Sukses

Intip Rekomendasi Saham Emiten Properti, Masih Prospektif?

Risiko suku bunga tinggi hingga ketidakpastian pemilihan umum (pemilu) membayangi saham emiten properti.

Liputan6.com, Jakarta - Emiten saham properti diyakini masih memiliki prospek yang cerah ke depannya. Lantas, saham properti apa saja yang bisa dicermati?

Head of Research InvestasiKu Cheril Tanuwijaya mencermati saham-saham emiten properti masih prospektif seiring dengan prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga akhir tahun ini. 

“Kalau kami lihat soalnya OECD merevisi naik target pertumbuhan ekonomi Indonesia ke 4,9 persen, hal ini menunjukan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang baik sehingga minat investor untuk beli properti naik,” kata Cheril kepada Liputan6.com, dikutip Minggu (1/10/2023).

Dia bilang, Bank Indonesia (BI) juga melihat pada kuartal III 2023 ini kredit cenderung meningkat dibandingkan kuartal II 2023. Sehingga, ini juga menjadi indikasi yang baik untuk sektor properti apalagi secara valuasi juga masih relatif murah.

"Meskipun secara risiko bisa datang dari suku bunga yang masih tinggi dan ketidakpastian pemilu,” ujar dia.

Bagi para investor, ia merekomendasikan saham KIJA dan BSDE untuk dapat dipertimbangkan. 

Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori, Fajar Dwi Alfian mengatakan, pada kuartal IV, penjualan properti masih belum maksimal dan terdapat tanda-tanda perlambatan ke depan. 

"Namun hal itu harusnya berdampak minimal, karena berbagai kelonggaran yang diberikan oleh BI bisa berdampak ke kinerja emiten properti,” kata Fajar.

Selain itu, ia menjelaskan, biasanya harga saham properti cenderung mengalami tren peningkatan (uptrend) enam bulan sebelum pemilu.

“Saat ini banyak saham properti bisa dikatakan cukup murah. Investor dapat mencermati emiten-emiten yang memang memiliki fundamental baik dan memiliki valuasi yang cukup fair atau murah,” imbuhnya. 

Sementara itu, Research Analyst Henan Putihrai Sekuritas Jono Syafei mengatakan, untuk prospek dari pendapatan dan laba bersih yang akan tumbuh pada tahun ini dan tahun depan, karena serah terima properti yang terjual 2021-2022.

 

2 dari 3 halaman

Sentimen Negatif

Selain itu, pendapatan berulang yang meningkat terutama dari mall dan hotel seiring dengan mobilitas masyarakat dan kunjungan turis yang terus meningkat termasuk juga event-event yang banyak diselenggarakan.

"Di sisi lain potensi kenaikan suku bunga memang bisa menjadi sentimen negatif yang bisa mempengaruhi daya beli terhadap properti terutama pada segmen menengah bawah,” ujar dia.

Bagi para investor, Jono merekomendasikan saham SMRA dengan target harga Rp 820 per saham dan CTRA dengan target harga Rp 1.350 per saham.

Pengamat Pasar Modal Desmond Wira menilai saham properti pada kuartal IV masih kurang menarik. Sebab, masih berpotensi tertekan karena sentimen the Fed yang akan kembali menaikkan suku bunga dan pelemahan Rupiah.

"Sentimen positif dari perbaikan kinerja keuangan emiten, tapi ini hanya berlaku bagi beberapa emiten saja,” kata Desmond.

Bagi para investor yang berminat membeli saham properti, ia merekomendasikan BSDE dan SMRA untuk dapat dipertimbangkan.

“Jika berminat investor bisa beli saham properti yang valuasinya sudah murah. Tapi ini untuk simpan sampai beberapa tahun mendatang. Untuk investasi jangka panjang,” ujar dia.

 

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual saham. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.

3 dari 3 halaman

Kinerja IHSG pada 25-29 September 2023

Sebelumnya, laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) lesu pada periode perdagangan 25-29 September 2023 seiring mayoritas sektor saham yang tertekan dan aksi jual investor asing.

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), ditulis Sabtu (30/9/2023), IHSG anjlok 1,1 persen menjadi 6.939,89 pada 25-29 September 2023. Koreksi IHSG juga diikuti kapitalisasi pasar bursa yang merosot 0,99 persen menjadi Rp 10.288 triliun pada pekan ini. Pada pekan lalu, kapitalisasi pasar bursa ditutup di posisi Rp 10.391 triliun.

Sementara itu, rata-rata volume transaksi harian bursa melambung 41,89 persen menjadi 24,52 miliar saham dari 17,28 miliar pada pekan lalu. Rata-rata nilai transaksi harian bursa melesat 7,2 persen menjadi Rp 11,69 triliun. Pekan lalu transaksi harian Rp 10,91 triliun.

Rata-rata frekuensi transaksi harian bursa melesar 3,9 persen menjadi 1.204.385 kali transaksi dari 1.158.472 kali transaksi pada pekan lalu.

Koreksi IHSG pekan ini juga seiring mayoritas sektor saham berada di zona merah. Sektor saham energi melema 1,3 persen, sektor saham basic susut 3,18 persen, sektor saham industri turun 0,16 persen.

Selain itu, sektor saham siklikal merosot 0,54 persen, sektor saham kesehatan terpangkas 1,29 persen, sektor saham properti susut 0,31 persen dan sektor saham infrastruktur anjlok 2,22 persen.

Sementara itu, sektor saham nonsiklikal naik 0,87 persen, sektor saham keuangan menanjak 0,20 persen, sektor saham teknologi bertambah 0,09 persen dan sektor saham transportasi meroket 0,61 persen.

Investor asing melakukan aksi jual saham Rp 2,8 2triliun pada pekan ini. Pada 2023, investor asing melakukan aksi jual saham Rp 5,24 triliun.

 

Video Terkini