Liputan6.com, Jakarta - Bursa Efek Indonesia (BEI) angkat bicara soal penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO) dari anak usaha PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (BJBR) yakni BJB Syariah.Â
Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna menyebutkan, hingga saat ini belum ada informasi terkait IPO BJB Syariah.Â
Baca Juga
"Belum ada informasinya, saat ini belum ada," kata Nyoman saat ditemui di BEI, dikutip Selasa (28/11/2023).Â
Advertisement
Secara terpisah, Direktur Utama Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Yuddy Renaldi mengaku, pihaknya memang berencana memboyong anak usahanya untuk melantai di Bursa. Akan tetapi, hingga saat ini IPO tersebut masih dalam tahap diskusi.Â
"Iya pasti, lagi dibicarakan dulu (terkait IPO BJB Syariah)," kata Yuddy.Â
Diberitakan sebelumnya, ia mengatakan, untuk bisa melantai di BEI tidaklah mudah, dalam prosesnya BJB Syariah harus memenuhi beberapa indikator yang telah ditentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) salah satunya terkait ketentuan aksi korporasi perusahaan.
"(IPO) Sedang dalam proses sebenarnya, ada beberapa indikator yang perlu dipersiapkan oleh BJB Syariah dari OJK yang sedang proses ini sedang berjalan," kata Yuddy.
Adapun rencana IPO BJB Syariah sebenarnya akan dilakukan pada semester II tahun ini. Namun, terdapat beberapa indikator yang perlu diperbaiki, sehingga IPO-nya ditunda. Ia pun memastikan rencana tersebut akan terealisasikan pada 2024.
"Memang saya sudah pernah bilang bahwa sebenernya tahun ini IPO ternyata beberapa indikatornya perlu diperbaiki. Mungkin ya Insyaallah kalau enggak tahun depan kita dorong 2024 masih akan ada harapan kesana," ujarnya.
Ketik ditanya lebih lanjut, Yuddy mengaku belum bisa menjelaskan secara rinci mengenai aksi korporasi tersebut. Namun, ia memastikan rencana IPO BJB Syariah akan dilakukan jika semua indikator terpenuhi.Â
"Saya belum tau jumlahnya. Underwriternya belum juga. Tapi baru ada pengalaman konsultan juga sudah dalam proses," pungkasnya.
Â
Â
OJK Sebut Ada 65 Rencana IPO Senilai Rp 11,34 Triliun
Sebelumnya diberitakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut masih ada 65 rencana penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO) di pipeline penghimpunan dana di pasar modal.Â
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi menuturkan, hingga saat ini penghimpunan dana di pasar modal masih tinggi, yaitu tercatat sebesar Rp 204,14 triliun dengan 68 emiten tercatat. Bahkan, penghimpunan dana per Oktober ini telah memenuhi capaian target pada 2023, yakni Rp 200 triliun.Â
"Sementara itu, pipeline penawaran umum masih terdapat 97 dengan perkiraan nilai indikatif sebesar Rp 54,48 triliun yang diantaranya merupakan rencana IPO oleh emiten baru sebanyak 65 perusahaan," kata Inarno dalam konferensi pers RDK OJK, Senin (30/10/2023).
Terkait rinciannya, terdapat 65 perusahaan antre IPO di pasar modal dengan nilai sebesar Rp 11,34 triliun. Kemudian, PUT sebanyak 14 penawaran umum dengan nilai sebesar Rp 23,93 triliun.Â
Adapun penerbitan EBUS sebanyak 12 dengan nilai sebesar Rp 16,01 triliun dan sisanya penerbitan PUB EBUS sebanyak 6 perusahaan dengan nilai sebesar Rp 3,20 triliun.Â
Sedangkan, untuk penggalangan dana pada Securities Crowdfunding (SCF) yang merupakan alternatif pendanaan bagi UKM, hingga 27 Oktober 2023 telah terdapat 16 penyelenggara yang telah mendapatkan izin dari OJK dengan 467 Penerbit, 164.210 pemodal, dan total dana yang dihimpun sebesar Rp1,01 triliun.
Â
Advertisement
OJK Sebut Penghimpunan Dana di Pasar Modal Sentuh Rp 204,14 Triliun, Lampaui Target 2023
Sebelumnya diberitakan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat penghimpunan dana di pasar menyentuh angka Rp 204,14 triliun dengan emiten baru tercatat sebanyak 68 emiten hingga 27 Oktober 2023.Â
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi menuturkan, penghimpunan dana di pasar modal masih tinggi. Bahkan, penghimpunan dana per Oktober ini telah memenuhi capaian target pada 2023, yakni Rp 200 triliun.Â
"Sementara itu, pipeline penawaran umum masih terdapat 97 dengan perkiraan nilai indikatif sebesar Rp 54,48 triliun yang diantaranya merupakan rencana IPO oleh emiten baru sebanyak 65 perusahaan," kata Inarno dalam dalam konferensi pers RDK OJK, Senin (30/10/2023).
Terkait rinciannya, terdapat 65 perusahaan antre IPO di pasar modal dengan nilai sebesar Rp 11,34 triliun. Kemudian, PUT sebanyak 14 penawaran umum dengan nilai sebesar Rp 23,93 triliun.Â
Adapun penerbitan EBUS sebanyak 12 dengan nilai sebesar Rp 16,01 triliun dan sisanya penerbitan PUB EBUS sebanyak 6 perusahaan dengan nilai sebesar Rp 3,20 triliun.Â
 Sedangkan, untuk penggalangan dana pada Securities Crowdfunding (SCF) yang merupakan alternatif pendanaan bagi UKM, hingga 27 Oktober 2023 telah terdapat 16 penyelenggara yang telah mendapatkan izin dari OJK dengan 467 Penerbit, 164.210 pemodal, dan total dana yang dihimpun sebesar Rp1,01 triliun.
Â
OJK Layangkan Sanksi kepada 104 Pelaku Pasar Modal
Sebelumnya diberitakan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah melayangkan sanksi administratif terhadap 104 pelaku di pasar modal terkait sejumlah kasus hingga 27 Oktober 2023.Â
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi menuturkan, pihaknya telah mengenakan sanksi administratif atas pemeriksaan kasus di pasar modal kepada 104 pihak yang terdiri dari sanksi administratif berupa denda sebesar Rp 58,8 miliar, 8 pencabutan izin, 1 pembekuan izin, 48 perintah tertulis dan 23 peringatan tertulis.Â
Tak hanya itu, OJK juga mengenakan sanksi berupa denda atas keterlambatan dengan nilai sebesar Rp14,1 miliar kepada 299 pelaku jasa keuangan di pasar modal dan 5 peringatan tertulis atas keterlambatan penyampaian laporan.Â
"Pada Oktober 2023, OJK telah mengenakan sanksi administratif kepada satu manajer investasi berupa denda sebesar 525 juta dan perintah tertulis untuk menyelesaikan proses pembubaran reksadana dan membayarkan dana hasil likuidasi yang menjadi hak pemegang unit penyertaan dalam jangka waktu paling lambat 6 bulan," kata Inarno dalam konferensi pers RDK OJK, Senin (30/10/2023).Â
Â
Â
Advertisement
Sanksi Administratif
Inarno mengatakan, OJK juga mengenakan sanksi administratif berupa denda kepada pengurus manajer investasi dimaksud dan bank kustodian yang terkait dan perintah tertulis kepada dua pihak yaitu wakil perantara pedagang efek (WPPE) dan perusahaan efek (PE) dengan total sanksi administratif berupa denda sebesar Rp 200 juta dan perintah tertulis.
Terkait rinciannya, WPPE dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp 125 juta dan perintah tertulis berupa larangan tidak diperbolehkan melakukan kegiatan di sektor pasar modal selama 5 tahun atas cara melakukan kegiatan pengelolaan portofolio efek tanpa memiliki atau mempunyai izin wakil manajer investasi (MI) dan menerima imbalan (fee) atas transaksi efek nasabah.
Dengan demikian, perusahaan efek dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp 75 juta dan perintah tertulis serta memastikan seluruh tenaga pemasar dan juga pegawainya tidak ada lagi yang melakukan kegiatan pengelolaan rekening efek dan dana nasabah baru.Â