Liputan6.com, Jakarta - Direktur Eksekutif dan Kepala JP Morgan Indonesia, Henry Wibowo menuturkan, penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO) bakal selalu ada termasuk saat tahun politik.
Henry menuturkan, IPO tersebut juga tergantung dari sektor yang saat ini diminati pelaku pasar. Pelaku pasar pun diimbau untuk memahami fundamental ekonomi menjadi penting saat menilai kelayakan IPO.
Baca Juga
"Saya rasa IPO akan selalu ada tergantung sektornya saja apa yang bagus, apa yang sedang diminati oleh investor. Kalau kita lihat biasanya balik lagi ke fundamental. Saya rasa IPO di Indonesia setiap tahun sudah pasti ada,” ujar dia seperti dikutip dari Antara, Jumat (27/10/2023) pada accara Go Public Talkshow di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Advertisement
Selain itu, terkait prospek sektor saham pada 2024, Henry menuturkan, sektor keuangan dan konsumer akan menjadi sektor yang “outperform” pada 2024 yang merupakan tahun politik di Indonesia.
Adapun outperform adalah istilah pada saham yang diprediksi kenaikannya dapat melebihi rata-rata pasar. “Kita masuk suka sektor perbankan, kita suka sektor konsumer. Saya rasa dua sektor ini akan tetap outperform tahun depan,” ujar Henry.
Henry menilai, hal itu dipengaruhi oleh perputaran uang menjelang pemilihan umum (pemilu) yang diprediksi meningkat. Ia menambahkan, menjelang pemilu terjadi peningkatan dalam perputaran uang yang berpotensi untuk mendorong pertumbuhan di sektor konsumer.
“Dengan meningkatnya kepercayaan domestik, konsumsi dalam negeri pun cenderung meningkat,” kata Hendry.
Ia menilai, ketertarikan terhadap sektor perbankan dan konsumer pun masih kuat.
11 Perusahaan Aset Jumbo Antre IPO di BEI
Sebelumnya diberitakan, Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat sejumlah perusahaan antre di pipeline pencatatan umum perdana saham (initial public offering/IPO).
Adapun sampai dengan 20 Oktober 2023, terdapat 73 perusahaan yang mencatatkan saham di BEI. Dana yang berhasil dihimpun dari IPO 73 emiten itu mencapai Rp 53,1 triliun.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna menyebutkan, saat ini ada 27 perusahaan dalam pipeline pencatatan saham BEI. Dari sisi asetnya, perusahaan dengan skala menengah masih mendominasi.
"Hingga saat ini, terdapat 27 perusahaan dalam pipeline pencatatan saham BEI," kata Nyoman kepada wartawan, ditulis Sabtu (21/10/2023).
Merujuk POJK Nomor 53/POJK.04/2017, terdapat 11 perusahaan dengan aset skala besar di atas Rp 250 miliar.
Kemudian 15 perusahaan dengan aset skala menengah antara Rp 50 miliar sampai Rp 250 miliar, sisanya 1 perusahaan dengan aset skala kecil di bawah Rp 50 miliar.
Sementara, rincian sektornya adalah sebagai berikut:
* 4 Perusahaan dari sektor basic materials
* 4 Perusahaan dari sektor consumer cyclicals
* 4 Perusahaan dari sektor consumer non-cyclicals
* 3 Perusahaan dari sektor energy
* 0 Perusahaan dari sektor financials
* 1 Perusahaan dari sektor healthcare
* 4 Perusahaan dari sektor industrials
* 4 Perusahaan dari sektor infrastructures
* 0 Perusahaan dari sektor properties & real estate
* 3 Perusahaan dari sektor technology
* 0 Perusahaan dari sektor transportation & logistic
Advertisement
OJK Terbitkan Aturan Baru Penerbitan dan Persyaratan Green Bond hingga Sukuk
Sebelumnya diberitakan,Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 18 Tahun 2023 tentang Penerbitan dan Persyaratan Efek Bersifat Utang dan Sukuk Berlandaskan Keberlanjutan.
Penerbitan POJK 18/2023 ini merupakan tindak lanjut dari roadmap keuangan berkelanjutan untuk mengembangkan industri pasar modal, melalui pengembangan efek bersifat utang dan sukuk (EBUS), yang mengintegrasikan nilai-nilai keberlanjutan, yaitu menjaga kelestarian lingkungan dan dampak sosial yang berkelanjutan, serta mendorong pengembangan EBUS berlandaskan keberlanjutan. Demikian mengutip dari keterangan resmi, Kamis (19/10/2023).
Penerbitan POJK 18/2023 ini merupakan salah satu peran OJK dalam merespons isu global dan regional ASEAN dalam rangka upaya mitigasi dampak perubahan iklim yang juga menjadi komitmen Indonesia dalam Paris Agreement.
POJK 18/2023 menggantikan POJK Nomor 60/POJK.04/2017 tentang Penerbitan dan Persyaratan Efek Bersifat Utang Berwawasan Lingkungan (green bond) dengan memperluas cakupan peraturan dalam hal jenis efek, tema keberlanjutan, dan mekanisme penerbitan efeknya.
Dengan demikian, POJK 18/2023 tidak hanya terbatas pada Efek bersifat utang berwawasan lingkungan (green bond), tetapi juga mencakup sukuk berwawasan lingkungan (green sukuk), EBUS berwawasan sosial (social bonds/sukuk), EBUS Keberlanjutan (sustainability bonds/sukuk), Sukuk Wakaf (sukuk-linked waqf), dan EBUS terkait keberlanjutan (sustainability-linked bond).
Isi Aturan
Adapun substansi pengaturan POJK 18/2023, antara lain:
1. Ruang lingkup berlakunya POJK ini yang mencakup pengaturan untuk penerbitan EBUS berlandaskan keberlanjutan yang dilakukan melalui Penawaran Umum dan Penerbitan tanpa Penawaran Umum atas Efek yang memiliki jatuh tempo lebih dari satu tahun.
2. Kewajiban emiten atau penerbit untuk mengikuti ketentuan peraturan perundang[1]undangan di sektor pasar modal dan peraturan terkait lainnya, kecuali diatur khusus dalam POJK ini.
3. Pengaturan terkait jenis EBUS berlandaskan keberlanjutan.
4. Persyaratan Penerbitan EBUS berlandaskan keberlanjutan.
5. Dokumen Pernyataan Pendaftaran dan Dokumen Penerbitan Tanpa Penawaran Umum EBUS berlandaskan keberlanjutan.
6. Prospektus dan Memorandum Informasi Penerbitan EBUS berlandaskan keberlanjutan.
7. Perubahan Penggunaan Dana Hasil Penerbitan EBUS berlandaskan keberlanjutan
8. Pelaporan efek bersifat utang dan sukuk (EBUS) Berwawasan Keberlanjutan.
9. Perubahan Status EBUS Lingkungan, EBUS Sosial, EBUS Keberlanjutan, dan Sukuk Wakaf.
10. Penyedia Reviu Eksternal dan Pihak Independen.
11. Insentif Penerbitan EBUS berlandaskan keberlanjutan.
Advertisement