Liputan6.com, Jakarta - Pelemahan Rupiah dinilai memberikan berbagai dampak terhadap pasar modal. Akan tetapi, kondisi tersebut juga memberikan keuntungan bagi beberapa emiten sektor tertentu.
Lantas, emiten apa saja yang bakal diuntungkan dan dirugikan oleh pelemahan Rupiah?
Baca Juga
Analis Henan Putihrai Sekuritas Arandi Ariantara mengatakan, aksi jual asing secara besar-besaran di pasar modal, ekuitas dan obligasi memberikan pengaruh terhadap pelemahan Rupiah.
Advertisement
Dengan begitu, aksi jual tersebut mengeringkan ketersediaan dolar Amerika Serikat di pasar Indonesia dan melemahnya Rupiah terhadap dolar AS atau USD sebesar 3,5 persen dalam 3 bulan terakhir menjadi Rp 15.524 per USD dari Rp 14.993 per USD.
Adapun Bloomberg memperkirakan Rp 15.100 per USD pada akhir 2023, sedangkan analis teknikal Henan Putihrai Sekuritas memperkirakan Rupiah terhadap USD bisa mencapai Rp 15.573 – Rp 15.958 pada akhir 2023.
"Aksi jual asing secara besar-besaran di pasar modal, ekuitas dan obligasi, mengeringkan ketersediaan USD di pasar Indonesia dan melemahnya Rupiah terhadap dolar AS," kata Arrandi kepada Liputan6.com, Rabu (11/10/2023).
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta menilai pelemahan Rupiah dipengaruhi faktor eksternal, seperti kebijakan bank sentral AS atau the Fed. Sebab, jika melihat kondisi dari sisi domestik, ekonomi Indonesia terbilang masih solid.
"Pelemahan Rupiah lebih dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti the Fed, karena ekonomi Indonesia relatif stabil," kata Nafan.
Tak hanya itu, ia menilai, pelemahan Rupiah akan berdampak terhadap emiten yang memiliki obligasi dalam dolar AS dan emiten yang mengandalkan bahan baku impor.
Sementara itu, Pengamat Pasar Modal Desmond Wira mengatakan, pelemahan Rupiah akan berdampak negatif terhadap pasar modal. Namun, pelemahan Rupiah juga berpotensi memberikan keuntungan bagi beberapa emiten.
Sejumlah Emiten Diuntungkan
Menurut ia, terdapat beberapa emiten yang diuntungkan oleh koreksi Rupiah, yakni emiten komoditas dan emiten berbasis ekspor. Sedangkan, yang berpotensi dirugikan, yakni emiten emiten dengan bahan baku impor, seperti industri mie instan, otomotif serta emiten yang memiliki utang USD dalam jumlah besar.
"Kalau dilihat dari faktor pendorongnya memang wajar Rupiah melemah. Dengan penguatan USD yang tajam, mata uang negara lain menjadi melemah," kata Desmond.
Selain itu, Rupiah juga tertekan oleh data ekonomi domestik yang juga melemah seperti cadangan devisa dan penjualan ritel. Perang Israel melawan Hamas juga membuat pamor USD makin kuat sebagai safe haven.
Dia bilang, dalam rangka melakukan antisipasi pelemahan Rupiah, investor bisa mencoba akumulasi saham komoditas berbasis ekspor seperti energi (minyak, batu bara, EBT) dan sawit.
Bagi para investor, ia merekomendasikan buy on weakness untuk saham ADRO, ITMG, MEDC, PGEO, AMMN, AALI, dan LSIP.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual saham. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Advertisement
Bank Muamalat Bakal IPO, Ini Kata Bos BEI
Sebelumnya diberitakan, PT Bank Muamalat Indonesia Tbk dikabarkan bakal mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada akhir tahun ini.
Terkait hal tersebut, Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengaku sudah mendengar informasi terkait pencatatan saham Bank Muamalat. Akan tetapi, perusahaan tersebut belum masuk ke dalam pipeline BEI.
"Intinya belum masuk pipeline, ogistic kita mendengar informasi,” kata Nyoman saat ditemui di BEI, Rabu (11/11/2023).
Nyoman menyebutkan, pihaknya juga mendengar Bank Muamalat masih dalam proses dokumentasi untuk listing di BEI.
"Kita mendengar informasi bahwa mereka sedang dalam proses untuk dokumentasi,” kata dia.
Di samping itu, BEI telah mencatat sejumlah perusahaan antre di pipeline pencatatan umum perdana saham (initial public offering/IPO).
Adapun sampai dengan 6 Oktober 2023, terdapat 68 perusahaan yang mencatatkan saham di BEI. Dana yang berhasil dihimpun dari IPO 68 emiten itu mencapai Rp 49,6 triliun.
Dia bilang, saat ini ada 28 perusahaan dalam pipeline pencatatan saham BEI. Dari sisi asetnya, perusahaan dengan skala menengah masih mendominasi. Sedangkan dari sisi sektornya, paling banyak berasal dari sektor consumer non-cyclicals.
"Hingga saat ini, terdapat 28 perusahaan dalam pipeline pencatatan saham BEI,” kata Nyoman kepada wartawan.
Merujuk POJK Nomor 53/POJK.04/2017, terdapat 10 perusahaan dengan aset skala besar di atas Rp 250 miliar. Kemudian 16 perusahaan dengan aset skala menengah antara Rp 50 miliar sampai Rp 250 miliar, sisanya 2 perusahaan dengan aset skala kecil di bawah Rp 50 miliar. Sementara, rincian sektornya adalah sebagai berikut:
* 4 Perusahaan dari sektor basic materials
* 3 Perusahaan dari sektor consumer cyclicals
* 6 Perusahaan dari sektor consumer non-cyclicals
* 5 Perusahaan dari sektor energy
* 0 Perusahaan dari sektor financials
* 1 Perusahaan dari sektor healthcare
* 2 Perusahaan dari sektor industrials
* 3 Perusahaan dari sektor infrastructures
* 0 Perusahaan dari sektor properties & real estate
* 3 Perusahaan dari sektor technology
* 1 Perusahaan dari sektor transportation & logistic
OJK Yakin Target Penghimpunan Dana di Pasar Modal Rp 200 Triliun Akan Tercapai
Sebelumnya diberitakan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) optimistis nilai penghimpunan dana di pasar modal Indonesia bisa mencapai Rp 200 triliun hingga akhir 2023. Ini mengingat ramainya IPO di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi menuturkan, hingga saat ini penghimpunan dana di pasar modal telah mencapai Rp 168 triliun dari semua ogistic yang ada di BEI.
“Sampai saat ini hasil fund raised Rp168 triliun dari target Rp 200 triliun, InsyaAllah itu tercapai, kita belum ada niat untuk mengubah (target),” kata Inarno kepada awak media, Jumat (18/8/2023).
Di sisi lain, OJK belum membeberkan target resmi penghimpunan dana di pasar modal pada 2024. Walau demikian, tren penghimpunan dana di pasar modal diyakini tetap positif pada tahun depan, terutama setelah momen Pemilu serentak.
OJK akan terus berkomitmen untuk lebih selektif dalam mewujudkan IPO yang berkualitas.
“Time to time akan terus perbaiki terus, sehingga yang ada disini yang berkualitas,” kata dia.
Advertisement