Liputan6.com, Jakarta CEO PT Vale Indonesia Tbk (PTVI) Febriany Eddy mengatakan sangat mendorong peran perempuan untuk berkiprah secara nyata ke dalam sektor ekstraktif. Sejauh ini, komposisi pekerja perempuan PTVI masih di bawah 9 persen.
"Kami menargetkan keterlibatan peran perempuan di PT Vale ini dapat tumbuh mencapai 10 persen pada akhir tahun ini," kata Febriany dalam sebuah diskusi belum lama ini.
Baca Juga
Minat perempuan untuk bekerja di sektor ini masih rendah, tercermin dari pembukaan lowongan pekerjaan yang dilakukan PTVI.
Advertisement
Dari semua aplikasi tahun ini yang mencapai lebih dari 6000 aplikasi, ia mengungkap hanya 21 persen aplikan dari perempuan.
"Ini menunjukkan secara umum, minat perempuan melamar ke perusahaan tambang masih rendah dan menyulitkan kami untuk meningkatkan komposisi pekerja perempuan," ujarnya.
Febri mengatakan keinginan untuk memperbesar peran perempuan di sektor ekstraktif ini sejalan dengan upaya pemerintah dalam mendorong terwujudnya kesetaraan gender dalam berbagai aspek.
Saat ini peran perempuan dalam berbagai sektor terus meningkat, di mana sudah banyak perempuan yang menempati posisi-posisi penting di berbagai lembaga publik seperti kementerian, lembaga negara, BUMN/BUMD, kepala daerah maupun perusahaan dan organisasi bisnis.
Padahal peran perempuan di sektor ekstraktif migas dan pertambangan menunjukkan tren yang terus membaik dibanding satu dekade lalu.
Survei Angkatan Kerja Nasional pada Agustus 2021 menunjukkan proporsi pekerja perempuan pada industri ekstraktif Indonesia cenderung menurun dalam tiga tahun terakhir. "Pekerja perempuan di sektor migas dan pertambangan kurang dari 10 persen."
Untuk itu Febri sangat mendukung jika keterlibatan perempuan semakin besar di sektor ekstraktif ini. Apalagi dalam Presidensi G20 tahun 2022 lalu, kata dia, telah dihasilkan Bali Leaders Declaration yang salah satunya, dalam poin ke-46, menyangkut komitmen gender equality and woman empowerment atau kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.
"Sejauh ini, industri ekstraktif memang masih dipandang sebagai industri yang sangat maskulin. Tapi kami akan memberikan banyak ruang bagi perempuan untuk dapat bergabung,” tutur Febri.
Tidak Ada Toleransi
Febri mengatakan tidak ada toleransi terhadap diskriminasi gender, termasuk pelecehan terhadap perempuan. Menurutnya, hal tersebut bukan sekadar slogan, namun merupakan teladan sekaligus memastikan bahwa perusahaan sangat memperhatikan perlindungan terhadap pekerja perempuan.
“Tanpa melakukan ketentuan-ketenuan tersebut, kita tidak akan bisa menarik lebih banyak perempuan untuk bergabung ke dalam industri ekstraktif,” ujarnya.
Saat pandemi Covid-19, PTVI memberikan kebijakan kerja yang fleksibel bagi para pekerjanya, termasuk pekerja perempuan. Saat ini, PTVI masih mengadopsi 100 persen work from home bagi pekerjaan-pekerjaan yang memungkinkan, yang tentunya sangat membantu pekerja perempuan.
"Semua ini kita lakukan karena PTVI memahami posisi perempuan dan skema work from home sangat membantu perempuan," kata Febri.
Saat ini yang menjadi perhatian besar PTVI, kata Febri, mendorong perempuan yang berminat bekerja di sektor ekstraktif bisa lebih meningkat lagi.
Untuk mewujudkan capaian tersebut, PTVI aktif berkampanye di banyak universitas mensosialisasikan kepada talenta-talenta muda mengenai dunia pertambangan yang telah berubah.
“Dunia pertambangan tidak hanya milik laki-laki, tapi juga milik perempuan, dan milik semua orang. Setiap talenta yang mau berkontribusi di sektor pertambangan, kita akan berikan ruang yang luas, “ tegas Febri.
Advertisement
Pekerjaan Rumah
Anggota MSG EITI Indonesian Astrid Debora Meliala sebelumnya dalam sebuah diskusi, menjelaskan beberapa pekerjaan rumah implementasi pengarusutamaan gender sektor ekstraktif.
Untuk pemerintah, pekerjaan rumahnya mengawasi pelaksanaan kewajiban pengarusutamaan gender yang telah dimandatkan regulasi, termasuk insentif dan disinsentif serta mewajibkan perusahaan memasukkan isu gender dengan indikator yang tepat dalam berbagai kewajiban pelaporan.
Sementara pekerjaan rumah perusahaan yaitu mengambil kebijakan dengan mempertimbangkan perspektif perempuan dan menyediakan lingkungan yang supportif dan inklusif gender.
"Selanjutnya bagi masyarakat sipil selalu aktif menyuarakan isu kesetaraan gender mulai dari tingkat tapak hingga level kebijakan, termasuk memasukkan isu gender dalam berbagai laporan inisiatif," kata Debora yang juga peneliti Senior Indonesia Center for Environmental Law (ICEL).