Liputan6.com, Jakarta - Lembaga pemeringkat internasional Moody’s Investors Service memperingatkan dapat menurunkan peringkat kredit Israel. Langkah ini dapat dilakukan seiring parahnya konflik militer dengan Hamas.
Dikutip dari CNN, Jumat (20/10/2023), penurunan peringkat dapat membuat biaya meminjam lebih mahal bagi Israel. Hal ini seiring negara tersebut bersiap hadapi perang yang berkepanjangan.
Baca Juga
"Profil kredit Israel telah terbukti tangguh terhadap serangan teroris dan konflik militer pada masa lalu. Namun, parahnya konflik militer saat ini meningkatkan kemungkinan dampak jangka panjang dan dampak kredit yang material,” tulis Moody’s.
Advertisement
Moody’s mengatakan akan fokus pada durasi dan skala konflik, dan bagaimana dampaknya terhadap perekonomian, institusi dan keuangan public Israel. Moody’s mengatakan, peninjauan tersebut dapat memakan waktu lebih lama dibandingkan periode tiga bulan pada umumnya.
Pada Juli, sebelum serangan teror mematikan yang dilakukan Hamas terhadap Israel, Moody’s memperingatkan perombakan sistem peradilan Israel yang kontroversial berisiko membuat negara tersebut mengalami kekacauan lebih lanjut dapat merugikan perekonomian dan keamananannya.
“Ada risiko signifikan ketegangan politik dan sosial mengenai masalah ini akan terus berlanjut dengan konsekuensi negatif terhadap situasi ekonomi dan keamanan Israel,” tulis Moody’s.
Sebelumnya Parlemen Israel mengesahkan undang-undang pada Juli yang mencabut kekuasaan Mahkamah Agung (MA) untuk memblokir keputusan pemerintah. Langkah dramatis ini memicu protes kemarahan, ancaman pemogokan dari pekerja dan aksi jual dari investor.
Harga Minyak Bakal Melonjak Terseret Sentimen Serangan Hamas ke Israel
Sebelumnya diberitakan, harga minyak mentah bakal melonjak pada perdagangan Senin, 9 Oktober 2023 seiring serangan militan Hamas terhadap Israel. Namun, dampak serangan Hamas terhadap Israel akan terbatas secara keseluruhan asalkan konflik tidak bertambah parah.
“Kita mungkin melihat lonjakan harga minyak mentah ketika pasar dibuka pada Senin,” ujar CEO Vanda Insights, Vandana Hari seperti dikutip dari CNBC, Minggu (8/10/2023).
Hari menuturkan, kalau ada sejumlah risiko yang akan diperhitungkan sebagai default, hingga pasar yakin peristiwa tersebut tidak memicu reaksi berantai. Selain itu pasokan minyak dan gas di Timur Tengah tidak akan terpengaruh.
Militan Hamas yang ditetapkan oleh Amerika Serikat (AS), Uni Eropa dan Inggris sebagai organisasi teroris menyusup ke Israel melalui darat, laut dan udara pada Sabtu, 7 Oktober 2023 saat hari libur besar Yahudi. Serangan itu terjadi beberapa jam setelah militan menembakkan ribuan roket ke Israel dari Gaza.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menuturkan, warga sipil termasuk perempuan, anak-anak dan orangtua telah diculik dan lainnya dibunuh di rumahnya. "Israel telah memulai fase ofensif dan akan melanjutkan tanpa batasan atau jeda hingga tujuan tercapai,” kata Netanyahu.
Pada Sabtu malam, Israel memutuskan pasokan listrik, bahan bakar dan dan barang ke jalur tempat 2,3 juta warga Palestina tinggal.
Hingga CNBC memuat artikel tersebut, setidaknya sekitar 250 Warga Israel meninggal dunia, dan lebih dari 1.860 orang terluka termasuk 320 orang dalam kondisi serius, demikian laporan NBC News. Kementerian Kesehatan Palestina mencatat 256 kematian dan 1.790 orang luka-luka di Gaza.
Advertisement
Bagaimana Dampak ke Minyak?
Kepada CNBC, analis menuturkan, baik Israel dan Palestina bukanlah pemain minyak utama. Namun, konflik ini terjadi wilayah penghasil minyak utama yang lebih luas.
Analis memperingatkan konflik tersebut mempunyai potensi berkobar lebih jauh. Hari mencatat meski konflik tersebut tidak berdampak langsung pada produksi dan pasokan minyak. “Konflik tersebut masih berada di ambang wilayah penghasil dan pengekspor minyak yang penting,”
Israel memiliki dua kilang minyak berkapasitas hampir 300.000 barel per hari. Menurut US Energy Information Administration (EIA), negara tersebut hampir tidak memiliki produksi minyak mentah dan kondensat. Di sisi lain, berdasarkan data dari EIA, wilayah Palestina tidak hasilkan minyak.
“Dampaknya terhadap harga minyak akan terbatas kecuali kita melihat “perang” antara kedua belah pihak meluas dengan cepat menjadi perang regional yaitu AS dan Iran serta pendukung kedua pihak terlibat langsung,” ujar Direktur Pelaksana Facts Global Energy, Iman Nasseri.
Prediksi Harga Minyak
Hal senada dikatakan Hedge Fund Manager Pierre Andurand. Ia menuturkan, Levant bukan wilayah penghasil minyak yang besar, perang kemungkinan tidak akan berdampak pada pasokan minyak dalam jangka pendek.
“Kita tidak boleh mengharapkan lonjakan harga minyak yang besar dalam beberapa hari mendatang. Namun, hal ini pada akhirnya bisa berdampak pada pasokan dan harga,” ujar dia.
Andurand menuturkan, persediaan minyak global rendah dan pengurangan produksi yang dilakukan oleh pemimpin OPEC, Arab Saudi dan Rusia akan menyebabkan lebih banyak penarikan persediaan selama beberapa bulan ke depan.
"Pasar pada akhirnya harus meminta lebih banyak pasokan dari Saudi, yang saya yakini tidak akan hasilkan Brent di bawah USD 110,” kata dia.
Harga minyak mentah baru-baru ini mencapai level tertinggi dalam lebih dari setahun sebelum kembali turun. Meski begitu, Hari memperingatkan konflik Israel-Palestina yang sedang berlangsung berpotensi meluas.
Pada Minggu, kelompok militant Hizbullah Lebanon mengonfirmasi telah melancarkan serangan di tiga lokasi di Peternakan Shebaa, sebidang tanah yang terletak di persimpangan perbatasan Lebanon-Suriah dan Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel. Angkatan pertahanan Israel mengonfirmasi telah membalas tembakan dan menyerang infrastruktur teroris Hizbullah.
Advertisement