Liputan6.com, Jakarta - Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Inarno Djajadi menanggapi terkait kode broker saham. Ia mengatakan perlu pengkajian terlebih dahulu mengenai pembukaan kode broker.
"Itu saya belum dapat update terus terang, tapi memang kalau pembukaan kode broker seperti yang sebelumnya tentunya itu perlu dikaji, saya rasa itu agak ada kontranya,” kata Inarno kepada wartawan di Balikpapan, usai usai acara Media Gathering di Balikpapan, Jumat, 17 November 2023.
Baca Juga
Bursa Efek Indonesia (BEI) menutup kode broker pada Desember 2021, pada saat Inarno menduduki kursi Direktur Utama BEI. Sedangkan kode domisili investor ditutup pada Juni 2022.
Advertisement
Inarno menjelaskan, kebijakan penutupan kode broker tersebut sebenarnya bukan tanpa alasan. Itu dilakukan karena saat itu investor ritel cenderung masuk mengikuti kode broker tanpa mempertimbangkan fundamental.
Adapun, Inarno menambahkan hal yang pernah dihapuskan sebelumnya, akan mendapatkan pertentangan dari berbagai pihak kala akan dimunculkan kembali.
Selain itu, Inarno menuturkan, walaupun mayoritas anggota bursa (AB) sepakat memunculkan kode broker, pihaknya tetap akan mengambil keputusan sebagai regulator yang sah.
“Balik lagi jangan terlalu diombang-ambingkan dengan apa pun kita tahu mana yang baik itu yang kita lakukan, yang menentukan siapa? Ya kita lah regulator,” ujar dia.
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Irvan Susandy pernah menuturkan, kalau BEI sedang melakukan survei ke Anggota Bursa (AB) terkait kode broker. Hal ini bagian dari post implementation review penutupan kode broker dan kode domisili.
OJK Sebut Ada 65 Rencana IPO Senilai Rp 11,34 Triliun
Sebelumnya diberitakan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut masih ada 65 rencana penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO) di pipeline penghimpunan dana di pasar modal.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi menuturkan, hingga saat ini penghimpunan dana di pasar modal masih tinggi, yaitu tercatat sebesar Rp 204,14 triliun dengan 68 emiten tercatat. Bahkan, penghimpunan dana per Oktober ini telah memenuhi capaian target pada 2023, yakni Rp 200 triliun.
"Sementara itu, pipeline penawaran umum masih terdapat 97 dengan perkiraan nilai indikatif sebesar Rp 54,48 triliun yang diantaranya merupakan rencana IPO oleh emiten baru sebanyak 65 perusahaan," kata Inarno dalam konferensi pers RDK OJK, Senin (30/10/2023).
Terkait rinciannya, terdapat 65 perusahaan antre IPO di pasar modal dengan nilai sebesar Rp 11,34 triliun. Kemudian, PUT sebanyak 14 penawaran umum dengan nilai sebesar Rp 23,93 triliun.
Adapun penerbitan EBUS sebanyak 12 dengan nilai sebesar Rp 16,01 triliun dan sisanya penerbitan PUB EBUS sebanyak 6 perusahaan dengan nilai sebesar Rp 3,20 triliun.
Sedangkan, untuk penggalangan dana pada Securities Crowdfunding (SCF) yang merupakan alternatif pendanaan bagi UKM, hingga 27 Oktober 2023 telah terdapat 16 penyelenggara yang telah mendapatkan izin dari OJK dengan 467 Penerbit, 164.210 pemodal, dan total dana yang dihimpun sebesar Rp1,01 triliun.
Advertisement
OJK Sebut Penghimpunan Dana di Pasar Modal Sentuh Rp 204,14 Triliun, Lampaui Target 2023
Sebelumnya diberitakan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat penghimpunan dana di pasar menyentuh angka Rp 204,14 triliun dengan emiten baru tercatat sebanyak 68 emiten hingga 27 Oktober 2023.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi menuturkan, penghimpunan dana di pasar modal masih tinggi. Bahkan, penghimpunan dana per Oktober ini telah memenuhi capaian target pada 2023, yakni Rp 200 triliun.
"Sementara itu, pipeline penawaran umum masih terdapat 97 dengan perkiraan nilai indikatif sebesar Rp 54,48 triliun yang diantaranya merupakan rencana IPO oleh emiten baru sebanyak 65 perusahaan," kata Inarno dalam dalam konferensi pers RDK OJK, Senin (30/10/2023).
Terkait rinciannya, terdapat 65 perusahaan antre IPO di pasar modal dengan nilai sebesar Rp 11,34 triliun. Kemudian, PUT sebanyak 14 penawaran umum dengan nilai sebesar Rp 23,93 triliun.
Adapun penerbitan EBUS sebanyak 12 dengan nilai sebesar Rp 16,01 triliun dan sisanya penerbitan PUB EBUS sebanyak 6 perusahaan dengan nilai sebesar Rp 3,20 triliun.
Sedangkan, untuk penggalangan dana pada Securities Crowdfunding (SCF) yang merupakan alternatif pendanaan bagi UKM, hingga 27 Oktober 2023 telah terdapat 16 penyelenggara yang telah mendapatkan izin dari OJK dengan 467 Penerbit, 164.210 pemodal, dan total dana yang dihimpun sebesar Rp1,01 triliun.
OJK Layangkan Sanksi kepada 104 Pelaku Pasar Modal
Sebelumnya diberitakan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah melayangkan sanksi administratif terhadap 104 pelaku di pasar modal terkait sejumlah kasus hingga 27 Oktober 2023.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi menuturkan, pihaknya telah mengenakan sanksi administratif atas pemeriksaan kasus di pasar modal kepada 104 pihak yang terdiri dari sanksi administratif berupa denda sebesar Rp 58,8 miliar, 8 pencabutan izin, 1 pembekuan izin, 48 perintah tertulis dan 23 peringatan tertulis.
Tak hanya itu, OJK juga mengenakan sanksi berupa denda atas keterlambatan dengan nilai sebesar Rp14,1 miliar kepada 299 pelaku jasa keuangan di pasar modal dan 5 peringatan tertulis atas keterlambatan penyampaian laporan.
"Pada Oktober 2023, OJK telah mengenakan sanksi administratif kepada satu manajer investasi berupa denda sebesar 525 juta dan perintah tertulis untuk menyelesaikan proses pembubaran reksadana dan membayarkan dana hasil likuidasi yang menjadi hak pemegang unit penyertaan dalam jangka waktu paling lambat 6 bulan," kata Inarno dalam konferensi pers RDK OJK, Senin (30/10/2023).
Advertisement
Sanksi Administratif
Inarno mengatakan, OJK juga mengenakan sanksi administratif berupa denda kepada pengurus manajer investasi dimaksud dan bank kustodian yang terkait dan perintah tertulis kepada dua pihak yaitu wakil perantara pedagang efek (WPPE) dan perusahaan efek (PE) dengan total sanksi administratif berupa denda sebesar Rp 200 juta dan perintah tertulis.
Terkait rinciannya, WPPE dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp 125 juta dan perintah tertulis berupa larangan tidak diperbolehkan melakukan kegiatan di sektor pasar modal selama 5 tahun atas cara melakukan kegiatan pengelolaan portofolio efek tanpa memiliki atau mempunyai izin wakil manajer investasi (MI) dan menerima imbalan (fee) atas transaksi efek nasabah.
Dengan demikian, perusahaan efek dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp 75 juta dan perintah tertulis serta memastikan seluruh tenaga pemasar dan juga pegawainya tidak ada lagi yang melakukan kegiatan pengelolaan rekening efek dan dana nasabah baru.