Liputan6.com, Jakarta - PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI) meluncurkan Electronic Indonesia Bond Market Directory (E-IBMD) pada Senin, 18 Desember 2023.
Direktur Utama PHEI, M. Kadhafi Mukrom menuturkan, E-IBMD adalah produk publikasi atau produk untuk menginformasikan terkait dengan efek bersifat utang di Indonesia. Produk tersebut merupakan besutan antara PHEI dan PT Bursa Efek Indonesia (BEI).
Baca Juga
"PHEI dan BEI mengumpulkan dan mengelola data dan informasi yang terjadi di pasar surat utang di Indonesia pada tahun berjalan untuk dirangkum dan dihadirkan bagi seluruh lapisan masyarakat,” kata Kadhafi dalam peluncuran Electronic Indonesia Bond Market Directory di Main Hall BEI, Senin (18/12/2023).
Advertisement
Ia melanjutkan, produk tersebut tidak hanya untuk kebutuhan pelaku pasar, akan tetapi juga bagi mahasiswa ataupun mereka yang sedang menyusun tugas atau skripsi maupun tesis.
"Atau bagi para dosen juga sebagai bahan ajar atau analisa yang juga dibutuhkan oleh pihak-pihak lain yang mengurungkan data terkait dengan informasi pasar surat utang, untuk dirangkum dan dihadirkan bagi seluruh lapisan masyarakat,” kata dia.
Menurut ia, selain lebih ramah lingkungan, dengan adanya produk digital ini diharapkan bisa lebih interaktif, lebih fleksibel dan lebih mudah diakses oleh semua pihak.
Ia berharap dengan digitalisasi ini bisa lebih mudah diakses dan akan lebih bermanfaat serta lebih user friendly tentunya. Alhasil, ke depannya produk ini diharapkan bisa diakses dengan lebih mudah dan diakses lebih banyak lagi.
"Karena kami berharap apa yang PHEI dan BEI lakukan saat ini melalui E-IBMD ini sedikit banyak dapat mendukung upaya kita dan semua pihak untuk membangun pasar modal dan industri keuangan di Indonesia,” imbuhnya.
Beri Kemudahan
Sementara itu, Direktur Keuangan dan Sumber Daya Manusia BEI Risa E. Rustam mengatakan, sebelumnya IBMD telah tersedia lebih dari satu dekade dalam memberikan informasi yang objektif kepada investor dan juga masyarakat mengenai kondisi terkini pasar surat utang Indonesia.
"Semoga inovasi E-IBMD ini dapat memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam memperoleh informasi mengenai kondisi pasar surat utang terkini,” kata Risa.
Dia bilang, pasar surat utang ini memiliki peran penting dalam menggerakkan roda perekonomian seiring dengan berjalannya waktu.
"Kita menyaksikan bagaimana pasar surat utang saat ini tidak hanya berkembang tetapi juga menunjukkan kontribusi yang signifikan terhadap stabilitas keuangan negara. Kontribusi pasar surat utang tidak hanya terlihat dalam penentuan kebijakan moneter Bank Indonesia tetapi juga mampu menyediakan akses pembiayaan terhadap proyek-proyek strategis,” ujar dia.
Advertisement
Suku Bunga Acuan Naik, Lebih Menarik Investasi Obligasi atau Saham?
Sebelumnya diberitakan, Bursa Efek Indonesia (BEI) menyebut kenaikan suku bunga domestik maupun global bakal memberikan dampak terhadap instrumen investasi seperti saham. Ini mengingat, minat investor berpotensi beralih terhadap instrumen lain yang lebih menguntungkan.
Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik menilai kenaikan suku bunga yang terjadi di ranah domestik hingga global ini menjadi angin segar bagi obligasi pemerintah. Sehingga, secara otomatis minat masyarakat terhadap saham akan menurun.
"Kalau kita melihat suku bunga yang naik terus di domestik maupun di global kemudian mengakibatkan obligasi pemerintah naik itu otomatis minat terhadap instrumen pada saham turun masyarakat memilih investasi di pasar modal lain seperti obligasi," kata Jeffrey saat ditemui di BEI, Kamis (26/10/2023).
Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencermati keputusan BI yang kembali mengerek suku bunga acuan atau BI Rate ke level 6 persen akan memberikan dampak terhadap minat investor untuk melakukan investasi ke pasar modal Indonesia.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi menuturkan, kenaikan suku bunga acuan BI tersebut berdampak terhadap minat investor untuk berinvestasi ke pasar modal Indonesia.
Langkah Strategis
"Tentunya ada sedikit koreksi ya, per 23 Oktober, indeks mengalami koreksi tercatat 6.741 atau koreksi sebesar 1,6 persen year to date (ytd)," kata Inarno dalam Opening Ceremony Capital Market Summit and Expo (CMSE) 2023.
Dengan demikian, ia menyarankan agar para investor memperkuat pemahaman terkait ekonomi global yang dapat berdampak terhadap kinerja perusahaan dan harga saham.
Selain itu, OJK juga terus memantau kondisi perekonomian dan pasar modal Indonesia. Jika diperlukan, otoritas akan mengambil langkah-langkah strategis untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendukung pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan investor hingga 19 Oktober 2023 telah mencapai 11,83 juta investor atau SID. Angka itu meningkat 4 kali lipat dalam lima tahun terakhir, mayoritas masih didominasi milenial dan generasi Z (Gen Z) di bawah 30 tahun dengan persentase sebesar 57,4 persen. Sedangkan, hingga saat ini penghimpunan pasar melebihi Rp 200 triliun.
Advertisement
Menyibak Prospek Pasar Obligasi di Indonesia
Sebelumnya diberitakan, PT Batavia Prosperindo Aset Manajemen menilai volatilitas di pasar obligasi ke depannya masih tinggi. Ini mengingat, kebijakan suku bunga bank sentral AS dan Bank Indonesia tidak bisa turun dalam waktu yang cepat.
“Kondisi globalnya inflasi tinggi, the Fed turunkan suku bunga enggak cepet amat, walaupun di Indonesia inflasi oke, suku bunga enggak bisa turun terlalu cepat juga. Sehingga pasar obligasi ke depannya volatilitasnya masih tinggi,” kata CEO Batavia Prosperindo Aset Manajemen Lilis Setiadi dalam konferensi pers, Rabu (4/10/2023).
Meski demikian, ia menyebut, BI mampu dan akan berkomitmen untuk melakukan intervensi di pasar, mata uang, pasar obligasi, meski tidak terlalu agresif.
“Kita lihat volatilitas jangka pendek ini masih ada di obligasi, dari sisi supply risk, supply obligasi engga jor-jor an banyak, pemerintah enggak keluarkan terlalu banyak jadi enggak kebanjiran itu bisa menjaga yield karena volatilitas global yang pengaruhinya,” kata dia.
Ada Peluang
Di sisi lain, Lilis juga mencermati masih ada peluang agar investor mendapatkan imbal hasil atau keuntungan dari investasi obligasi. Hal itu akan tercermin dari tren suku bunga yang ada. Jika suku bunga turun maka harga obligasi ini akan bagus.
“Kami lihat ada ruang bagi investor untuk tetap mendapatkan return yang baik cuma mesti pilih tenor yag mana, obligasi itu mudahnya suku bunga turun harga obligasi naik. Ke depannya entah di bulan kapan inflasi di AS turun pasti the Fed turunkan suku bunga, Bi juga, sehingga obligasi harganya akan semarak lagi kalau itu terjadi,” kata dia.
Menurut ia, apabila tren suku bunga turun terjadi, maka obligasi tenor panjang ini bakal menjadi yang paling diuntungkan. Sedangkan, untuk obligasi jangka pendek akan bergerak fluktuatif alias naik turun.
Namun, bagi investor yang ingin melakukan trading obligasi, Lilis menyarankan untuk memilih obligasi tenor menengah 7-12 tahun.
Advertisement