR yang masih bertahan di 5,5 persen dan 5,75 persen.
"Koreksi indeks saham juga karena ada kenaikan harga minyak dunia dan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat,” kata dia saat dihubungi Liputan6.com.
Sementara itu, rata-rata volume transaksi harian bursa turun 40,79 persen menjadi 17,28 miliar saham dari 29,18 miliar saham pada pekan lalu.
Sektor Saham
Rata-rata frekuensi transaksi harian bursa terpangkas 2,07 persen menjadi 1.158.472 kali transaksi dari 1.182.973 kali transaksi pada pekan lalu. Rata-rata nilai transaksi harian bursa susut 18,90 persen menjadi Rp 10,91 triliun dari Rp 13,45 triliun pada pekan lalu.
Selama sepekan, sebagian besar sektor saham (IDX-IC) menguat. Sektor saham energi naik 0,33 persen, sektor saham basic bertambah 1,01 persen, sektor saham industri menanjak 0,34 persen. Selain itu, sektor saham nonsiklikal melonjak 1,4 persen, sektor saham keuangan bertambah 0,68 persen.
Selanjutnya, sektor saham properti mendaki 0,16 persen, sektor saham infrastruktur melambung 1,35 persen dan sektor saham transportasi mendaki 0,21 persen. Di sisi lain, sektor saham siklikal merosot 1,48 persen, sektor saham kesehatan merosot 0,82 persen, dan sektor saham teknologi susut 1,7 persen.
Advertisement