Liputan6.com, Jakarta - Pada dasarnya reksa dana saham merupakan instrumen investasi yang dikelola secara langsung oleh manajer investasi. Namun, tak sedikit pihak investor yang berkeinginan untuk melakukan trading dengan reksa dana saham.Â
Apakah hal demikian dapat dilakukan oleh investor?
Baca Juga
Direktur Panin Asset Management Rudiyanto menyampaikan, aktivitas trading dengan reksa dana saham merupakan sesuatu yang wajar atau sah-sah saja dilakukan oleh investor, sebagaimana layaknya trading dengan instrumen saham secara langsung.
Advertisement
Namun, hal itu sangat bergantung pada timing investor yang bersangkutan ketika membeli ataupun menjual reksa dana sahamnya.Â
"Idealnya investor masuk beli reksa dana saham ketika harga rendah dan profit taking ketika harga naik di level yang mereka inginkan," ujar dia dalam Indonesia Invesment Education, Sabtu (30/9/2023).
Apabila investor tetap ingin trading dengan reksa dana, Rudiyanto menyarankan agar investor tersebut memanfaatkan reksa dana indeks. Sebab, reksa dana indeks memiliki selisih imbal hasil atau tracking error yang tipis dengan indeks saham yang menjadi rujukannya. Semakin kecil tracking error-nya, maka reksa dana indeks tersebut bisa dikatakan berhasil dikelola dengan baik oleh manajer investasi.
"Sebagai contoh, Jumat lalu IHSG naik 0,03 persen, maka reksa dana indeks mestinya ikut tumbuh dengan selisih yang tipis dengan return IHSG yakni 0,04 persen atau 0,05 persen," imbuhnya.
Dengan begitu, investor bisa lebih tenang dalam melakukan trading karena adanya kepastian bahwa imbal hasil yang didapat sesuai dengan pergerakan indeks saham acuan.
Kondisi berbeda bisa saja dialami ketika investor trading dengan reksa dana saham. Bisa saja, dalam satu hari reksa dana saham tumbuh 5 persen, tetapi di hari berikutnya turun 5 persen juga. Padahal, IHSG dalam dua hari tumbuh 3 persen.
"Ini bisa terjadi karena portofolio IHSG berbeda dengan portofolio reksadana saham yang dikelola manajer investasi," ujar dia.
Â
Strategi Investasi Reksa Dana
Sebelumnya, dewasa ini, sejumlah masyarakat menyadari pentingnya melakukan investasi sejak dini. Hal itu terlihat dari peningkatan masyarakat yang melakukan investasi di pasar modal.Â
Dalam investasi pun dikenal strategi yang disebut dengan asset allocation, atau secara sederhana membagi investasi ke beberapa jenis investasi agar memperoleh portofolio investasi yang sesuai dengan profil risikonya.Â
Sebagai contoh, investor dengan profil risiko yang agresif biasanya disarankan untuk mengalokasikan yang lebih besar pada instrumen reksa dana saham, sebaliknya investor yang memiliki profil risiko konservatif disarankan masuk ke instrumen reksa dana pendapatan tetap.
"Kalau untuk reksa dana yang biasanya kita sarankan 50-70 persen sesuai risk profil kalau agresif di reksa dana saham, kalau konservatif 50-70 persen di reksa dana fixed income (pendapatan tetap)," kata Direktur PT Panin Asset Manajemen Rudiyanto, Sabtu (30/9/2023).
Menurut ia, reksa dana merupakan salah satu instrumen investasi yang cukup aman. Sebab, racikan portofolio investasi dilakukan oleh manajer investasi.Â
Selain itu, reksa dana juga dinilai cukup aman karena telah dilakukan diversifikasi secara sektor oleh manajer investasi. Artinya, reksa dana ini tidak hanya fokus pada sektor saja. "Reksa dana itu hampir tidak ada yang ke satu sektor, tapi ke 5-6-7 sektor," kata dia.
Manajer investasi meski banyak menaruh portofolio di sektor perbankan. Akan tetapi, bank pilihannya memiliki kapitalisasi pasar yang memang besar.Â
Di samping itu, ia menjelaskan, reksa dana dibayangi dalam beberapa waktu ke depan dibayangi oleh pergerakan suku bunga AS. Tak hanya itu, kebijakan dari suku bunga AS ini pun berpotensi membuat asing melakukan aksi jual baik di instrumen saham maupun obligasi.Â
Advertisement
KSEI Catat Pertumbuhan Investor Reksa Dana hingga Juni 2023
Sebelumnya, PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mencatatkan pertumbuhan investor reksa dana 9,40 persen secara year to date. Hingga Juni 2023, single investor identification (SID) reksa dana menyentuh angka 10,5 juta.
Berdasarkan data KSEI, ditulis Jumat (21/7/2023), SID tersebut meningkat dari Mei 2023, pada periode tersebut SID reksa dana mencapai 10,34 juta.
Meski demikian, nilai asset under management (AUM) reksa dana hingga Juni 2023Â turun sebesar 0,79 secara year to date atau menyentuh angka Rp 797,66 triliun. Pada periode Mei 2023, AUM reksa dana mencapai Rp 798,98 triliun.
Namun, nilai AUM hingga Juni 2023 tersebut terhitung mengalami pertumbuhan 0,04 persen dibandingkan pada 2022 sebesar Rp 797,31 miliar.
Jika melihat produk investasi, Discretionary Fund atau kontrak pengelolaan dana (KPD) menjadi penyumbang nilai terbesar, yakni Rp 245,34 triliun hingga Akhir Juni 2023.
Selain itu, reksa dana fixed income atau pendapatan tetap berada di posisi kedua dengan nilai Rp 151,94 triliun. Lalu, di posisi ketiga terdapat reksa dana terproteksi (capital protected fund) dengan total dana kelolaan Rp 105,32 triliun.
Keempat ada reksa dana saham dengan total dana kelolaan sebesar Rp 102,75 triliun. Selanjutnya, reksa dana pasar uang dengan total dana kelolaan Rp 77,17 triliun.
Komposisi kepemilikan investor institusi menyentuh 68,76 persen dari total nilai AUM. Sementara itu, investor individu menyentuh 31,24 persen dari total nilai AUM.
Nilai AUM reksa dana yang dikelola institusi asuransi mencapai Rp 176,98 triliun hingga Juni 2023, sedangkan institusi keuangan mengelola AUM reksa dana sebesar Rp 95,81 triliun pada Juni 2023 atau turun dari Rp 96,06 triliun pada Mei 2023. Lalu, nilai AUM reksa dana yang dikelola korporasi mencapai Rp 49,19 triliun.