Sukses

OJK Sebut Bursa Karbon Indonesia Lebih Cepat Ketimbang Negara Tetangga

Saat mempersiapkan perdagangan karbon di Bursa Karbon, OJK bersama Kementerian/Lembaga terkait, dan dengan dukungan lembaga internasional.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menyatakan, pihaknya mendirikan bursa karbon lebih cepat ketimbang negara tetangga.

"Sebagai pembanding di negara tetangga kita membutuhkan waktu 1,5-2 tahun sejak regulator jasa keuangan dalam hal ini OJK untuk bisa ikut betul-betul menterjemahkan dalam kegiatan konkret bursa karbon,”ujar Mahendra, Selasa (26/9/2023).

Sedangkan OJK telah melaksanakan hal itu dalam waktu delapan bulan. Selain itu, ia menuturkan, jika bursa karbon Malaysia memerlukan waktu 3-4 bulan hingga transaksi perdana dapat dilakukan final, pihaknya berharap transaksi perdana dapat dilakukan pada Selasa, 26 September 2023.

“Juga sebagai pembanding jika bursa karbon negara Jiran kita memerlukan 3-4 bulan sampai transaksi perdana dapat dilakukan secara final, maka kita berharap dari laporan bursa karbon pada hari ini transaksi perdana tersebut dapat kami lakukan pada hari ini juga,” tutur dia.

Dalam mempersiapkan perdagangan karbon di Bursa Karbon, OJK bersama Kementerian/Lembaga terkait, dan dengan dukungan lembaga internasional.

Untuk mendorong suksesnya penyelenggaraan perdagangan perdana unit karbon di Bursa Karbon, berdasarkan data dari Kementerian ESDM dan PT PLN (Persero) terdapat 99 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara, yang berpotensi ikut perdagangan karbon tahun ini. Jumlah ini setara dengan 86 persen dari total PLTU Batu Bara yang beroperasi di Indonesia. 

Selain dari sub sektor pembangkit tenaga listrik, perdagangan karbon di Indonesia ke depan juga akan diramaikan oleh sektor lain yang merupakan sektor prioritas pemenuhan NDC seperti sektor Kehutanan, Pertanian, Limbah, Migas, Industri Umum dan yang akan menyusul dari sektor Kelautan.  

Di awal perdagangan karbon ini, secara bertahap akan dilaksanakan perdagangan dengan memastikan unit karbon yang berkualitas, dimulai dari emisi (Emission Trading System/ ETS) ketenagalistrikan dan sektor kehutanan.

 

2 dari 3 halaman

Menko Luhut Sebut Bursa Karbon Bisa Gaet Investasi USD 9,5 Miliar

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan soal potensi investasi dari organisasi dunia untuk pasar karbon sukarela (Voluntary Carbon Market /VCM) senilai USD 9,5 miliar atau Rp 146,83 triliun (asumsi kurs Rp 15.456,50 per dolar AS). 

"VCM memiliki potensi yang besar seperti pihak Amazon Web Services, khusus untuk Indonesia telah berkomitmen untuk menjurkan investasi termasuk pembelian karbon VCM sebesar USD 5 miliar," kata Luhut dalam konferensi pers, Selasa (26/9/2023)

Selain itu, terdapat potensi investasi dari Energy Transition Accelerator yang dibentuk The Rockefeller Foundation dan The Benzos Earth Fund bersama Word Bank senilai USD 4,5 miliar, khusus untuk mendukung negara berkembang memonetisasi credit carbon dalam bentuk pembiayaan karbon.

"Pengaturan penyelenggaraan perdagangan karbon luar negeri di mana terdapat pemindahan status hak atas karbon maka dipersyaratkan adanya pencatatan SRN, PPI dan otorisasi. Sementara jika tidak ada pemindahan hak dan karbon tidak mengganggu NDC sebagaimana berlaku pada VCM maka dipersyaratkan SRN, PPI dan persetujuan Menteri sehingga tidak mempengaruhi NDC," ujarnya.  

Menurut ia, Indonesia harus bisa memanfaatkan kesempatan yang ada karena tidak hanya mengandalkan dana APBN dan komitmen pemerintah negara maju, maka perdagangan karbon luar negeri perlu mengakomodasi perdagangan VCM sesuai yang berlaku secara internasional.

Di samping itu, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan potensi nilai dari bursa karbon bisa mencapai Rp 3.000 triliun. 

“Di catatan saya, ada kurang lebih 1 giga ton CO2 potensi kredit karbon yang bisa ditangkap. Jika dikalkulasi, potensi bursa karbon kita bisa mencapai potensinya Rp 3.000 triliun bahkan bisa lebih,” ujar Jokowi.

 

3 dari 3 halaman

Bursa Karbon Jadi Kesempatan Ekonomi Baru

Menurut ia, bursa karbon menjadi sebuah kesempatan ekonomi baru yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. 

Dia juga bilang, hal ini merupakan kontribusi nyata negara dalam rangka melawan krisis iklim dan krisis perubahan iklim. Dengan adanya bursa karbon diharapkan bisa memberikan hasil optimal terhadap perubahan iklim. 

“Ini kontribusi nyata Indonesia untuk berjuang bersama melawan krisis iklim dan krisis perubahan iklim,” kata dia. 

Setelah bursa karbon diluncurkan, Jokowi pun meminta tiga hal. Pertama, menjadikan standar karbon internasional sebagai rujukan, memanfaatkan teknologi untuk bertransaksi sehingga efektif dan efisien.

Kedua, harus ada target, dan timeline baik untuk pasar dalam negeri dan nantinya pasar luar negeri. Ketiga, atur dan fasilitasi pasar karbon sukarela sesuai praktik di komunitas internasional dan pastikan standar internasional tersebut tidak mengganggu target NDC Indonesia.

Sebagaimana diketahui, OJK resmi memberikan izin usaha penyelenggara bursa karbon kepada BEI. Pemberian izin usaha oleh OJK itu berdasarkan pengumuman Nomor Peng-3/PM.02/2023 tentang pemberian izin usaha sebagai penyelenggara bursa karbon kepada BEI.